"SELAMAT DATANG DI BLOG GEOGRAFI LINGKUNGAN""(EKOGEO)"

Wednesday, December 19, 2018

ORANG UTAN : KERA BESAR MIRIP MANUSIA ASAL PULAU KALIMANTAN DAN SUMATERA

 
    Orang utan (atau orangutan, nama lainnya adalah mawas) adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang hidup di hutan tropika Indonesia dan Malaysia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatera.

Deskripsi
Istilah "orang utan" diambil dari kata dalam bahasa melayu, yaitu 'orang' yang berarti manusia dan 'utan' yang berarti hutan. Orang utan mencakup dua sub-spesies, yaitu orang utan sumatera (Pongo abelii) dan orang utan kalimantan (borneo) (Pongo pygmaeus).[9] Yang unik adalah orang utan memiliki kekerabatan dekat dengan manusia pada tingkat kingdom animalia, di mana orang utan memiliki tingkat kesamaan DNA sebesar 96.4%.

Ciri-Ciri
   Mereka memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai ekor. Orangutan memiliki tinggi sekitar 1.25-1.5 meter. Tubuh orangutan diselimuti rambut merah kecoklatan. Mereka mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi.
   Saat mencapai tingkat kematangan seksual, orangutan jantan memiliki pelipis yang gemuk pada kedua sisi, ubun-ubun yang besar, rambut menjadi panjang dan tumbuh janggut disekitar wajah. Mereka mempunyai indra yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, dan peraba. Berat orangutan jantan sekitar 50–90 kg, sedangkan orangutan betina beratnya sekitar 30–50 kg. Telapak tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang ditambah 1 ibu jari. Telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia.
   Orangutan masih termasuk dalam spesies kera besar seperti gorila dan simpanse.Golongan kera besar masuk dalam klasifikasi mammalia, memiliki ukuran otak yang besar, mata yang mengarah kedepan, dan tangan yang dapat melakukan genggaman.

Klasifikasi
Orangutan termasuk hewan vertebrata, yang berarti bahwa mereka memiliki tulang belakang.[butuh rujukan] Orangutan juga termasuk hewan mamalia dan primata

Spesies dan Subspesies
1. Ada 2 jenis spesies orangutan, yaitu Orangutan Kalimantan / Borneo (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatra (Pongo abelii). 
2. Keturunan Orangutan Sumatra dan Kalimantan berbeda sejak 1.1 sampai 2.3 juta tahun yang lalu.
3. Subspecies
  Pembelajaran genetik telah mengidentifikasi 3 subspesies Orangutan Borneo : P.p.pygmaeus, P.p.wurmbii, P.p.morio.] Masing-masing subspesies berdiferensiasi sesuai dengan daerah sebaran geografisnya dan meliputi ukuran tubuh. Orangutan Kalimantan Tengah (P.p.wurmbii) mendiami daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Mereka merupakan subspesies Borneo yang terbesar.Orangutan Kalimantan daerah Timur Laut (P.p.morio) mendiami daerah Sabah dan daerah Kalimantan Timur.[Mereka merupakan subspesies yang terkecil. Saat ini tidak ada subspecies orangutan Kalimantan yang berhasil dikenali.

Lokasi dan habitat
   Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau Borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia.[butuh rujukan] Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan keruing, perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan.
    Di Borneo, orangutan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan kerabatnya di Sumatra dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada ketinggian 1.000 m dpl. Orangutan Sumatra merupakan salah satu hewan endemis yang hanya ada di Sumatra.Orangutan di Sumatra hanya menempati bagian utara pulau itu, mulai dari Timang Gajah, Aceh Tengah sampai Sitinjak di Tapanuli Selatan. Keberadaan hewan mamalia ini dilindungi Undang-Undang 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan digolongkan sebagai Critically Endangered oleh IUCN.
   Di Sumatra, salah satu populasi orangutan terdapat di daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru, Sumatera Utara. Populasi orangutan liar di Sumatra diperkirakan sejumlah 7.300. Di DAS Batang Toru 380 ekor dengan kepadatan pupulasi sekitar 0,47 sampai 0,82 ekor per kilometer persegi. Populasi orangutan Sumatra (Pongo abelii lesson) kini diperkirakan 7.500 ekor. Padahal pada era 1990 an, diperkirakan 200.000 ekor Populasi mereka terdapat di 13 daerah terpisah secara geografis. Kondisi ini menyebabkan kelangsungan hidup mereka semakin terancam punah. 
   Saat ini hampir semua Orangutan Sumatra hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat.[ Populasi orangutan terbesar di Sumatra dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu) dan Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu).[butuh rujukan]Populasi lain yang diperkirakan potensial untuk bertahan dalam jangka panjang (viable) terdapat di Batang Toru,Sumatera Utara, dengan ukuran sekitar 400 individu.
    Orangutan di Borneo yang dikategorikan sebagai endangered oleh IUCN terbagi dalam tiga subspesies: Orangutan di Borneo dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang berada di bagian utara Sungai Kapuas sampai ke timur laut Sarawak; Pongo pygmaeus wurmbii yang ditemukan mulai dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito; dan Pongo pygmaeus morio Di Borneo, orangutan dapat ditemukan di Sabah, Sarawak, dan hampir seluruh hutan dataran rendah Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan dan Brunei Darussalam

Makanan
   Meskipun orangutan termasuk hewan omnivora, sebagian besar dari mereka hanya memakan tumbuhan. 90% dari makanannya berupa buah-buahan Makanannya antara lain adalah kulit pohon, dedaunan, bunga, beberapa jenis serangga, dan sekitar 300 jenis buah-buahan. Selain itu mereka juga memakan nektar,madu dan jamur Mereka juga gemar makan durian, walaupun aromanya tajam, tetapi mereka menyukainya.
   Orangutan bahkan tidak perlu meninggalkan pohon mereka jika ingin minum. Mereka biasanya meminum air yang telah terkumpul di lubang-lubang di antara cabang pohon.Biasanya induk orangutan mengajarkan bagaimana cara mendapatkan makanan, bagaimana cara mendapatkan minuman, dan berbagai jenis pohon pada musim yang berbeda-beda. Melalui ini, dapat terlihat bahwa orangutan ternyata memiliki peta lokasi hutan yang kompleks di otak mereka, sehingga mereka tidak menyia-nyiakan tenaga pada saat mencari makanan Dan anaknya juga dapat mengetahui beragam jenis pohon dan tanaman, yang mana yang bisa dimakan dan bagaimana cara memproses makanan yang terlindungi oleh cangkang dan duri yang tajam.

Predator
Predator terbesar orangutan dewasa ini adalah manusia. Selain manusia, predator orangutan adalah macan tutul, babi, buaya, ular phyton, dan elang hitam

Cara melindungi diri
Orangutan termasuk makhluk pemalu. Mereka jarang memperlihatkan dirinya kepada orang atau makhluk lain yang tak dikenalnya.

Reproduksi
   Orangutan betina biasanya melahirkan pada usia 7-10 tahun dengan lama kandungan berkisar antara 8,5 hingga 9 bulan; hampir sama dengan manusia. Jumlah bayi yang dilahirkan seorang betina biasanya hanya satu. Bayi orangutan dapat hidup mandiri pada usia 6-7 tahun. Kebergantungan orangutan pada induknya merupakan yang terlama dari semua hewan, karena ada banyak hal yang harus dipelajari untuk bisa bertahan hidup, mereka biasanya dipelihara hingga berusia 6 tahun.
   Orangutan berkembangbiak lebih lama dibandingkan hewan primata lainnya, orangutan betina hanya melahirkan seekor anak setiap 7-8 tahun sekali Umur orangutan di alam liar sekitar 45 tahun, dan sepanjang hidupnya orangutan betina hanya memiliki 3 keturunan seumur hidupnya. Di mana itu berarti reproduksi orangutan sangat lambat.

Cara bergerak
Orangutan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada cabang-cabang pohon, atau yang biasa dipanggil brachiating Mereka juga dapat berjalan dengan kedua kakinya, namun jarang sekali ditemukan. Orang utan tidak dapat berenang.

Cara Hidup
Tidak seperti gorila dan simpanse, orangutan tidak hidup dalam sekawanan yang besar. Mereka merupakan hewan yang semi-soliter. Orangutan jantan biasanya ditemukan sendirian dan orangutan betina biasanya ditemani oleh beberapa anaknya. Orangutan adalah hewan arboreal, artinya ia hidup atau beraktivitas di atas pohon. Hal ini berbeda dengan kera besar lainnya, seperti gorilla dan simpanse, yang merupakan hewan terrestrial(menghabiskan hidup ditanah).

Beberapa fakta menarik
   Orangutan dapat menggunakan tongkat sebagai alat bantu untuk mengambil makanan, dan menggunakan daun sebagai pelindung sinar matahari. Orangutan Sumatera usia 6 tahun yang hidup di rawa barat Sungai Alas Sumatera menggunakan tongkat untuk mendeteksi madu tapi perilaku tersebut tidak pernah ditemukan di antara orangutan di wilayah pesisir timur. Hal ini menunjukkan keragaman perilaku dalam adaptasi lingkungan.
   Orangutan jantan terbesar memiliki rentangan lengan (panjang dari satu ujung tangan ke ujung tangan yang lain apabila kedua tangan direntangkan) mencapai 2.3 m. Orangutan jantan dapat membuat panggilan jarak jauh yang dapat didengar dalam radius 1 km. Digunakan untuk menandai/mengawasi arealnya, memanggil sang betina, mencegah orang utan jantan lainnya yang mengganggu. Mereka mempunyai kantung tenggorokan yang besar yang membuat mereka mampu melakukannya.

Populasi
Orangutan saat ini hanya terdapat di Sumatra dan Kalimantan, di wilayah Asia Tenggara. Karena tempat tinggalnya merupakan hutan yang lebat, maka sulit untuk memperkirakan jumlah populasi yang tepat. Di Borneo, populasi orangutan diperkirakan sekitar 55.000 individu. Di Sumatra, jumlahnya diperkirakan sekitar 200 individu. Hal ini terjadi akibat pembukaan lahan yang berlebihan.

Ancaman
Ancaman terbesar yang tengah dialami oleh orangutan adalah habitat yang semakin sempit karena kawasan hutan hujan yang menjadi tempat tinggalnya dijadikan sebagai lahan kelapa sawit, pertambangan dan pepohonan ditebang untuk diambil kayunya. Orangutan telah kehilangan 80% wilayah habitatnya dalam waktu kurang dari 20 tahun.Tak jarang mereka juga dilukai dan bahkan dibunuh oleh para petani dan pemilik lahan karena dianggap sebagai hama Jika seekor orangutan betina ditemukan dengan anaknya, maka induknya akan dibunuh dan anaknya kemudian dijual dalam perdagangan hewan ilegal. Pusat rehabilitasi didirikan untuk merawat oranutan yang sakit, terluka dan yang telah kehilangan induknya. Mereka dirawat dengan tujuan untuk dikembalikan ke habitat aslinya.

Pembukaan Lahan dan Konversi Perkebunan
   Di Sumatra, populasinya hanya berada di daerah Leuser, yang luasnya 2.6 juta hektare yang mencakup Aceh dan Sumatera Utara. Leuser telah dinyatakan sebagai salah satu dari kawasan keanekaragaman hayati yang terpenting dan ditunjuk sebagai UNESCO Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera pada tahun 2004. Ekosistemnya menggabungkan Taman Nasional Gunung Leuser, tetapi kebanyakan para Orangutan tinggal di luar batas area yang dilindungi, di mana luas hutan berkurang sebesar 10-15% tiap tahunnya untuk dijadikan sebagai area penebangan dan sebagai kawasan pertanian.
   Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami berkurangnya jumlah hutan tropis terbesar didunia. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya laju deforestasi. Sekitar 15 tahun yang lalu, tercatat sekitar 1.7 juta hektare luas hutan yang terus ditebang setiap tahunnya di Indonesia, dan terus bertambah pada tahun 2000 sebanyak 2 juta hektare.
   Penebangan legal dan ilegal telah membawa dampak penyusutan jumlah hutan di Sumatra Pembukaan hutan sebagai ladang sawit di Sumatra dan Kalimantan juga telah mengakibatkan pembabatan hutan sebanyak jutaan hektare, dan semua dataran hutan yang tidak terlindungi akan mengalami hal yang sama nantinya.
    Konflik mematikan yang sering terjadi di perkebunan adalah saat di mana Orangutan yang habitatnya makin berkurang karena pembukaan hutan harus mencari makanan yang cukup untuk bertahan hidup. Spesies yang dilindungi dan terancam punah ini seringkali dipandang sebagai ancaman bagi keuntungan perkebunan karena mereka dianggap sebagai hama dan harus dibunuh
Orangutan biasanya dibunuh saat mereka memasuki area perkebunan dan merusak tanaman. Hal ini sering terjadi karena orangutan tidak bisa menemukan makanan yang mereka butuhkan di hutan tempat mereka tinggal.

Perdagangan Ilegal
Secara teori, orangutan telah dilindungi di Sumatra dengan peraturan perundang-undangan sejak tahun 1931, yang melarang untuk memiliki, membunuh atau menangkap orangutan. Tetapi pada praktiknya, para pemburu masih sering memburu mereka, kebanyakan untuk perdagangan hewan. Pada hukum internasional, orangutan masuk dalam Appendix I dari daftar CITES(Convention on International Trade in Endangered Species) yang melarang dilakukannya perdagangan karena mengingat status konservasi dari spesies ini dialam bebas. Namun, tetap saja ada banyak permintaan terhadap bayi orangutan, baik itu permintaan lokal, nasional dan internasional untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan.
    Anak orangutan sangat bergantung pada induknya untuk bertahan hidup dan juga dalam proses perkembangan, untuk mengambil anak dari orangutan maka induknya harus dibunuh. Diperkirakan, untuk setiap bayi yang selamat dari penangkapan dan pengangkutan merepresentasikan kematian dari orangutan betina dewasa.
   Menurut data dari website WWF, diperkirakan telah terjadi pengimporan orangutan bernama ke Taiwan sebanyak 1000 ekor yang terjadi antara tahun 1985 dan 1990. Untuk setiap orangutan yang tiba di Taiwan, maka ada 3 sampai 5 hewan lain yang mati dalam prosesnya. Perdagangan orangutan dilaporakan juga terjadi di Kalimantan, di mana baik orangutan itu hidaup atau mati juga masih tetap terjual.

Status Konservasi Orang Utan
   Orangutan Sumatra telah masuk dalam klasifikasi Critically Endangered dalam daftar IUCN. Populasinya menurun drastis di mana pada tahun 1994 jumlahnya mencapai lebih dari 12.000, namun pada tahun 2003 menjadi sekitar 7.300 ekor. Data pada tahun 2008 melaporkan bahwa diperkirakan jumlah Orangutan Sumatra di alam liar hanya tinggal sekitar 6.500 ekor
   Secara historis, orangutan ditemukan di kawasan hutan lintas Sumatra, tetapi sekarang terbatas hanya didaerah Sumatera Utara dan provinsi Aceh. Habitat yang sesuai untuk Orangutan saat ini hanya tersisa sekitar kurang dari 900.000 hektare di pulau Sumatra.
   Saat ini diperkirakan orangutan akan menjadi spesies kera besar pertama yang punah di alam liar. Penyebab utamanya adalah berkurangnya habitat dan perdagangan hewan.
Orangutan merupakan spesies dasar bagi konservasi. Orangutan memegang peranan penting bagi regenerasi hutan melalui buah-buahan dan biji-bijian yang mereka makan. Hilangnya orangutan mencerminkan hilangnya ratusan spesies tanaman dan hewan pada ekosistem hutan hujan.
   Hutan primer dunia yang tersisa merupakan dasar kesejahteraan manusia, dan kunci dari planet yang sehat adalah keanekaragaman hayati, menyelamatkan orangutan turut menolong mamalia, burung, reptil, amfibi, serangga, tanaman, dan berbagain macam spesies lainnya yang hidup di hutan hujan Indonesia.

JENIS-JENIS ORANG UTAN

1. Orang Utan Sumatera

   Orangutan sumatera ( Pongo abelii ) adalah salah satu dari tiga spesies orangutan . Ditemukan hanya di bagian utara pulau Sumatera Indonesia , itu lebih jarang daripada orangutan Kalimantan tetapi lebih umum daripada orangutan Tapanuli yang baru-baru ini diidentifikasi, juga dari Sumatera. Nama umumnya didasarkan pada dua kata lokal yang terpisah, "orang" ("orang" atau "orang") dan "hutan" ("hutan"), dan diterjemahkan sebagai 'orang hutan'.

Deskripsi 
Orangutan sumatera jantan tumbuh sekitar 1,4 m (4,6 ft) dan 90 kg (200 lb). Wanita lebih kecil , rata-rata 90 cm (3,0 kaki) dan 45 kg (99 lb). Dibandingkan dengan spesies Kalimantan, orangutan sumatera lebih tipis dan memiliki wajah yang lebih panjang; rambut mereka lebih panjang dengan warna merah pucat. 

Perilaku dan ekologi 
   Dibandingkan dengan orangutan Borneo, orangutan sumatera cenderung lebih pemakan dan terutama pemakan serangga .  Buah yang disukai termasuk buah ara dan nangka . Ini juga akan memakan telur burung dan vertebrata kecil.  Orangutan sumatera menghabiskan lebih sedikit waktu untuk makan di kulit pohon bagian dalam.
    Orangutan sumatera liar di rawa Suaq Balimbing telah diamati menggunakan alat . Seekor orangutan akan mematahkan ranting pohon yang panjangnya sekitar satu kaki, mematahkan ranting dan merobek salah satu ujungnya dengan giginya.  Orangutan akan menggunakan tongkat untuk menggali lubang pohon untuk rayap . Mereka juga akan menggunakan tongkat untuk menusuk dinding sarang lebah, memindahkannya ke sekitar dan menangkap madu. Selain itu, orangutan menggunakan alat untuk makan buah.
     Ketika buah pohon Neesia matang, kulitnya yang keras dan bergerigi melunak sampai ia terbuka. Di dalamnya ada biji - biji yang orang utan menikmati makan, tetapi mereka dikelilingi oleh rambut seperti fiberglass yang menyakitkan jika dimakan. Alat dibuat berbeda untuk penggunaan yang berbeda. Tongkat sering dibuat lebih lama atau lebih pendek tergantung pada apakah mereka akan digunakan untuk serangga atau buah. Jika alat tertentu terbukti bermanfaat, orangutan akan sering menyimpannya. Seiring waktu, mereka akan mengumpulkan seluruh "kotak alat". Orangutan bertelinga Neesia akan memilih tongkat lima inci, menanggalkan kulitnya, dan kemudian dengan hati-hati mengumpulkan rambut bersamanya. Setelah buahnya aman, kera akan memakan bijinya dengan menggunakan tongkat atau jari-jarinya. Meskipun rawa serupa dapat ditemukan di Borneo, orangutan Borneo liar belum terlihat menggunakan jenis alat ini.
    NHNZ memfilmkan orangutan Sumatera untuk acaranya Wild Asia: Di Alam Kera Merah ; itu menunjukkan salah satunya menggunakan alat sederhana, ranting, untuk mencari makanan dari tempat-tempat yang sulit. Ada juga urutan hewan menggunakan daun besar sebagai payung dalam hujan badai tropis.
    Selain digunakan sebagai alat, ranting pohon adalah alat transportasi untuk orangutan sumatera. Orangutan adalah mamalia terberat yang melakukan perjalanan dengan pohon, yang membuat mereka sangat rentan terhadap perubahan dalam pemenuhan arboreal. Untuk menghadapi hal ini, penggerak mereka dicirikan oleh gerakan lambat, waktu kontak yang lama, dan susunan postur lokomotif yang sangat besar. Orangutan bahkan telah ditunjukkan untuk menggunakan kepatuhan dalam dukungan vertikal untuk menurunkan biaya penggerak dengan menggoyang pohon bolak-balik dan mereka memiliki strategi penggerak yang unik, bergerak lambat dan menggunakan banyak dukungan untuk membatasi osilasi di cabang yang sesuai, terutama di ujung mereka.
    Orangutan sumatera juga lebih arboreal dibandingkan sepupunya dari Kalimantan; ini bisa karena kehadiran predator besar, seperti harimau sumatera . Bergerak melalui pohon-pohon dengan lokomotion dan semibrachiasi quadrumanous.
     Pada 2015, spesies orangutan Sumatera hanya memiliki sekitar 7.000 anggota yang tersisa di populasinya. World Wide Fund for Nature dengan demikian melakukan upaya untuk melindungi spesies tersebut dengan memungkinkan mereka bereproduksi di lingkungan penangkaran yang aman. Namun, ini menjadi risiko bagi perilaku asli orangutan sumatera di alam liar. Saat berada dalam penangkaran, orangutan berisiko "Efek Penangkaran": hewan yang ditahan di penangkaran untuk waktu yang lama tidak akan lagi tahu bagaimana berperilaku secara alami di alam liar. Diberi air, makanan, dan tempat tinggal sementara di penangkaran dan tidak memiliki semua tantangan hidup di alam liar, perilaku tawanan menjadi lebih eksploratif di alam. 
    Sebuah repertoar dari 64 gerakan yang berbeda yang digunakan oleh orangutan telah diidentifikasi, 29 di antaranya dianggap memiliki arti khusus yang dapat ditafsirkan oleh orangutan lain sebagian besar waktu. Enam arti disengaja diidentifikasi: Afiliasi / Putar, Hentikan tindakan, Lihat / Ambil objek, Bagikan makanan / objek, Co-locomote, dan Pindah. Orangutan sumatera tidak menggunakan suara sebagai bagian dari komunikasi mereka, yang termasuk kurangnya sinyal bahaya yang dapat didengar, tetapi lebih mendasarkan komunikasi mereka pada gerakan saja. 

Siklus hidup 
    Orangutan sumatera memiliki lima tahap kehidupan yang dicirikan oleh fitur fisik dan perilaku yang berbeda. Yang pertama dari tahap ini adalah masa bayi, yang berlangsung sejak lahir hingga sekitar 2,5 tahun. Orangutan memiliki berat antara 2 hingga 6 kilogram. Bayi diidentifikasi oleh zona-zona berpigmen terang di sekitar mata dan moncong kontras dengan pigmentasi yang lebih gelap pada bagian wajah lainnya serta rambut panjang yang menonjol ke luar di sekitar wajah. Selama waktu ini, bayi selalu dibawa oleh ibu selama perjalanan, dia sangat bergantung pada ibu untuk makanan, dan juga tidur di sarang ibu. Tahap selanjutnya disebut remaja-hood dan berlangsung antara 2,5 dan 5 tahun.
      Orangutan memiliki berat antara 6 dan 15 kilogram dan tidak terlihat sangat berbeda dari bayi. Meskipun ia masih terutama dibawa oleh ibu, seorang remaja akan sering bermain dengan teman sebaya dan membuat perjalanan eksplorasi kecil dalam visi ibu. Menjelang akhir tahap ini, orangutan akan berhenti tidur di sarang induk dan akan membangun sarangnya sendiri di dekatnya. Dari usia 5 hingga 8 tahun, orangutan berada di tahap kehidupan remaja. Beratnya sekitar 15-30 kilogram.

    Tambalan cahaya di wajah mulai menghilang dan akhirnya wajah menjadi benar-benar gelap. Selama ini, orangutan masih memiliki kontak konstan dengan ibu mereka, namun mereka mengembangkan hubungan yang lebih kuat dengan teman sebaya saat bermain dalam kelompok. Mereka masih muda dan bertindak dengan hati-hati di sekitar orang dewasa yang tidak dikenal, terutama laki-laki. Pada usia 8 tahun, orangutan betina dianggap sepenuhnya berkembang dan mulai memiliki keturunan sendiri. Laki-laki, bagaimanapun, memasuki tahap yang disebut sub-dewasa. 
     Tahap ini berlangsung dari 8 hingga sekitar 13 atau 15 tahun dan orangutan beratnya sekitar 30 hingga 50 kilogram. Wajah mereka benar-benar gelap dan mereka mulai mengembangkan flensa pipi. Jenggot mereka mulai muncul sementara rambut di sekitar wajah mereka memendek dan bukannya menunjuk ke luar, ia mendatar di sepanjang tengkorak.
   Tahap ini menandai kematangan seksual pada laki-laki, namun orangutan ini masih belum berkembang secara sosial dan akan tetap menghindari kontak dengan laki-laki dewasa. Akhirnya, orangutan sumatera jantan dewasa mencapai usia 13 hingga 15 tahun. Mereka adalah hewan yang sangat besar, dengan berat antara 50 dan 90 kilogram, kira-kira berat dari manusia yang dewasa. Mereka memiliki janggut yang sudah dewasa, kelopak pipi yang sepenuhnya berkembang, dan rambut panjang. Orangutan ini telah mencapai kematangan seksual dan sosial penuh dan sekarang hanya bepergian sendiri. 
    Orangutan sumatera betina biasanya hidup 44 - 53 tahun di alam liar sementara jantan memiliki umur yang lebih panjang yaitu 47 - 58 tahun. Wanita mampu melahirkan hingga 53 tahun, berdasarkan studi siklus menopause. Baik laki-laki dan perempuan biasanya dianggap sehat bahkan pada akhir rentang hidup mereka dan dapat diidentifikasi seperti itu oleh kelimpahan pertumbuhan rambut yang teratur dan bantalan pipi yang kuat.
     Orangutan sumatera lebih sosial daripada rekannya di Borneo; kelompok berkumpul untuk memberi makan sejumlah besar buah pada pohon ara. Komunitas orangutan sumatera paling baik digambarkan longgar, tidak menunjukkan eksklusivitas sosial atau spasial. Kelompok umumnya terdiri dari kelompok perempuan dan laki-laki yang disukai. Namun, pria dewasa umumnya menghindari kontak dengan pria dewasa lainnya. Laki-laki Subadult akan mencoba kawin dengan perempuan manapun, meskipun sebagian besar tidak berhasil, karena betina yang matang dengan mudah mampu menangkisnya. Wanita dewasa lebih memilih untuk kawin dengan pria dewasa. Biasanya, ada laki-laki tertentu dalam kelompok yang betina dewasa akan menunjukkan preferensi untuk. Orangutan sumatera jantan kadang-kadang memiliki penundaan bertahun-tahun dalam pengembangan karakteristik seksual sekunder, seperti flensa pipi dan massa otot.
     Laki-laki menunjukkan bimaturisme, di mana laki-laki dewasa penuh flens dan laki-laki yang lebih kecil yang tidak berpasangan sama-sama mampu bereproduksi, tetapi menggunakan strategi kawin yang berbeda untuk melakukannya.
   Tingkat persalinan rata-rata untuk orangutan Sumatra adalah 9,3 tahun, yang terlama dilaporkan di antara kera besar , termasuk orangutan Kalimantan. Bayi orangutan akan tetap dekat dengan ibu mereka hingga tiga tahun. Bahkan setelah itu, anak-anak muda akan tetap bergaul dengan ibu mereka. Orangutan sumatera dan Borneo cenderung hidup beberapa dekade; Diperkirakan umur panjang lebih dari 50 tahun. Rata-rata reproduksi pertama P. abelii adalah sekitar 15,4 tahun. Tidak ada indikasi menopause . 
    Nonja , dianggap orangutan tertua di dunia di penangkaran atau liar pada saat kematiannya, meninggal di Miami MetroZoo pada usia 55 tahun. 

Makanan 
    Orangutan sumatera adalah terutama frugivora, mendukung buah-buahan yang terdiri dari biji besar dan dikelilingi oleh zat berdaging, seperti durian, lintah, nangka, sukun, dan buah ara.  Serangga juga merupakan bagian besar dari diet orangutan; jenis yang paling banyak dikonsumsi adalah semut, terutama dari genus Camponotus (setidaknya empat spesies indet.). Diet utama mereka dapat dipecah menjadi lima kategori: buah-buahan, serangga, bahan daun, kulit kayu dan berbagai macam makanan lainnya. Penelitian telah menunjukkan bahwa orangutan di daerah Ketambe di Indonesia memakan lebih dari 92 jenis buah yang berbeda, 13 jenis daun yang berbeda, 22 jenis bahan sayuran lain seperti kecambah atas, dan pseudo-bulbs anggrek. Serangga yang termasuk dalam diet diberi nomor setidaknya 17 jenis yang berbeda. Kadang-kadang tanah dari gundukan rayap tertelan dalam jumlah kecil.
    Ketika ada ketersediaan buah yang rendah, orangutan Sumatera akan memakan daging kukang, primata nokturnal. Konsumsi air untuk orangutan dicerna dari mangkuk alami yang dibuat di pohon-pohon yang mereka tinggali. Mereka bahkan minum air dari rambut di tangan mereka ketika hujan deras. 

Makan daging 
    Pemakan daging jarang terjadi pada orangutan sumatera, dan orangutan tidak menunjukkan bias laki-laki dalam makan daging. Penelitian di daerah Ketambe melaporkan kasus makan daging di orangutan sumatera liar, yang sembilan kasusnya adalah orang utan makan kukang . Penelitian menunjukkan, dalam tiga kasus terakhir kukang yang dimakan oleh orangutan sumatera, tingkat makan rata-rata orang utan dewasa untuk seluruh kukang jantan dewasa adalah 160,9 g / h dan, dari bayi, 142,4 g / jam. Tidak ada kasus yang dilaporkan selama tahun-tahun mast , yang menunjukkan orangutan mengambil daging sebagai fallback untuk kekurangan buah musiman; memangsa kukang lebih sering terjadi pada masa ketersediaan buah rendah. Mirip dengan kebanyakan spesies primata, orangutan tampaknya hanya berbagi daging antara ibu dan bayi.
     Orangutan memiliki 48 kromosom .  Genus orangutan sumatera diurutkan pada Januari 2011 , berdasarkan seorang wanita tawanan bernama Susie.  Setelah manusia dan simpanse , orangutan sumatera telah menjadi spesies hominid ketiga  yang memiliki genom yang diurutkan.
    Para peneliti juga menerbitkan salinan yang kurang lengkap dari sepuluh orangutan liar, lima dari Kalimantan dan lima dari Sumatera . Keragaman genetik ditemukan lebih rendah pada orangutan Borneo ( Pongo pygmaeus ) dibandingkan dengan orangutan Sumatera ( Pongo abelii ), meskipun fakta bahwa Borneo adalah rumah bagi enam atau tujuh kali lebih banyak orangutan di Sumatera. Perbandingan telah menunjukkan kedua spesies ini menyimpang sekitar 400.000 tahun yang lalu, lebih baru daripada yang diperkirakan sebelumnya. Genus orangutan juga memiliki pengaturan ulang yang lebih sedikit daripada garis keturunan simpanse / manusia.  Urutan dan anotasi lengkap dapat dilihat di Ensembl Genome Browser.

Konservasi 
    Masyarakat Sumatra menghadapi ancaman seperti penebangan (legal dan ilegal), konversi hutan secara grosir ke lahan pertanian dan perkebunan kelapa sawit, dan fragmentasi oleh jalan. Perusahaan minyak menggunakan metode penggundulan hutan untuk memanfaatkan minyak sawit . Minyak sawit ini diambil dari pohon-pohon di mana orangutan sumatera hidup dan berayun. Suatu penilaian kehilangan hutan pada tahun 1990-an menyimpulkan bahwa hutan yang mendukung sedikitnya 1.000 orangutan hilang setiap tahunnya hanya di dalam Ekosistem Leuser. 
   Pada 2017, sekitar 82,5% populasi orangutan sumatera benar-benar terbatas di ujung paling utara pulau itu, di Provinsi Aceh. Orangutan jarang, jika pernah, ditemukan di selatan Sungai Simpang Kanan di sisi barat Sumatra atau di selatan Sungai Asahan di sisi timur. Populasi Pakpak Barat khususnya adalah satu-satunya populasi Sumatera yang diprediksi dapat mempertahankan orangutan dalam jangka panjang, mengingat dampak perpindahan habitat dan dampak manusia saat ini.
    Meskipun perburuan umumnya bukan masalah besar bagi penduduk Sumatera, perburuan lokal sesekali dapat menurunkan ukuran populasi. Mereka telah diburu di Sumatra Utara di masa lalu sebagai target makanan; Meskipun upaya yang disengaja untuk berburu orang Sumatra jarang terjadi saat ini, penduduk setempat seperti orang Batak diketahui memakan hampir semua vertebrata di daerah mereka. Selain itu, orang Sumatra diperlakukan sebagai hama oleh petani Sumatera, menjadi target eliminasi jika mereka terlihat merusak atau mencuri tanaman. Untuk aspek komersial, perburuan untuk spesimen yang mati atau hidup juga telah dicatat sebagai efek dari permintaan oleh kebun binatang dan institusi Eropa dan Amerika Utara sepanjang abad ke-20.
    Orangutan sumatera telah mengembangkan sistem kardiovaskular yang berfungsi baik. Namun, dengan perkembangan kantung udara yang sangat meningkat di paru-paru mereka, sacculitis udara telah menjadi lebih umum di antara orangutan di spesies ini. Sacculitis udara mirip dengan Streptococcus , yaitu radang tenggorokan di Homo sapiens . Infeksi bakteri menjadi semakin umum pada orangutan tawanan, karena fakta bahwa mereka terkena strain manusia Streptococcus di penangkaran. Pada awalnya, kedua strain diobati dan disembuhkan dengan antibiotik bersama dengan istirahat. Namun, pada tahun 2014, orangutan Sumatra, sepuluh tahun di penangkaran, adalah yang pertama dari spesiesnya yang mati karena Streptococcus anginosus . Ini tetap satu-satunya kasus yang diketahui, tetapi menimbulkan pertanyaan mengapa obat manusia yang dikenal untuk Streptococcus tidak efektif dalam kasus ini.

Orangutan sumatera dan manusia
   Orangutan sumatera adalah endemik di utara Sumatra . Di alam liar, orangutan sumatera hanya bertahan di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), ujung paling utara pulau ini.  Primata ini sekali lagi tersebar luas, karena mereka ditemukan lebih jauh ke selatan pada abad ke-19, seperti di Jambi dan Padang .  Ada populasi kecil di provinsi Sumatera Utara di sepanjang perbatasan dengan NAD, khususnya di hutan Danau Toba . Sebuah survei di wilayah Danau Toba hanya menemukan dua daerah yang berpenghuni, Bukit Lawang (didefinisikan sebagai tempat perlindungan hewan ) dan Taman Nasional Gunung Leuser .  Spesies ini telah dinilai sangat terancam punah pada Daftar Merah IUCN sejak tahun 2000. Dari tahun 2000-2008, spesies ini dianggap sebagai salah satu dari " 25 Primata Paling Terancam di Dunia ." 
   Sebuah survei yang diterbitkan pada Maret 2016 memperkirakan populasi 14.613 orangutan sumatera di alam liar, menggandakan perkiraan populasi sebelumnya. Sebuah survei pada tahun 2004 memperkirakan bahwa sekitar 7.300 orangutan sumatera masih hidup di alam liar. Studi yang sama memperkirakan area yang ditempati 20,552 km 2 untuk orangutan sumatera, yang hanya perkiraan kisaran wilayah 8,992 km 2 yang merupakan populasi permanen.
     Beberapa dari mereka dilindungi di lima wilayah di Taman Nasional Gunung Leuser; yang lain tinggal di daerah yang tidak terlindungi: blok barat laut dan timur laut Aceh, sungai Batang Toru Barat, Sarulla Timur dan Sidiangkat. Program pemuliaan yang berhasil telah ditetapkan di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di Provinsi Jambi dan Riau . Alasan utama untuk membahayakan orangutan ini adalah karena perusahaan kelapa sawit menghancurkan hutan hujan asli.
   Dua strategi yang baru-baru ini dipertimbangkan untuk melestarikan spesies ini adalah 1) rehabilitasi dan reintroduksi individu eks-captive atau pengungsi dan 2) perlindungan habitat hutan mereka dengan mencegah ancaman seperti deforestasi dan perburuan. Yang pertama bertekad untuk lebih hemat biaya untuk mempertahankan populasi orangutan liar, tetapi datang dengan skala waktu yang lebih lama 10-20 tahun.
     Pendekatan yang terakhir memiliki prospek yang lebih baik untuk memastikan stabilitas populasi jangka panjang.
   Jenis pendekatan konservasi habitat telah dikejar oleh World Wide Fund for Nature , yang bergabung dengan beberapa organisasi lain untuk menghentikan pembukaan bagian terbesar dari hutan alam yang tersisa di dekat Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
    Selain populasi liar yang masih ada di atas, populasi baru sedang didirikan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Provinsi Jambi dan Riau) melalui pengenalan kembali hewan peliharaan ilegal yang disita. Populasi ini saat ini berjumlah sekitar 70 individu dan bereproduksi.  Namun demikian, telah disimpulkan bahwa biaya konservasi hutan dua belas kali lebih sedikit daripada memperkenalkan kembali orangutan ke alam liar, dan melestarikan lebih banyak keanekaragaman hayati.
    Orangutan memiliki rentang rumah yang besar dan kepadatan penduduk yang rendah, yang mempersulit upaya konservasi. Kepadatan populasi sangat bergantung pada kelimpahan buah dengan pulp lunak. Orangutan sumatera akan pulang secara musiman antara dataran rendah, menengah, dan dataran tinggi, setelah ketersediaan buah. Hutan yang tidak terganggu dengan kisaran ketinggian yang lebih luas dapat menopang populasi orangutan yang lebih besar; sebaliknya, fragmentasi dan pembukaan hutan yang luas memecah gerakan musiman ini. Saat ini Sumatera memiliki salah satu tingkat penggundulan hutan tertinggi di dunia.

2. Orang Utan Kalimantan
   Orangutan Borneo ( Pongo pygmaeus ) adalah spesies orangutan asli di pulau Kalimantan . Bersama dengan orangutan Sumatra dan orangutan Tapanuli , itu milik satu-satunya genus kera besar asli Asia. Seperti kera besar lainnya, orangutan sangat cerdas, menampilkan penggunaan alat dan pola budaya yang berbeda di alam liar. Orangutan berbagi sekitar 97% DNA mereka dengan manusia.
   Orangutan Borneo adalah spesies yang sangat terancam punah, dengan deforestasi, perkebunan kelapa sawit, dan perburuan yang menimbulkan ancaman serius bagi keberlangsungannya.

Taksonomi 
Orangutan Kalimantan dan orangutan sumatera menyimpang sekitar 400.000 tahun yang lalu, dengan aliran gen yang terus rendah di antara mereka sejak saat itu. Kedua spesies orangutan dianggap hanya subspesies hingga tahun 1996; mereka diangkat ke spesies mengikuti urutan DNA mitokondria mereka.
Orangutan Borneo memiliki tiga subspesies: 
  • Orangutan Kalimantan Barat Laut P. p. pygmaeus - Sarawak ( Malaysia ) & Kalimantan Barat bagian utara ( Indonesia )
  • Orangutan Kalimantan Tengah P. p. wurmbii - Kalimantan Barat Bagian Selatan & Kalimantan Tengah (Indonesia)
  • Orangutan Kalimantan Timur Laut P. p. morio - Kalimantan Timur (Indonesia) & Sabah (Malaysia)

   Namun ada beberapa ketidakpastian tentang hal ini. Populasi saat ini terdaftar sebagai P. p. wurmbii mungkin lebih dekat dengan orangutan sumatera ( P. abelii ) dibandingkan dengan orangutan Borneo. Jika ini dikonfirmasi, P. abelii akan menjadi subspesies P. wurmbii (Tiedeman, 1808). Selain itu, jenis lokalitas P. pygmaeus belum ditetapkan tanpa keraguan; mungkin dari populasi saat ini terdaftar sebagai P. wurmbii (dalam hal ini P. wurmbii akan menjadi sinonim junior P. pygmaeus , sementara salah satu nama yang saat ini dianggap sebagai sinonim junior P. pygmaeus akan didahulukan untuk takson di Sarawak dan Kalimantan Barat bagian utara).  Bradon-Jones dkk. dianggap P. morio menjadi sinonim P. pygmaeus , dan populasi yang ditemukan di Kalimantan Timur dan Sabah menjadi takson yang terpisah.
    Pada awal Oktober 2014, peneliti dari dalam dan luar negeri menemukan sekitar 50 orangutan di beberapa kelompok di Provinsi Kalimantan Selatan, meskipun sebelumnya tidak ada catatan bahwa provinsi memiliki orangutan. Sebagai anggota keluarga Hominidae , orangutan Kalimantan adalah salah satu kerabat terdekat yang paling dekat dengan Homo sapiens .
   Spesies ini awalnya ditemukan oleh penduduk asli Malaysia. Ada beberapa sebutan orangutan di cerita rakyat Malaysia. Namun, spesies ini awalnya bernama dan dijelaskan oleh ahli zoologi terkenal Carl Linneus pada tahun 1799. Nama aslinya adalah Simia satyrus , yang berarti "satyr monkey", tetapi berubah ketika para ilmuwan menemukan bahwa tidak semua orangutan adalah satu spesies. Holotipe organisme ini terletak di British Museum di London.
   Nama spesies saat ini P. pygmaeus tidak Latin tidak seperti klasifikasi Linnean lainnya. Nama genus Pongo berasal dari kata Bantu mpongo yang digunakan untuk menunjukkan primata besar. Ini awalnya digunakan untuk menggambarkan simpanse dalam dialek Afrika Barat.  Nama spesies pygmaeus berasal dari kata Yunani "pygmy" yang berarti katai.

Deskripsi fisik 
    Orangutan Kalimantan adalah primata terberat ketiga setelah dua spesies gorila , dan hewan terbesar yang hidup di pohon (hidup di hutan) yang hidup saat ini.  Bobot tubuh secara umum tumpang tindih dengan Homo sapiens yang jauh lebih tinggi, tetapi yang terakhir jauh lebih bervariasi dalam ukuran.  Sebagai perbandingan, orangutan sumatera memiliki ukuran yang hampir sama tetapi rata-rata memiliki berat yang sedikit lebih ringan. 
    Sebuah survei terhadap orangutan liar menemukan bahwa laki-laki memiliki berat rata-rata 75 kg (165 lb), mulai dari 50-100 kg (110-220 lb), dan 1,2-1,4 m (3,9–4,6 kaki) panjangnya; betina rata-rata 38,5 kg (85 lb), mulai dari 30–50 kg (66–110 lb), dan panjang 1–1,2 m (3,3–3,9 kaki).  Saat berada di penangkaran, orangutan bisa sangat kelebihan berat badan, hingga lebih dari 165 kg (364 lb).  Orangutan jantan terberat yang diketahui di penangkaran adalah laki-laki gemuk bernama "Andy", yang beratnya 204 kg (450 lb) pada 1959 ketika dia berusia 13 tahun.
    Orangutan Borneo memiliki bentuk tubuh yang khas dengan lengan yang sangat panjang yang dapat mencapai hingga 1,5 meter panjangnya. Ini memiliki kulit abu-abu, kasar, berbulu, mantel kemerahan dan dpt memegang , menggenggam tangan dan kaki.  Mantelnya tidak menutupi wajahnya seperti kebanyakan mamalia, meskipun orangutan Borneo memiliki rambut di wajah mereka termasuk janggut dan kumis. Ia juga memiliki bantalan pipi berlemak besar yang dikenal sebagai flensa serta kantung tenggorok yang menggantung.
    Orangutan jantan di Kebun Binatang Moskow . Wajah pria itu melebar seiring bertambahnya usia.
Orangutan Kalimantan sangat dimorphic seksual dan memiliki beberapa fitur yang berbeda antara pria dan wanita. Pria memiliki bantalan pipi yang jauh lebih besar, atau flensa, yang terdiri dari otot dan sejumlah besar lemak. Pada wanita, flens sebagian besar terdiri dari otot. Pria memiliki gigi kaninus dan premolar yang relatif lebih besar. Jantan memiliki jenggot dan kumis yang lebih jelas. Kantung tenggorokan pada laki-laki juga jauh lebih besar. Ada dua tipe tubuh untuk pria dewasa secara seksual: lebih kecil atau lebih besar. Laki-laki yang lebih besar lebih dominan tetapi laki-laki yang lebih kecil masih berkembang biak dengan sukses. Ada sedikit dimorfisme seksual saat lahir. 

Habitat dan distribusi 
   Orangutan Kalimantan tinggal di hutan tropis dan subtropis lembab di dataran rendah Borneo, serta daerah pegunungan hingga 1.500 meter (4.900 kaki) di atas permukaan laut. Spesies ini hidup di seluruh kanopi hutan primer dan sekunder, dan bergerak jarak besar untuk menemukan pohon berbuah.
    Ini dapat ditemukan di dua negara bagian Malaysia di Sabah dan Sarawak , dan tiga dari empat Provinsi Indonesia di Kalimantan .  Karena perusakan habitat, distribusi spesies sekarang sangat tambal sulam di seluruh pulau; Spesies ini menjadi langka di bagian tenggara pulau, serta di hutan antara Sungai Rajang di Sarawak pusat dan Sungai Padas di Sabah barat. 
    Kerangka orangutan lengkap pertama yang ditemukan adalah di provinsi Hoa Binh di Vietnam dan dianggap berasal dari zaman Pleistosen akhir. Ini berbeda dari orangutan modern hanya karena tubuhnya lebih kecil dibandingkan dengan kepalanya. Fosil ini dan lainnya menegaskan bahwa orangutan pernah mendiami benua Asia Tenggara meskipun saat ini, orangutan Kalimantan hanya ditemukan di Malaysia.

Perilaku dan ekologi 
    Dalam sejarah, orangutan tersebar di seluruh Asia Tenggara dan China Selatan, serta di pulau Jawa dan di Sumatra selatan. Mereka terutama mendiami hutan rawa gambut, hutan rimba tropis, dan hutan dipterocarp campuran.
    Orangutan Kalimantan lebih menyendiri dibandingkan dengan keluarga Sumatera mereka. Dua atau tiga orangutan dengan wilayah yang tumpang tindih dapat berinteraksi, tetapi hanya untuk waktu singkat. Meskipun orangutan tidak teritorial, pria dewasa akan menunjukkan perilaku yang mengancam saat bertemu dengan pria lain, dan hanya bersosialisasi dengan wanita untuk kawin.  Pria dianggap sebagai yang paling soliter dari orangutan. Orangutan Borneo memiliki umur 35–45 tahun di alam liar;  di penangkaran dapat hidup sekitar 60.
   Meskipun ada arboreal , orangutan Kalimantan lebih banyak melakukan perjalanan ke tanah daripada rekannya dari Sumatera. Ini mungkin sebagian karena tidak ada pemangsa terestrial besar yang bisa mengancam orangutan di Kalimantan. Di Sumatra, orangutan harus menghadapi predasi oleh harimau sumatera yang ganas. 

Makanan 
   Makanan orangutan Borneo terdiri dari lebih dari 400 jenis makanan, termasuk buah ara liar, durian ( Durio zibethinus dan D. graveolens ),  daun , biji , telur burung , bunga, madu , serangga, dan, pada tingkat lebih rendah dari orang utan Sumatra, kulit kayu .  Mereka juga diketahui mengonsumsi tunas tanaman dan tanaman merambat di bagian dalam. Mereka mendapatkan air dalam jumlah yang cukup dari buah dan dari lubang pohon.
   Orangutan Kalimantan telah terlihat menggunakan tombak untuk mencoba (tidak berhasil) untuk menangkap ikan. Spesies ini telah diamati menggunakan alat seperti daun untuk menyeka kotoran, selembar daun untuk memegang buah durian berduri, cabang berdaun untuk pemukul lebah, sekelompok ranting berdaun yang disatukan sebagai "payung" saat bepergian di tengah hujan, satu batang kayu sebagai backscratcher, dan cabang atau batang pohon sebagai rudal.  Di beberapa wilayah, orangutan sesekali makan tanah untuk mendapatkan mineral yang dapat menetralisir racun dan asam yang mereka konsumsi dalam diet vegetarian mereka.  Pada kesempatan langka, orangutan akan memangsa primata lain yang lebih kecil, seperti kukang .

Reproduksi 
   Pria dan wanita umumnya datang bersama hanya untuk kawin. Laki-laki Subadult (tidak rata) akan mencoba untuk kawin dengan perempuan manapun dan akan berhasil sekitar separuh waktu. Pria flanged dominan akan menelepon dan mengiklankan posisi mereka untuk wanita reseptif, yang lebih memilih kawin dengan pria flanged. Jantan dewasa sering akan menargetkan betina dengan bayi yang disapih sebagai pasangan kawin karena betina cenderung subur. 
    Wanita mencapai kematangan seksual dan mengalami siklus ovulasi pertama mereka antara sekitar enam dan 11 tahun, meskipun wanita dengan lebih banyak lemak tubuh mungkin mengalami ini pada usia lebih dini.  Siklus estrus berlangsung antara 22 dan 30 hari dan menopause telah dilaporkan pada orangutan tawanan pada sekitar usia 48 tahun.  Wanita cenderung melahirkan pada sekitar 14-15 tahun.
    Orangutan yang baru lahir menyusui setiap tiga sampai empat jam, dan mulai mengambil makanan lunak dari bibir ibu mereka selama empat bulan. Selama tahun pertama kehidupannya, anak-anak muda menempel di perut ibunya dengan melilitkan jari-jarinya ke dalam dan mencengkeram bulunya. Anak-anak disapih sekitar empat tahun, tetapi ini bisa jauh lebih lama, dan segera setelah mereka memulai tahap eksplorasi remaja mereka, tetapi selalu dalam pandangan ibu mereka.  Selama periode ini, mereka juga akan secara aktif mencari orangutan muda lainnya untuk bermain dan bepergian bersama. Rata-rata, remaja tidak menjadi sepenuhnya mandiri sampai mereka sekitar tujuh tahun. Tingkat kelahiran untuk orangutan telah menurun sebagian besar karena kurangnya nutrisi yang cukup sebagai akibat dari hilangnya habitat.
   Sebuah penelitian pada tahun 2011 tentang orangutan betina dalam program rehabilitasi gratis menemukan bahwa individu yang dilengkapi dengan sumber makanan memiliki interval antar kelahiran yang lebih pendek, serta usia yang berkurang, pada kelahiran pertama. 

Status konservasi 
    Orangutan Borneo lebih umum daripada orang Sumatra, dengan sekitar 54.500 individu di alam liar, sedangkan sekitar 15.000 orangutan sumatera tersisa di alam liar.  Orangutan menjadi semakin terancam karena perusakan habitat dan perdagangan daging satwa liar , dan orangutan muda ditangkap untuk dijual sebagai hewan peliharaan, biasanya melibatkan pembunuhan ibu mereka.
    Orangutan Borneo sangat terancam menurut Daftar Merah IUCN mamalia , dan terdaftar di Appendix I CITES . Jumlah total orangutan Borneo diperkirakan kurang dari 14% dari apa yang terjadi di masa lalu (dari sekitar 10.000 tahun yang lalu sampai pertengahan abad ke-20), dan penurunan tajam ini telah terjadi sebagian besar selama beberapa dekade terakhir karena untuk kegiatan dan pengembangan manusia. 
    Distribusi spesies sekarang sangat merata di seluruh Borneo; itu tampaknya tidak ada atau tidak umum di bagian tenggara pulau, serta di hutan antara Sungai Rajang di Sarawak pusat dan Sungai Padas di Sabah barat (termasuk Kesultanan Brunei ). Populasi sekitar 6.900 ditemukan di Taman Nasional Sabangau , tetapi lingkungan ini beresiko. Menurut seorang antropolog di Harvard University, dalam 10 hingga 20 tahun, orangutan diperkirakan akan punah di alam liar jika tidak ada upaya serius yang dilakukan untuk mengatasi ancaman yang mereka hadapi.
   Pandangan ini juga didukung oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa , yang menyatakan dalam laporannya tahun 2007 bahwa, karena pembalakan liar , kebakaran dan pengembangan luas perkebunan kelapa sawit , orangutan sangat terancam punah, dan jika kecenderungan saat ini berlanjut, mereka akan menjadi punah. Ketika hutan dibakar untuk membersihkan ruang untuk perkebunan kelapa sawit, orangutan Kalimantan tidak hanya menderita kehilangan habitat, tetapi beberapa individu telah dibakar dan dibunuh dalam kebakaran. Minyak kelapa sawit menyumbang lebih dari sepersepuluh dari pendapatan ekspor Indonesia. Ini sangat diminati karena digunakan dalam beberapa makanan kemasan, deodoran, shampoo, sabun, permen, dan makanan yang dipanggang. 
   Perubahan iklim merupakan ancaman lain bagi konservasi orangutan Borneo. Pengaruh aktivitas manusia terhadap curah hujan di Indonesia telah membuat makanan kurang berlimpah sehingga orangutan Borneo kurang mendapat nutrisi lengkap sehingga mereka cukup sehat untuk berkembang biak.
    Survei pada bulan November 2011, berdasarkan wawancara dengan 6.983 responden di 687 desa di Kalimantan pada tahun 2008 hingga 2009, memberikan perkiraan tingkat pembunuhan orangutan antara 750 dan 1800 pada tahun menjelang April 2008. Tingkat pembunuhan ini lebih tinggi dari sebelumnya. berpikir dan pastikan bahwa keberadaan orangutan di Kalimantan terus berada di bawah ancaman serius. Survei tersebut tidak mengukur ancaman tambahan terhadap spesies karena hilangnya habitat dari deforestasi dan perluasan perkebunan kelapa sawit. Survei menemukan bahwa 73% responden tahu orangutan dilindungi oleh hukum Indonesia.
   
Namun, pemerintah Indonesia jarang menuntut atau menghukum pelaku.  Dalam penuntutan yang jarang terjadi pada bulan November 2011, dua orang ditangkap karena menewaskan sedikitnya 20 orangutan dan sejumlah monyet belalai berhidung panjang . Mereka diperintahkan untuk melakukan pembunuhan oleh pengawas sebuah perkebunan kelapa sawit, untuk melindungi tanaman, dengan pembayaran $ 100 untuk orangutan mati dan $ 22 untuk seekor monyet.

Penyelamatan dan rehabilitasi 
    Sejumlah proyek penyelamatan dan rehabilitasi orangutan beroperasi di Borneo. The Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS) yang didirikan oleh Dr. Willie Smits memiliki pusat penyelamatan dan rehabilitasi di Wanariset dan Samboja Lestari di Kalimantan Timur dan Nyaru Menteng, di Kalimantan Tengah yang didirikan dan dikelola oleh Lone Drøscher Nielsen . BOS juga bekerja untuk melestarikan dan menciptakan kembali habitat hutan hujan orangutan, di Samboja Lestari dan Mawas.
    Orangutan Foundation International , yang didirikan oleh Dr. Birutė Galdikas , menyelamatkan dan merehabilitasi orangutan, mempersiapkan mereka untuk dilepaskan kembali ke kawasan lindung hutan hujan Indonesia. Selain itu, mempromosikan pelestarian hutan hujan bagi mereka.Pusat Rehabilitasi Orang Utan Sepilok dekat Sandakan di negara bagian Sabah di Borneo Malaysia dibuka pada tahun 1964 sebagai proyek rehabilitasi orangutan resmi pertama.
   Sebuah studi longitudinal tujuh tahun yang diterbitkan pada tahun 2011 melihat apakah jangka hidup orangutan yang berada di kebun binatang terkait dengan penilaian subyektif kesejahteraan, dengan maksud menerapkan langkah-langkah tersebut untuk menilai kesejahteraan orangutan di penangkaran. Subyek, 100 orang adalah orang Sumatra ( Pongo abelii ), 54 orang Kalimantan ( Pongo pygmaeus ) dan 30 orang adalah orangutan hibrida . 113 karyawan kebun binatang, yang sangat akrab dengan perilaku khas orangutan, menggunakan kuesioner empat item untuk menilai kesejahteraan subjektif mereka.
    Hasilnya menunjukkan bahwa orangutan dengan kesejahteraan subjektif yang lebih tinggi kurang mungkin meninggal selama masa tindak lanjut. Studi ini menyimpulkan bahwa kebahagiaan terkait dengan kehidupan yang lebih panjang pada orangutan.
   Manusia dapat melindungi orangutan Borneo dengan mendukung upaya politik melawan perburuan orangutan, melawan perubahan iklim, dan menggunakan produk yang tidak mengandung minyak sawit.
    Pada akhir 2014, dokter hewan Nyaru Menteng gagal menyelamatkan nyawa orangutan betina. Operasi dilakukan di mana 40 pelet senapan angin dikeluarkan dari tubuhnya. Orangutan itu ditemukan di sebuah perkebunan kelapa sawit di Borneo Indonesia

Fakta Tentang Orang Utan

1. Orangutan sangat suka tidur

Orangutan memiliki kecenderungan untuk banyak tidur di atas pohon. Mereka tidak hanya tidur panjang di waktu malam mulai dari matahari tenggelam hingga terbit keesokan harinya, namun juga bahkan mengatur waktu untuk tidur siang mereka disela waktu aktivitas siang mereka. Saat tidur, mereka tidak khawatir digigit nyamuk, karena mereka biasanya menggunakan daun tarutung sebagai alas tidur mereka. Daun ini adalah sejenis daun yang tidak disukai oleh nyamuk.

2. Orangutan membuat sendiri kasur mereka

Di alam liar, orangutan menata dedaunan dan ranting-ranting pohon utuk membuat tidur mereka nyaman. Kita menyebutnya dengan sarang. Namun, berbeda dengan jenis burung yang bersarang di satu tempat dalam jangka waktu lama untuk perkembangbiakan, orangutan biasanya hanya menempati sarang mereka untuk sesaat saja. Dari keterangan yang didapat dari Orangutan Information Center, orangutan membuat sarang sekitar 2 atau 3 kali dalam sehari dengan lebar kira-kira satu meter. Mereka membuat sarang di pagi hari untuk beristirahat dan bermain. Orangutan betina juga membuat sarang untuk melahirkan.

3. Orangutan suka sekali menjalajah

Orangutan liar jarang sekali bermain di atas tanah, hal yang sama juga terjadi dengan orangutan yang sudah tinggal di kebun binatang. Menurut data penelitian berjudul Identifikasi Daerah Jelajah Orangutan Sumatera Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis yang dilakukan oleh Pindi Patana, Bejo Slamet dan Desli Triman Zendrato tahun 2010 silam, orangutan dewasa betina memiliki daerah jelajah sejauh 916 meter per hari di dalam area seluas 12,5 hektar. Sedangkan seekor orangutan jantan dewasa menjelajah sejauh 651 meter per haru di area seluas 46 hektar. Dua hal yang mempengaruhi variasi jarak jelajah dan daerah jelajah mereka adalah ketersediaan makanan dan interaksi sosial.

4. Orangutan juga Memakai payung lho…
Saat hujan tiba, orangutan biasanya memetik daun yang sangat lebar untuk digunakan sebagai payung yang melindungi mereka dari air hujan.

Orangutan Sumatera, tak hanya terancam akibat deforestasi, namun juga pertumbuhan jenis penyakit baru di sekitar mereka. Foto: Rhett A. Butler
Orangutan Sumatera, tak hanya terancam akibat deforestasi, namun juga pertumbuhan jenis penyakit baru di sekitar mereka. Foto: Rhett A. Butler

5. Orangutan bukan monyet

Orangutan bukan masuk dalam kategori monyet, salah satu cirinya adalah karena mereka tidak memiliki ekor yang panjang. Orangutan masuk dalam keluarga kera, secara spesifik kera besar seperti gorilla, simpanse dan lutung. Dalam bahasa Inggris, keluarga primata yang masuk ke jenis monyet disebut dengan monkey, dan keluarga primata yang masuk ke jenis kera, disebut dengan ape. Nah orangutan ini masuk ke jenis yang kedua.

6. Sekuat apakah orangutan?
Menurut informasi dari Orangutan Information Center, orangutan memiliki kekuatan enam kali lipat manusia dewasa, memiliki 4 tangan dan juga gigitan yang sangat kuat. Namun, umumnya orangutan sifatnya tenang dan tidak berbahaya jika tidak diganggu. Jika berpapasan dengan jantan lainnya, mereka biasanya mencoba menghindari perkelahian dengan gaya saling mengancam.
Orangutan Kalimantan, semakin terjepit akibat lajunya angka kehilangan hutan yang menjadi habitat mereka menjadi perkebunan. Foto: Rhett A. Butler
Orangutan Kalimantan, semakin terjepit akibat lajunya angka kehilangan hutan yang menjadi habitat mereka menjadi perkebunan. Foto: Rhett A. Butler

7. Apa makanan kesukaan orangutan?

Makanan utama orangutan adalah buah, yaitu sekitar 60%. Mereka juga suka dedaunan yang masih muda. Sekitar 25% pakan mereka adalah daun yang masih muda. Selebihnya adalah bunga dan kulit pohon sekitar 10% dan serangga kecil seperti semut, jangkrik dan rayap sekitar 5%.

Nasib Orang Utan
  Kehidupan orangutan semakin mengenaskan: sebuah penelitian mengungkapkan bahwa sejak tahun 1999, lebih dari 100.000 hewan yang terancam punah ini terbunuh di pulau Kalimantan.
Para ilmuwan yang melakukan survei selama 16 tahun di pulau tersebut menyebut angka kematian orangutan itu 'menyayat hati.'
  Kegiatan penggundulan hutan, didorong oleh industri kayu, perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan pabrik pengolahan kertas, masih tetap menjadi penyebab utamanya.
Namun penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology ini, juga mengungkapkan bahwa orangutan juga 'lenyap' dari kawasan yang masih berupa hutan.
   Kenyataan ini menyiratkan bahwa orangutan-orangutan itu mati dibunuh begitu saja dalam jumlah besar, kata pemimpin peneliti Maria Voigt dari Institut Antropologi Evolusioner Max Planck di Jerman.
    Dr Voigt dan rekan-rekannya mengatakan hewan tersebut menjadi sasaran pemburu dan dibunuh setelah mereka merusak tanaman -ancaman yang sebelumnya diremehkan.
Prof Serge Wich dari Liverpool John Moores University, Inggris, yang juga bagian dari tim tersebut, mengatakan kepada BBC News: "Kami tidak menyangka bahwa pengurangan jumlah mereka bisa begitu drastis di hutan yang masih lebat. Jadi penelitian ini mengukuhkan bahwa perburuan orangutan merupakan masalah yang sangat besar."
"Ketika hewan-hewan ini mengalami konflik dengan orang-orang perkebunan, mereka pasti selalu kalah. Manusia akan membunuh mereka."
"Beberapa waktu lalu, kami mendapat laporan ada orangutan di Kalimantan yang terbunuh dengan 130 peluru bersarang di tubuhnya."
"Ini sangat mengguncangkan, dan merupakan hal yang tidak perlu. Orangutan mungkin mencuri buah-buahan milik para petani, tapi mereka tidak berbahaya."
   Prof Wich meminta para pemimpin Malaysia dan Indonesia untuk secara lantang menyuarakan penentangan pada tindakan menyasar orangutan secara sengaja ini.
Penelitian itu juga mengungkap bahwa sumber daya alam di Kalimantan terus dieksploitasi "di tingkat yang tidak tertanggungkan".
   Aktivitas penebangan hutan saja, para ilmuwan memprediksi, bisa mengakibatkan lebih dari 45.000 orangutan lainnya lenyap dalam 35 tahun ke depan.
    Penanaman kelapa sawit, yang hasil olahannya ditemukan dalam berbagai macam produk makanan, merupakan penyebab lenyapnya habitat tersebut.
   Dr Emma Keller dari lembaga konservasi WWF mengatakan kepada BBC News bahwa para konsumen harus 'memberi tekanan' pada perusahaan-perusahaan di industri sawit untuk berkomitmen terhadap pasokan berkelanjutan untuk produk-produk makanan yang begitu luas itu. Mengacu pada sistem sertifikasi yang dikenal dengan Round Table on Sustainable Palm Oil (RSPO), Dr Keller mengatakan bahwa standar untuk apa yang berkelanjutan adalah "terus diperbarui".
"Sasaran utama sekarang, adalah agar diberlakukan larangan penebangan hutan secara menyeluruh dan tidak melakukan penanaman di lahan gambut," katanya.
   Dan meski penilaian independen yang diterbitkan pada tahun 2017, menemukan bahwa terjadi "pengurangan deforestasi secara signifikan", disimpulkan juga bahwa harus dilakukan pemantauan terhadap perkebunan jika mengakibatkan dampak signifikan pada kebakaran dan pembukaan lahan gambut.
Kendati angka penurunan jumlah orang utan begitu mengguncangkan, para pegiat lingkungan juga menyoroti secercah harapan akan habitat mereka.
   Sebuah tim dari Kebun Binatang Chester di Inggris merilis gambar pertama orang utan yang mengunakan "jembatan kanopi hutan" buatan manusia yang dibuat dari tali kuat yang biasanya digunakan kebun binatang untuk membuat ayunan dan jembatan dalam kandang orang utan.
   Catherine Barton, manajer konservasi lapangan kebun binatang itu menjelaskan bahwa yang dilakukannya bersama Hutan, sebuah lembaga lingkungan di Malaysia - adalah menghubungkan kembali habitat-habitat yang terfragmentasi oleh perkebunan kelapa sawit, jalan dan saluran drainase.
"Melihat hewan-hewan itu mulai menggunakan jembatan ini dan habitat yang terfragmentasi ini bisa terhubung lagi merupakan tanda yang benar-benar positif," kata Barton. "Tapi ini solusi jangka pendek."
   Dalam jangka panjang, lanjutnya, mereka bertujuan untuk menanami kembali hutan dan menyediakan ruang hidup bagi kera-kera besar tersebut.
Tapi seperti yang ditekankan oleh Prof Wich, survei timnya memastikan bahwa melindungi hutan yang merupakan habitat hewan itu saja tidak cukup.
"Kita harus melindungi hewan-hewan itu juga. Jadi nantinya kita tidak menghasilkan hutan yang terlihat bagus, namun tidak ada orangutannya."

Rehabilitasi Dan Penyelamatan Orang Utan

   Indonesia termasuk negara yang kaya akan keanekaragaman hayati satwa liar primata. Dari sekitar 195 jenis primata yang ada di dunia, 37 jenis diantaranya hidup di Indonesia. Sekitar 20 jenis diantaranya, di seluruh dunia secara alami hanya dapat ditemukan di wilayah Indonesia atau disebut primata endemik Indonesia. Primata tersebut banyak diantaranya termasuk jenis yang terancam punah adalah Orangutan.
    Keberadaan Orangutan tersebut di Indonesia yang hanya ada di Sumatra dan Kalimantan akhir-akhir ini sangat memprihatinkan akibat berkurangnya habitat mereka dan penangkapan liar untuk diperdagangkan. Jenis primata besar ini di dunia hanya ditemukan di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Orangutan Kalimantan dibedakan menjadi 2 anak jenis yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus dengan penyebaran dari Kalimanatn Barat sampai Sarawak dan Pongo pygmaeus wurumbii dengan penyebaran dari Barat laut Kalimantan antara sungai Kapuas dan Barito.
   Orangutan termasuk hewan yang terancam kehidupannya di alam, dengan perkiraan total populasi sekitar 20.000 ekor. Degradasi dan hilangnya habitat merupakan ancaman paling besar terhadap spesies ini, walaupun perburuan untuk dimakan dan perdagangan liar juga menjadi masalah yang sangat besar. Akibat musim kemarau yang panjang dan kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia menjadikan ratusan ribu hutan hancur. Kawasan yang dilindungipun tidak lepas dari kerusakan ini, bahkan kurang lebih 95 % hutan dataran rendah di Taman Nasional Kutai telah terbakar pada tahun 1998. Hilangnya populasi orangutan dan habitatnya baik secara langsung atau tidak langsung menjadi bertambah parah.
    Berangkat dari permasalahan tersebut, Fakultas Kedokteran Hewan UGM menyelenggarakan Seminar Rehabilitasi dan Penyelamatan Orangutan dengan mengangkat topik Penanganan penyakit zoonosis pada Orangutan di alam, pusat rehabilitasi dan di penangkaran. Sebagai pembicara dalam seminar ini adalah Dr. Elizabeth Labes dari Institute of Parasitology, Zurich University, Switzerland mengupas masalah konservasi orangutan, drh. Heriyanto yang membahas karantina dan rehabilitasi dan Dr. Wisnu Nurcahyo mengenai penyakit pada orangutan.
    Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan orangutan telah dirintis sejak tahun 1999 oleh Dr. Wisnu Nurcahyo dari bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, dengan bekerjasama dengan berbagai pihak swasta dan universitas di luar negeri seperti Balikpapan Orangutan Survival (BOS) Foundation, The Gibbon Foundation, Zurich University, Brno University – Czeck Republic, Primate Research Institute (PRI) Kyoto University, Utrecht University dan CDC Atlanta USA, telah melakukan serangkaian penelitian di bidang penanganan masalah penyakit, perilaku, reproduksi, sosial dan konservasi pada orangutan. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan di habitat Orangutan di Hutan Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah mengenai penyakit infeksi pada orangutan.
    Untuk penelitian mengenai Parasite and Natural Antiparasite on Orangutan dilakukan di Taman Nasional Gunung Leusser, Sumatra Utara bekerja sama dengan Dr. Ivona Foitova dari Masaryk University dan UMI Saving Foundation, Czeck Republic dengan dana dari negara tersebut telah melibatkan beberapa mahasiswa S1 dan S2 Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Dari kerjasama ini terbuka kemungkinan bagi staf pengajar UGM untuk mengambil S3 di Cheko. Diharapkan dalam waktu dekat juga dilakukan beberapa penelitian mengenai malaria pada Orangutan dan masyarakat di sekitar habitat orangutan dengan dana dari BOS Foundation, Netherland, mengingat kasus ini sangat tinggi di Kalimantan Tengah.
   Hingga saat ini banyak sekali ancaman-ancaman yang menimpa keberadaan oranguta. Ancaman utama diantaranya adalah hilangnya orangutan betina dewasa karena perburuan oleh manusia, hilangnya dan terpecahnya habitat akibat perambahan hutan untuk industri kayu, perumahan, areal pertanian, kebakaran hutan dan pembukaan daerah pertambangan. Kehilangan akibat perburuan dan atau perdagangan hewan peliharaan mungkin cukup besar. Di Taiwan saja tercatat 283 ekor orangutan yang tertangkap, kemudian beberapa saat yang lalu 53 orangutan diketahui diselundupkan ke Thailand untuk digunakan sebagai satwa hiburan.
   Penyakit memegang peranan yang sangat penting dalam penurunan beberapa populasi yang menyebabkan terbatasnya beberapa populasi primata. Orangutan sangat mudah sekali terserang penyakit sama sama dengan manusia, sehingga beberapa penyakit infeksi yang ada pada manusia dapat diderita orangutan. Penyakit menular yang sering terjadi misalnya Tuberkulosis, Hepatitis, Scabies, Typhoid, infeksi saluran usus karena protozoa, bakteri, virus, infeksi saluran pernafasan. Penyakit-penyakit tersebut sering menyerang orangutan, apalagi untuk orangutan yang telah lama dipelihara atau kontak dengan manusia, sehingga apabila dilepas ke dalam areal dimana mereka berinteraksi dalam populasi yang lebih besar maka akan menyebar ke orangutan yang lain.
  Oleh karena penyakit merupakan salah satu ancaman yang paling besar terhadap kelangsungan orangutan, maka interaksi manusia dengan orangutan harus dihilangkan. Dengan demikian memelihara satwa liar ini dalam lingkungan manusia memungkinkan penularan penyakit orangutan ke manusia. Apabila satwa yang telah lama berinteraksi dengan manusia ini dilepaskan ke habitatnya di alam bebas, maka akan dapat menularkan penyakit-penyakit yang dibawanya ke orangutan lain di alam yang masih sehat.
    Berbagai upaya telah dilakukan dalam upaya mempertahankan keberadaan orangutan di alam yang sejak tahun 1931 telah dilindungi melalui Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 233. Kemudian setelah itu diperkuat dengan SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991 dan Undang-undang No. 5 tahun 1990. Oleh IUCN status konservasi Orangutan dimasukkan sebagai terancam punah atau endangered.
    Rehabilitasi orangutan merupakan suatu alat konservasi yang dilakukan di Indonesia dan Malaysia. Rehabilitasi adalah suatu proses dimana hewan yang ditangkap diberikan perawatan khusus dan bila perlu dilatih atau diberi pengamanan khusus supaya dapat bertahan hidup pada saat dilepas di alam bebas. Sejumlah besar orangutan masih terus disita oleh petugas dari Departemen Kehutanan sebagai langkah pelaksanaan kebijakan dari instansi ini. Diantaranya banyak yang masih merupakan bayi-bayi orangutan muda atau yang dalam keadaan sakit, cacat atau luka-luka. Individu sitaan tersebut selanjutnya dibawa ke beberapa pusat Rehabilitasi yang saat ini terdapat di Pusat Reintroduksi Orangutan, Samboja Wanariset, Balikpapan-Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
    Orangutan tersebut setelah dikarantina selama beberapa waktu kemudian diberikan perawatan medis dan jika perlu dilepaskan di suatu tempat. Di Pusat rehabilitasi Wanariset, hewan-hewan ini dimasukkan dalam kandang-kandang secara berkelompok selama beberapa bulan, kemudian sambil dilatih dan diawasi secara ketat terus menerus selama diperlukan sampai beberapa minggu, bulan atau tahun. Hewan ini dapat dikandangkan kembali bila terlihat tidak dapat menyesuaikan diri untuk hidup kembali di alam bebas.
   Ancaman kelestarian orangutan yang demikian banyak tersebut di atas masih diperparah dengan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang masih memprihatinkan sehingga memaksa masyarakat melakukan perburuan satwa dan penebangan hutan. Untuk itu senantiasa diperlukan peran serta dari masyarakat itu sendiri dalam upaya perlindungan dan penyelamatan orangutan.

Masa Menyusui Orang Utan sampai 8 Tahun
  Hewan yang endemik di Malaysia dan Indonesia ini menyusu setidaknya selama delapan tahun dan merupakan pemegang rekor menyusui di dunia mamalia. Dipublikasikan dalam jurnal Science Advances, para peneliti menulis bahwa dengan menyusu selama delapan tahun, orangutan muda bisa memenuhi semua kebutuhan nutrisinya walaupun makanan lain sulit ditemukan. “Sejarah kehidupan mereka memang lambat,” kata Cheryl Knott, rekan dosen antropologi di Boston University seperti yang dikutip dari The Verge 17 Mei 2017. Dengan metabolisme yang lebih lambat dari primata lainnya, orangutan bereproduksi di usia yang lebih tua dan menyusui lebih lama.
   Sebenarnya, para peneliti telah lama menduga bahwa orangutan menyusui bayinya selama bertahun-tahun. Namun, bukti yang pasti sulit ditemukan karena perilaku tersebut dilakukan di area yang tersembunyi seperti di atas pohon atau di malam hari. Oleh karena itu, para peneliti pun memutuskan untuk mencari buktinya pada gigi. “Gigi adalah penyimpanan data biologis yang melaporkan apa yang terjadi pada tubuh Anda setiap hari,” kata penulis studi Christine Austin yang juga rekan postdoctoral di Icahn School of Medicine. Bersama koleganya, Christine mengumpulkan empat gigi orangutan liar yang ditembak oleh kolektor dan disimpan di Humboldt Museum in Berlin, State Anthropological Collection di Munich, dan Harvard University Museum of Comparative Zoology.
   Mereka lalu memotong dan menguapkan gigi tersebut menggunakan laser untuk mendapatkan material yang dapat dianalisa. Salah satu senyawa kimia yang dikalkulasi dari material tersebut adalah barium yang didapatkan dari air susu. Dengan menghitung banyaknya barium yang tersimpan dalam gigi, para peneliti mampu memprediksi perilaku menyusui dari keempat spesimen tersebut.
Selain memastikan dugaan yang ada sebelumnya, Knott berkata bahwa informasi ini dapat digunakan oleh para ilmuwan dalam upaya pencegahan kepunahan orangutan. Menurut dia, salah satu faktor yang mengancam eksistensi orangutan adalah waktu reproduksi yang lambat. Seekor orangutan betina bisa menunggu hingga 10 atau 15 tahun untuk bereproduksi dan hanya melahirkan sekali dalam lima atau 10 tahun.

Sumber Referensi : Wikipedia Indonesia, Mongobay Indonesia, BBC,UGM,Kompas.Com