"SELAMAT DATANG DI BLOG GEOGRAFI LINGKUNGAN""(EKOGEO)"

Thursday, September 22, 2016

KEPITING : KRUSTESEA YANG BISA DIKONSUMSI



Kepiting adalah kelompok hewan dari kelas Crustacea, bangsa Decapoda yang memiliki karapaks (cangkang) melebar dan kaki depan yang termodifikasi menjadi capit (chelea). Anggota filum Arthropoda ini meliputi sekitar 4.500 spesies yang digolongkan dalam dua subbangsa, yaitu Brachyura dan Anomura. Seperti udang, kepiting memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena sering dikonsumsi manusia sebagai salah satu sumber protein.
    Ukuran kepiting bervariasi mulai dari kepiting marga Dissodactylus yang panjangnya (bentang ujung kaki) hanya beberapa milimeter sampai kepiting laba-laba jepang (Macrocheira kaempferi) yang panjangnya bisa mencapai sekitar 3-4 m.

Kepiting
Kaki Jalan
    Tubuh kepiting dilapisi dengan karapaks yang terbuat dari bahan kitin yang bercampur dengan kapur. Tubuh yang beruas-ruas tersebut dilengkapi dengan lima pasang kaki untuk berjalan dan dua buah antena. Kaki jalan digunakan untuk bergerak maju dengan perlahan dan merangkak ke samping dengan cepat. Sepasang kaki depan yang membentuk capit digunakan untuk mencari makan dan mempertahankan diri. Bagian abdomen atau perut kepiting terletak di bawah karapaks. Abdomen pada kepiting betina biasanya berisi kantong telur.

Kepiting Rajungan
Kemampuan Adaptasi
    Kepiting memiliki kemampuan adaptasi di berbagai habitat, mulai dari laut, air tawar sampai daratan. Kepiting yang hidup di laut memiliki kaki jalan yang panjang untuk merangkak di dasar laut. Kepiting juga dapat hidup di daerah pasang surut yang sering diterpa hempasan ombak yang kuat. Hewan tersebut mampu merangkak pada permukaan subsrat yang licin.
    Sebagian besar kepiting tidak dapat berenang, namun anggota suku Portunidae, terutama kepiting rajungan (Portunus pelagicus), merupakan perenang yang kuat dan gesit. Sepasang kaki belakang berbentuk seperti dayung pipih dan lebar. Kaki belakang tersebut bergerak seperti baling-baling. Oleh karena itu, rajungan dapat berenang dengan gerakan cepat ke samping, ke belakang, dan kadang-kadang ke depan.
Kepiting hasil tangkapan Nelayan
Pemakan Detritus
    Seperti hewan anggota Crustasea yang lain, kepiting umumnya termasuk hewan omnivora.  Sebagian besar kepiting merupakan pemakan detritus (bahan organik dari pembusukan atau penguraian tumbuhan dan hewan), sedangkan sebagian yang lain merupakan pemangsa hewan lain atau pemakan tumbuh-tumbuhan. Kepiting pemakan detritus mendapatkan makanan dengan cara menyaring air yang masuk ke dalam rongga tubuhnya.
Hidangan Kepiting Goreng dan rebus yang lezat
Zoea dan Megalopa
    Pada umumnya, kopulasi (perkawinan) kepiting terjadi apabila kepiting betina telah berganti kulit (molting). Telur yang disimpan di dalam abdomen kepiting betina akan tumbuh menjadi larva kepiting. Larva tersebut kemudian mengalami dua tahapan perkembangan, yaitu tahap zoea dan tahap megalopa. Pada tahap Zoea , tubuh kepiting masih berbentuk bulat, transparan (tembus cahaya), dan belum memiliki kaki. Setelah itu, larva kepiting memasuki tahap megalopa dengan membentuk tubuh dan anggota badan yang sudah menyerupai kepiting dewasa. Setelah tumbuh menjadi dewasa, kepiting dapat hidup selama 2-12 tahun.

Soup Kepiting, menu favorit di Restoran Seafood

Tuesday, September 20, 2016

ITIK : UNGGAS TERNAK PENGHUNI RAWA

    Menurut taksonominya, itik terdiri dari dua suku, yaitu suku Anhimidae (2 marga dan 3 spesies) serta suku Anatidae (37 marga dan 142 spesies) Tubuh itik biasanya ditutupi oleh bulu dengan kombinasi warna yang beragam. Lehernya biasanya berukuran sedang, namun dapat pula berukuran panjang. Paruh itik yang berbentuk pipih memiliki selaput tipis yang berfungsi sebagai penyaring lumpur dan air. Pada saat bertelur, itik akan mencari tempat yang aman dan tersembunyi. Telur-telur tersebut biasanya ditutupi dengan daun-daunan atau ranting-ranting pohon.

 Itik atau bebek
     Itik memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Telur, daging, bulu, dan kotoran hewan ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Telur dan daging itik, terutama itik jawa (Anas javanica) atau itik tegal, biasanya diolah menjadi berbagai masakan. Bulu dari itik manila atau Entok (Cairina moschata) dapat digunakan sebagai bahan pembuat shuttlecock pada permainan bulutangkis. Adapun kotoran itik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
Entok
Bebek
    Di Indonesia, itik air tawar lebih populer daripada itik air asin. Bebek atau itik jawa dan itik alabio  (Alabio platyrhynchos) merupakan itik petelur yang diternakkan dalam skala besar. Kemampuan bertelur kedua jenis itik ini mencapai sekitar 150-280 butir telur per tahun. Selain itu, itik alabio juga dikenal sebagai itik yang mampu berjalan jauh. Itik ini memiliki kaki yang agak tinggi, badan tegak, tubuh ramping, leher tegak dan kepala agak kecil. Adapun itik manila merupakan itik pedaging. Itik ini sering digunakan sebagai penetas alami karena itik jawa tidak mampu mengerami dan menetaskan telurnya.
Itik Jawa
Angsa
    Angsa atau swan adalah kelompok itik dari sub suku Anserinae (suku Anatidae) yang berleher panjang. Angsa coscoroba (Coscoroba coscoroba) memiliki bulu yang berwarna putih dengan ujung sayap hitam. Lehernya lebih pendek daripada leher angsa yang lain. Angsa Hitam (Cygnus atratus) merupakan jenis angsa yang hanya terdapat di Australia. Adapun angsa leher hitam (Cygnus melancoriphus) hidup di bagian selatan dari wilayah Amerika Selatan.
Angsa Amerika
    Angsa dapat menghasilkan 4-7 butir telur. Telur tersebut kemudian dierami selama 4-5 minggu. Ketika mengerami telurnya, angsa akan menjaga jarak terhadap kelompoknya, hanya angsa hitam yang berkelompok ketika mengerami telurnya. Angsa betina memiliki peranan penting selama masa mengerami. Angsa ini tetap duduk meskipun telah ada telur yang menetas. Di luar masa mengerami, angsa termasuk hewan yang hidup secara berkelompok.
Soang dengan anaknya
Soang
    Soang atau goose merupakan anggota dari subsuku Anserinae yang mencakup marga Anser dan Branta. Seperti halnya angsa, soang memiliki bulu yang kedap air. Soang hidup secara berkelompok. Telur soang hanya dierami oleh induk betina, sedangkan soang jantan hanya berjaga-jaga. Setelah menetas, anak soang dipelihara oleh kedua induknya.
Belibis kembang
Belibis
    Belibis merupakan kerabat angsa yang digolongkan kedalam marga Dendrocygna. Ketika terbang, belibis menghasilkan suara mendesing yang mirip dengan siulan. Hewan ini juga hidup secara berkelompok. Meskipun beberapa spesies bersarang di lubang pohon, belibis biasanya meletakkan telur-telurnya di atas tanah. Salah satu spesies belibis, yaitu belibis pohon cokelat (Dendrocygna bicolor), hidup di wilayah Amerika Utara dan Amerika Selatan, India dan Afrika.

Saturday, September 17, 2016

KONIFERA : TANAMAN BERDAUN JARUM



Konifera adalah kelompok tanaman yang daunnya hijau sepanjang tahun serta memiliki strobilus berbentuk kerucut sebagai alat perkembangannya. Anggota Gymnospermae (tumbuhan berbiji terbuka) ini dapat ditemukan hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Beberapa anggota konifera seperti cemara dan pinus sering dimanfaatkan dalam industri kimia, kertas dan kayu.
    Konifera termasuk salah satu tumbuhan purba yang mulai tumbuh sekitar 290 juta tahun yang lalu. Tanaman ini dapat hidup sampai ratusan tahun. Pinus longaeva merupakan spesies pinus tertua yang berumur sekitar 4.900 tahun. Konifera umumnya tumbuh di hutan-hutan pegunungan atau di hutan-hutan sub tropik. Tanaman ini tumbuh secara optimal pada temperatur sekitar 10-20o C dan kelembaban udara sekitar 90 %.

Salju turun membasahi Hutan Konifera
Strobilus
    Pohon konifera terdiri dari satu batang pokok dengan beberapa cabang yang membentuk sebuah kerucut. Tinggi batang konifera dapat mencapai 20-30 m, bahkan spesies sekuoia raksasa (Sequoiadendron giganteum) tingginya mencapai 95 m. Daun konifera umumnya berwarna hijau dan berbentuk seperti jarum. Kelompok tanaman ini memiliki dua kelamin dalam satu pohon. Serbuk sari terdapat dalam strobilus betina di sela-sela daun.
Cemara
    Cemara merupakan salah satu anggota konifera yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau bahan bangunan. Pohon cemara umumnya berbentuk seperti kerucut atau piramida dengan tinggi batang mencapai 25 m. Beberapa spesies cemara seperti Cupressus Lusitanica, Cupressus funebris, dan Cupressus sargentii banyak dibudidayakan di Amerika Utara, terutama menjelang perayaan Natal. Penggunaan pohon cemara sebagai pohon natal awalnya berasal dari daerah Amerika Utara karena saat salju turun di hari natal, hanya pohon cemara yang tetap bertahan pada cuaca dingin dan indah untuk dihias.
Hutan Cemara

Pinus
    Selain cemara, pinus atau tusam merupakan salah satu anggota konifera yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Di Indonesia tanaman ini banyak dibudidayakan di lereng-lereng gunung di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Kayu pinus sering dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan bahan pulp (bubur kertas). Resin dan terpentin dari getah pinus dapat diolah menjadi beberapa produk seperti pernis, sabun, cat dan tinta. Adapun minyak atsiri dari daun pinus banyak dipakai dalam industri farmasi.
    Pinus memiliki kepekaan yang tinggi terhadap pencemaran lingkungan. Tanaman yang tumbuh di daerah yang tercemar akan memiliki daun yang lebih jarang daripada tanaman yang tumbuh di habitat yang normal. Oleh sebab itu, pinus dapat dimanfaatkan sebagai indikator pencemaran udara. Tinggi pohon pinus bisa mencapai 60 m. Kulitnya bergetah dan dipakai sebagai pembuat bahan terpentin.
Hutan Pinus

Sekuoia Raksasa
    Pohon sekuoia raksasa adalah pohon tertinggi di dunia. Tinggi pohon ini bisa mencapai lebih dari 90 m, dengan diameter batang kayunya hingga 7m. Bobot pohon ini bisa mencapai 2.000 ton. Batang kayunya berwarna coklat, sedangkan akarnyaberwarna kehitaman. Daun-daunnya berbentuk spiral. Bunga jantan terletak pada pucuk ranting muda, sedangkan bunga betina terletak pada ranting yang lebih tua. Bunganya berkayu berbentuk kerucut dan bulat telur. Akar pohon sekuoia raksasa menjalar ke segala sisi. Tanaman yang bersal dari pegunungan Sierra nevada, bagian barat Amerika Serikat ini sering ditanam sebagai tanaman hias.
Hutan Pohon Sekuoia raksasa

Friday, September 16, 2016

PLATINA : LOGAM BERWARNA PUTIH KEABU-ABUAN



Platina atau platinum adalah logam berwarna putih keabu-abuan yang lazim disebut dengan emas putih dengan lambang kimia Pt. Pada sistem periodik, logam ini terletak pada golongan VIIIB dan periode 6. Nomor atom platina adalah 78 dan massa atom relatifnya 195,09 gr/mol. Platina memiliki titik didih pada suhu 1.772oC dan titik lebur pada suhu 3.827oC.
    Platina pertama kali ditemukan oleh Julius Scaliger (1716-1795), seorang ilmuwan asal Italia, pada tahun 1735. Platina merupakan unsur terpenting dalam kelompok unsur yang disebut kelompok logam platina (platinum metals). Unsur lainnya dalam kelompok ini adalah rutenium (Ru), rodium (Rh), paladium (Pd), Osmium (Os) dan Iridium (Ir).

 Mineral Platinum
 Sifat Platina
    Platina tidak teroksidasi di udara atau tidak mudah berkarat, tidak larut dalam asam klorida dan asam nitrat, tetapi akan terurai jika dilarutkan dalam air raja (campuran asam klorida dan asam nitrat) dan membentuk asam kloroplatinik. Logam ini hanya dapat berkarat oleh gas helogen, sianida, sulfur, dan alkali. Platina cukup langka di muka bumi sehingga lebih berharga dari emas. Platina hanya kalah dari emas dan perak dalam hal kemudahannya dalam dibentuk. Platina dapat membentuk senyawa dengan arsen, fosfor dan silikon serta dapat membentuk aliase dengan logam-logam lainnya, seperti iridium, nikel, paladium, ruterium, dan rodium.
Batuan Platina
Pembuatan Platina
    Platina tidak biasa dibuat di laboratorium, tetapi banyak dibuat secara komersial. Prose ekstraksi logam ini sangat rumit karena bijih platina tercampur dengan logam-logam lainnya seperti emas, dan paladium. Proses ekstraksi logam ini merupakan produk utama suatu industri atau hanya diproses sebagai produk sampingan. Industri yang khusus menghasilkan platina adalah industri yang memerlukan logam ini sebagai katalis bagi reaksi kimia lainnya.
    Proses pembuatan logam platina pertama kali adalah melarutkan bijih logam ini ke dalam larutan air raja untuk menghasilkan senyawa kompleksnya bersama emas dan paladium. Emas kemudian dipisahkan dengan cara diendapkan oleh besi klorida. Senyawa platina yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan diendapkan untuk meninggalkan larutan paladium. Setelah itu, senyawa platina ini kemudian dibakar untuk menghilangkan zat pengotornya. Proses permurnian selanjutnya ialah dengan melarutkannya kembali kedalam air raja untuk menghilangkan campuran rodium dan iridium dengan menggunakan larutan amonium hidroksida. Logam murni platina didapat  dengan membakar endapan tersebut.

 Alat yang terbuat dari bahan platina
Pemanfaatan Platina
    Platina digunakan dalam aliase untuk perhiasan, peralatan keilmuan, dan wadah. Platina sering dibuat sebagai wadah atau peralatan laboratorium karena sifatnya yang tahan panas dan bahan kimia. Platina juga dapat dimanfaatkan sebagai katalis, misalnya dalam pengubah katalitik pada knalpot mobil yang akan mengurangi jumlah karbon monoksida dan zat pencemar lainnya yang biasa terdapat dalam gas buang. Katalis platina juga digunakan untuk menguraikan molekul-molekul minyak bumi ketika membuat bensin dengan bilangan oktana yang tinggi. Industri kaca juga memakai platina untuk elektoda pelapis dalam sistem pembuatan kaca. Selain itu, platina digunakan untuk titik kontak dalam peralatan listrik dan dalam instrumen untuk mengukur temperatur tinggi.

Peralatan Laboratorium dari unsur platina

Sumber : Ensiklopedi Umum Untuk Pelajar

Wednesday, September 14, 2016

KATAK : AMPIBI YANG DAPAT DITEMUKAN DI SEMUA HABITAT



Katak adalah nama kelompok hewan amfibi tidak berekor dari bangsa Anura yang berkaki empat dan memiliki kemampuan untuk meloncat. Sekitar 4.000 spesies katak dikelompokkan ke dalam beberapa suku, antara lain suku Bufonidae (Bangkong) dan Pipidae (kodok pipid). Hewan ini hidup hampir di semua habitat, kecuali lingkungan yang ekstrem seperti daerah kutub dan puncak gunung tinggi. Selain berperan sebagai konsumen dalam rantai makanan (food web), beberapa jenis katak berperan sebagai sumber makanan bagi manusia.
    Ukuran tubuh katak sangat beragam. Spesies katak terkecil, yaitu katak brazil (Psyllophryne didactyla), memiliki panjang 8,5 mm dan bobot 30 gr. Adapun katak goliath-afrika (Conraua goliath) merupakan spesies terbesar yang panjangnya 30 cm dan bobotnya 3,2 Kg.
Katak Hijau
Anatomi
    Kepala katak yang datar menyatu dengan bagian badan. Kulit katak biasanya tipis, lembab dan tidak bersisik. Akan tetapi, anggota suku Bufonidae seperti bangkong biasa (Bufo bufo) dan bangkong amerika (Bufo Americanus) memiliki kulit yang berbintil-bintil dan beracun. Hewan ini memiliki mata yang besar dan berkelopak. Telinganya tertutup membran tipis di belakang matanya. Mulut katak lebar dan tidak bergigi. Kaki depannya berukuran pendek dan memiliki empat jari. Adapun kaki belakangnya berukuran panjang berjari lima dan berselaput renang.

Berudu
    Pembuahan telur katak biasanya berlangsung di luar tubuhnya. Katak dapat menghasilkan sekitar 10.000 telur yang dilapisi dengan lendir. Lendir tersebut berfungsi untuk melindungi telur dari predator dan udara kering.Pada umumnya, katak mengalami dua tahap perkembangan atau metamorphosis, yaitu berudu atau kecebong dan katak dewasa. Tetapi, beberapa jenis katak dari marga Eleutherodactylus, tidak melewati tahap berudu tetapi langsung menjadi katak kecil. Pada tahap berudu, katak hidup di air, memiliki ekor, bernafas dengan insang dan memakan plankton. Setelah menjadi dewasa, katak bisa hidup di darat, tidak berekor, bernafas dengan paru-paru serta memangsa serangga, cacing dan larva ikan.
 Berudu Katak Bertanduk
 Kecebong

Bio-Indikator Lingkungan
    Karena kebiasaan makannya, katak dapat digunakan untuk mengontrol populasi serangga yang merugikan, terutama nyamuk. Katak juga digunakan sebagai hewan percobaan pada berbagai kegiatan penelitian di bidang anatomi dan embriologi. Para ahli ekologi menjadikan hewan ini sebagai bio-indikator lingkungan karena peningkatan atau penurunan populasi katak terkait dengan status pencemaran lingkungan pada suatu daerah. Selain itu, beberapa jenis katak, sepertikodokbanteng amerika atau bulfrog (Rana catesbeina) dan kodok makanan (R.esculenta) dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan sumber protein, terutama di negara-negara Eropa dan Amerika Utara.
 Katak Pohon Madagaskar
 Kodok Bangkong Hijau
 Katak beracun
Katak Pohon Hijau

JENIS-JENIS ULAR DARI SUKU COLIBRIDAE DI INDONESIA (BAGIAN 2)

1. Ular Air Belang
Ular air belang (Homalopsis buccata) adalah sejenis ular air dari suku Homalopsidae. Ular ini juga disebut ula banyu welang, ular kadut belang, ular sungai, dan sebagainya. Dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Common puff-faced water snake, banded water snake, atau banded puff-faced water snake.
Diskripsi Umum
Panjang tubuhnya mencapai 1,1 m. Bibir bagian atas terdiri dari 10-14 sisik. Sisik loreal bentuknya memanjang, biasanya hanya 1 tetapi kadangkala terbagi menjadi 2 atau 3 dan berhubungan dengan 3 atau 4 sisik pertama bibir atas; sisik internasal 1 atau 2 buah. Sisik frontal terdiri dari sisik kecil-kecil (terfragmen) terutama pada bagian ­posterior. Sisik nasal terbagi oleh alur dari nostril sampai sisik pertama bibir atas. Sisik preokular 1 atau 2. Sisik postokular 2. Sisik temporal kecil-kecil, bagian anterior 1-2 sisik sedangkan bagian posterior 2-4 sisik. Sisik dorsal bagian tengah terdiri dari 35-47 baris (biasanya 35-39 baris) dan berlunas. Sisik-sisik ventral berjumlah antara 155-176. Sisik anal ganda. Sisik-sisik subcaudal berjumlah antara 68-106 dan terdiri dari 2 baris sisi.
Pada ular dewasa, di bagian kepalanya terdapat tanda lurik simetris berwarna coklat tua agak terang yang menutupi kepala dan di tengahnya seperti gambar sayap kupu-kupu berwarna hitam. Di bagian atas moncongnya terdapat tanda segi tiga berwarna hitam yang jelas terlihat. Sedangkan pada bagian muka terdapat garis belang membujur melalui mata, seolah-olah topeng hitam penutup mata. Belang tersebut berujung pada sudut rahang dan menyatu dengan warna coklat kegelapan di bagian tengkuknya. Ciri-ciri di atas umum dimiliki oleh semua jenis dari genus Homalopsis. Bedanya, pada jenis Homalopsis buccata, punggungnya berwarna dasar coklat keabu-abuan atau coklat merah bata dengan kurang lebih 19-29 belang berwarna coklat tua agak terang (serupa dengan warna penutup kepala) yang tepinya hitam. Bagian sisi badan dan perut keputih-putihan atau putih kekuning-kuningan dengan bercak-bercak coklat kehitam-hitaman, terutama banyak terdapat pada bagian tengah sampai ekor.
Pada ular yang masih muda, warna tubuhnya lebih terang (menyala). Warna dasar kepalanya kemerah-merahan dan terdapat tanda seperti pada ular dewasa. Bagian punggungnya berwarna merah kecoklat-coklatan yang terang, dengan beberapa belang-belang coklat kekuning-kuningan. Bagian perutnya putih kekuning-kuningan.

Kebiasaan
Ular ini seringnya ditemukan di daerah perairan tawar dataran rendah maupun air payau, ular ini paling sering ditemui di pinggir-pinggir sungai yang mengalir pelan. Makanannya berupa ikan dan katak. Ular yang jantan lebih besar dan panjang daripada yang betina. Berkembangbiak dengan cara ovovivipar, melahirkan sekitar 33 anak..

Penyebaran
India timur laut (Benggala), Nepal tenggara, Bangladesh; Malaysia (Malaya); Singapura; Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand; Indonesia (Sumatra, Kepulauan Riau, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi);

2. Ular Cecak
  Ular cecak atau sering pula disebut sebagai ular rumah adalah sejenis ular kecil dari suku Colubridae. Dinamai demikian karena ular ini kerap dijumpai di dalam rumah, di sekitar dapur atau almari, untuk memburu cecak yang menjadi kegemarannya. Nama ilmiahnya adalah Lycodon capucinus dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai common wolf-snake, merujuk pada gigi yang memanjang menyerupai taring serigala di bagian muka rahangnya (bahasa Gerika: lycos, serigala; don, gigi).

Diskripsi Umum
Ular bertubuh kecil sampai sedang yang ramping dan gesit, panjang total maksimal mendekati 60 cm. David dan Vogel (1997) menyebutkan panjang maksimal sekitar 550 mm, dengan kisaran ukuran hewan dewasa umumnya antara 450–500 mm.
Punggung (dorsal) berwarna coklat atau coklat agak keunguan, dengan sebagian sisik bertepi putih membentuk pola belang (atau jala) samar-samar seperti bekas cat yang terhapus. Kepala berwarna coklat kurma, dengan warna putih atau keputih-putihan di bibir atas dan di tengkuk, kadang-kadang dengan sedikit warna kuning belerang. Perut (ventral) berwarna putih atau kekuningan.
Sisik-sisik dorsal dalam 17 deret di tengah badan dan 15 deret di dekat ekor. Sisik-sisik ventral 178–224 buah, sisik anal sepasang atau berbelah, sisik subkaudal (di bawah ekor) 57–80 pasang. Sisik-sisik supralabial (bibir atas) berjumlah 9 buah, no. 3–5 atau no. 4–5 menyentuh mata. Di atas bibir, di antara sisik postnasal (hidung) dan orbit (mata) terdapat dua buah sisik, yakni sisik loreal (pipi) dan preokular. Sisik loreal panjang dan bersentuhan dengan sisik internasal, preokular bersentuhan dengan perisai frontal.

Ekologi dan penyebaran
Ular cecak sering dijumpai memasuki rumah, dapur atau bangunan lainnya, tidak jarang pula didapati di lingkungan perkotaan. Ular yang aktif di malam hari (nokturnal) ini lebih banyak menjalar di atas tanah (terestrial), meski pandai pula memanjat pepohonan (arboreal), tebing dan dinding berbatu, hingga ke atap rumah. Pada siang hari, ular cecak lebih memilih tidur bergelung di tempat persembunyiannya di bawah tumpukan kayu, batu, rekahan tebing, atau di sudut-sudut rumah yang kelindungan. Seperti dicerminkan oleh namanya, mangsa kesukaannya adalah aneka jenis cecak; akan tetapi ia pun tidak menolak mangsa berupa kadal atau tikus kecil. Ular cecak menjadi dewasa ketika berumur sekitar dua tahun. Betinanya bertelur hingga sekitar 11 butir.
Ular cecak menyebar luas mulai dari Burma di barat, Cina tenggara, hingga Hong Kong di sebelah timurnya. Ke selatan: Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Semenanjung Malaya hingga Singapura. Juga Kepulauan Andaman, Maladewa, Indonesia, Filipina, hingga ke Kepulauan Cook di Samudera Pasifik (Australia).
Di Indonesia ular ini tercatat dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Sumbawa, Sumba, Komodo, Flores, Lomblen, Alor, Sawu, Roti, Timor, Wetar, Babar, Kalao, Selayar, Buton, dan Sulawesi.

3. Ular Birang
Birang (Oligodon octolineatus) adalah sejenis ular yang bertubuh kecil, anggota suku Colubridae. Ular ini juga dikenal sebagai ular pitar atau dalam bahasa Inggris, Striped Kukri Snake.
Birang adalah sejenis ular yang cantik. Warnanya kecoklatan dengan 3-4 pasang garis atau pita hitam memanjang, yang paling atas paling tebal (octolineatus berarti: dengan delapan garis). Pita jingga atau merah terang metalik berjalan tepat di atas tulang punggungnya (vertebrae) hingga ke ekor, yang merupakan ciri khas ular ini. Demikian pula pola coreng simetris kehitaman di atas kepalanya, yang menjadi pertanda kebanyakan marga Oligodon.
Diskripsi Umum
Sisi bawah tubuh putih di sebelah depan (anterior) dan kemerahan sampai merah jambu di bawah ekor. Panjang tubuh hingga sekitar 70 cm. Sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 17 deret. Sisik ventral (perut) berjumlah 155-197, sisik anal tunggal, dan sisik subkaudal antara 43-61 pasang. Sisik bibir atas (supralabial) 6 pasang, yang ke-3 dan ke-4 menyentuh mata.Dinamai juga ular kukri dalam bahasa Inggris, berdasarkan bentuk taringnya yang terletak di mulut bagian belakang. Kukri adalah pisau khas yang biasa digunakan tentara Gurkha.

Kebiasaan dan penyebaran
Kerap kali ditemui di dataran rendah, birang diketahui hidup hingga ketinggian 1.000 m dpl. Habitatnya meliputi hutan, kebun atau taman, kebanyakan ular kecil ini aktif di malam hari (nokturnal). Di wilayah sebarannya, ular ini sering terlihat menyeberangi jalan aspal yang hangat di malam hari.Ular ini memangsa kecebong, kodok, kadal, dan juga ular lain; serta telur-telur burung, kadal dan kodok. Birang bertelur hingga 4-5 butir sekali.
   Birang termasuk jinak, tidak suka menggigit jika ditangkap atau dipegang dengan hati-hati. Bila merasa terganggu, ia mengeluarkan semacam bau tidak enak dari pangkal ekornya. Terkadang untuk menghindari gangguan, ular ini menyembunyikan kepalanya di bawah badannya yang bergelung dan memperlihatkan sisi bawah ekornya yang kemerahan.Birang menyebar di Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Nias, Bangka, Belitung, Kepulauan Riau, Jawa, Sulawesi, Kalimantan (termasuk Sarawak, Sabah, Brunei), dan juga Sulu.

4. Ular Siput
Ular siput (Pareas carinatus) adalah sejenis ular kecil anggota suku Colubridae. Dinamai demikian baik karena mangsa utamanya adalah aneka siput kecil, maupun karena gerakannya yang lamban seperti mangsanya itu. Dalam bahasa Inggris ular ini dikenal sebagai keeled slug-snake atau keeled slug-eating snake, merujuk pada sisik-sisik vertebralnya yang berlunas rendah (keeled).

Diskripsi Umum
Ular kecil yang bertubuh ramping, cenderung kurus. Panjang tubuh total hingga sekitar 60 cm. Coklat kusam, coklat muda atau coklat agak kekuningan di sisi sebelah atas, dengan belang-belang hitam yang tipis dan samar-samar di sepanjang tubuhnya, kecuali pola X memanjang berwarna hitam tegas di atas tengkuk. Sisi bawah tubuh (ventral) kuning atau kekuningan, dengan bintik-bintik halus gelap atau kemerahan. Kepala menjendol besar dengan moncong tumpul agak janggal. Mata relatif besar, dengan iris berwarna kuning kecoklatan. Ekor kurus meruncing.
Ular ini tidak memiliki celah lurus di antara perisai-perisai dagunya (mental groove). Di antara perisai nasal (hidung) dan mata terdapat dua buah perisai, yakni loreal dan preokular. Perisai labial (bibir) atas 7–9 buah, dipisahkan dari mata oleh 2–4 sisik kecil-kecil. Sisik-sisik dorsal (punggung) dalam 15 deret di tengah badan, sisik-sisik vertebral (yang paling atas, di atas tulang punggung) sedikit membesar dan berlunas rendah. Perisai-perisai ventral (perut) berjumlah 170–184 buah; perisai anal (dubur) tunggal; perisai subkaudal (bawah ekor) 60-88 buah, tak berpasangan.

Kebiasaan, anak jenis dan penyebaran
Aktif di malam hari (nokturnal), ular siput biasa ditemui di hutan-hutan dataran rendah dan hutan pegunungan yang basah, lingkungan perkebunan hingga ke dekat permukiman. Sering memanjat vegetasi penutup tanah di tempat-tempat lembap, ular ini memburu dan memangsa aneka siput dan siput tak bercangkang. Tak jarang pula ular ini ditemukan menjalar perlahan di lantai hutan dan di dekat batang air. Catatan dari Berastagi menunjukkan bahwa ular ini didapati hingga ketinggian 1.300 m dpl. Ular siput bertelur hingga 8 butir.
   Ular ini tidak berbisa, bahkan tak dapat menggigit manusia. Akan tetapi perilakunya ketika merasa terancam mirip dengan ular berbisa; leher dan tubuh bagian depan ditarik melengkung membentuk huruf S, kemudian secepat kilat ular ini mematuk ke depan. Namun sesungguhnya mulutnya terlampau sempit untuk membuka dan menggigit ujung jari sekalipun. Dengan demikian sebetulnya gerakan itu hanya berfungsi untuk menakut-nakuti si pengganggu belaka, tanpa dapat melukai sedikitpun. Celakanya, karena perilakunya itu ular siput kerap dibunuh orang. Karena lambannya, ular ini juga tidak jarang tergilas kendaraan ketika menyeberang jalan atau bahkan tidur bergelung di jalan yang hangat di waktu malam.

Pareas carinatus memiliki dua anak jenis:
  • P.c. carinatus menyebar luas di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Cina selatan (Yunnan), Semenanjung Malaya, serta Indonesia (Borneo, Sumatra, Jawa, Bali, dan Lombok).
  • P.c. unicolor (Bourret, 1934) terbatas di Kamboja.
Jenis yang serupa
Ular siput belang (Pareas nuchalis) memiliki ciri-ciri, bentuk tubuh dan perilaku yang amat serupa dengan Pareas carinatus. Keduanya sulit untuk dibedakan, kecuali dengan menghitung jumlah sisik-sisiknya. P. nuchalis memiliki 8-9 perisai labial atas, 207–218 perisai ventral, dan 105–108 perisai subkaudal. Ular ini ditemukan terbatas (endemik) di Borneo, di hutan-hutan dataran rendah tidak lebih dari ketinggian 500 m dpl.

5. Ular Jali
  Ular jali atau ular koros adalah sejenis ular pemakan tikus yang rakus, karena itu kerap disebut pula sebagai ular tikus. Namanya dalam bahasa lain adalah oray lingas (Sd.), ula jali, ula koros atau ula kayu (Jw.), dan Indo-Chinese rat snake (Ingg.). Nama ilmiahnya adalah Ptyas korros (Schlegel, 1837).
  Selain ular jali, ada beberapa jenis lain yang juga dijuluki 'ular tikus'. Di antaranya adalah ular babi (Coelognathus flavolineatus), ular sapi (Coelognathus radiatus) dan ular bajing (Gonyosoma oxycephalum). Kesemuanya adalah pemburu tikus yang efektif di sawah-sawah, pekarangan rumah, bahkan sering hingga masuk ke atap rumah.
  Ular jali menyebar luas mulai dari India, Bangladesh, Tiongkok (termasuk Hainan dan Hong Kong), Taiwan, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Jawa dan Bali; serta Borneo.

Deskripsi tubuh
  Ular jali bertubuh cukup besar, hingga 2 meter panjangnya. Sisi atas tubuh (dorsal) berwarna coklat muda kekuningan hingga abu-abu kehitaman. Bagian sebelah depan (anterior) biasanya berwarna lebih terang dari ekornya yang kehitaman. Sisik-sisik di atas ekor bertepi hitam, sehingga terkesan bergaris-garis seperti memakai stocking hitam.
  Sisi bawah tubuh (ventral) berwarna kekuningan sampai kuning terang. Matanya berukuran besar. Kerabatnya yang mirip adalah Ptyas mucosus; dibedakan dengan adanya loreng-loreng hitam di bibirnya dan di tubuh bagian belakang. P. mucosus umumnya juga bertubuh lebih besar, hingga lebih dari 3 m panjangnya.

Kebiasaan hidup dan konservasi
   Ular jali kerap ditemui di sawah-sawah, kebun dan pekarangan, dan terutama dekat tepi sungai. Mangsa utamanya adalah hewan pengerat, terutama tikus. Namun iapun tidak menolak mangsa yang lain semisal kadal dan kodok. Ular jali aktif di pagi hingga sore hari, berkeliaran mencari mangsa di atas tanah. Ia juga pandai memanjat pohon dan semak, walaupun jarang memanjat hingga tinggi.
  Karena berbisa lemah, ular ini sebetulnya tidak suka menggigit dan mudah dijinakkan sehingga cocok dijadikan hewan timangan (pet animal). Para petani yang mengenalinya biasanya melarang anak-anaknya mengganggu ular ini, dan membiarkannya berkeliaran di sekitar rumah. Ular jali termasuk pemburu tikus yang efektif.
  Kini ular jali termasuk salah satu jenis ular yang banyak diburu untuk diambil kulitnya yang berharga. Ribuan ekor ular ini setiap bulannya ditangkapi dan diekspor kulitnya. Kadang-kadang bahkan ular ini dikirim hidup-hidup. Menghilangnya ular jali dan beberapa jenis ular pemakan tikus lainnya dari persawahan dan pekarangan, dipercaya meningkatkan populasi tikus yang menjadi hama sawah. Karena itu, semenjak beberapa tahun silam, di Yogyakarta berlangsung gerakan melepaskan ular ke sawah. Aksi yang dilakukan petani ini (terutama di Kabupaten Sleman) diharapkan dapat mengendalikan populasi tikus di desanya.

6. Ular Tikus India
Bandotan Macan (Ptyas mucosa) atau Ular tikus India, atau Dhaman (nama hindi), adalah jenis umum Ular dari keluarga Colubridae yang ditemukan di wilayah Asia Selatan dan Tenggara. Hewan ini berukuran besar, bisa tumbuh sampai 2 m (6,6 ft) dan kadang-kadang bahkan sampai 3 m (9,8 ft). Warna tubuh mereka beragam dari coklat pucat di daerah kering sampai hampir hitam di daerah hutan lembab. Hewan ini aktif di siang hari (diurnal), kadang hidup di pohon (semi-arboreal), tidak berbisa, waspada, cepat bereaksi, dan bergerak dengan cepat. Mangsa hewan ini beragam, namun hewan ini seing ditemukan di wilayah perkotaan dimana binatang pengerat seperti tikus banyak berkembang.

Sebaran Geografis
Hewan ini dapat ditemukan di Afghanistan, Bangladesh, China (Hainan, Hubei, Fujian, Guangdong, Guangxi, Hong Kong, Jiangxi, Tibet, Yunnan, Zhejiang), India, Indonesia (Sumatra, Jawa), Iran, Kamboja, Laos, Malaysia barat, Myanmar, Nepal, Pakistan (wilayah Sindh), Sri Lanka, Taiwan, Thailand, Turkmenistan, dan Vietnam.

Pemangsa
Hewan dewasa ini jarang memiliki pemangsa alami selain Ular anang atau Raja kobra yang tersebar di wilayah yang sama. Hewan yang masih muda biasanya dimangsa oleh Burung pemangsa, reptil yang berukuran lebih besar dan mamalia berukuran sedang. Pemburuan manusia terhadap Ular keluarga Colubridae di China dan Indonesia demi mendapatkan kulit dan dagingnya telah menimbulkan banyak kematian hewan ini. Peraturan dagang dan panen terhadap hewan yang ada sering diabaikan.

Perilaku
   Hewan dewasa menunjukkan prilaku yang tidak biasa untuk Ular dari keluarga Colubridae. Hewan ini menaklukukan mangsanya dengan mendudukinya, bukan dengan membelitnya. Hewan ini bergantung pada berat badannya untuk melemahkan mangsanya. Hewan jantan mendirikan batas wilayah kekuasaannya melalui sebuah ritual tes kekuatan dimana kedua jantan saling memilin tubuh masing-masing. Pengamat awam kadang salah mengartikan ini sebagai sebuah 'tarian kawin' antara pasangan
   Hewan dewasa bisa mengeluarkan suara menggeram dan membusungkan leher ketika terancam. Ini barangkali menunjukkan Mimikri dari Ular anang yang tersebar di wilayah yang sama. Kemiripan ini malah sering menjadi senjata makan tuan di daerah pemukiman manusia, dimana hewan tidak berbahaya yang sangat berjasa karena memangsa hama tikus ini dibunuh karena dikira ular anang atau Ular sendok yang berbahaya.

7. Ular Picung
  Ular picung adalah sejenis ular berbisa dari suku Colubridae yang banyak ditemukan di negara-negara Asia tenggara. Nama ilmiahnya adalah Rhabdophis subminiatus (Schlegel. Dalam bahasa Sunda disebut oray picung, merujuk pada warna merah di tengkuknya yang menyerupai warna buah picung (Pangium edule). Dalam bahasa Jawa ular ini dikenal sebagai Pudak bromo juga Wedudak srengéngé (ular beludak matahari) karena warna tengkuknya menyerupai cahaya matahari di pagi hari. Sedangkan dalam bahasa Inggris dinamai Red-necked Keelback. 1837).
  Ular ini umumnya dijumpai di kawasan dekat perairan, danau, rawa, kebun, atau sawah. Panjangnya dapat mencapai 1,3 meter meskipun kebanyakannya tidak mencapai satu meter. Ia aktif di siang hari dan memangsa katak dan ikan. Ia memiliki warna yang menarik dan bersifat tidak terlalu agresif sehingga meskipun berbisa tinggi awalnya banyak yang mengira bahwa ular ini tidak berbahaya dan menjadikannya sebagai binatang peliharaan atau binatang timangan. Belum ditemukan anti venin untuk bisa dari ular ini.
Ular yang bertubuh kecil ramping. Panjang tubuh maksimal mencapai 130 cm pada ras-ras utara, namun ras Sumatra hanya mencapai panjang 80 cm dan umumnya sekitar 60 cm saja (David and Vogel, 1996).

Diskripsi Umum
  Kepala hewan dewasa berwarna hijau batu (hijau zaitun gelap) di sisi atas, dengan warna kuning dan merah terang di belakangnya sampai ke tengkuk. Bibir berwarna kuning atau kekuningan, dengan coret hitam serupa koma di bawah mata (pada sisik labial no 5 dan 6), dan mungkin pula terdapat beberapa bintik hitam pada sisik-sisik labial di mukanya. Pada hewan muda, terdapat sebuah pola hitam di belakang kepala di depan warna kuning di atas leher.
  Dorsal (sisi atas tubuh) kecoklatan atau coklat zaitun, merata atau dengan pola-pola hitam dan kuning muda serupa jala. Sisi ventral (bawah tubuh) berwarna kekuningan, dengan bintik-bintik hitam pada tepi sisik ventral.
  Sisik-sisik dorsal dalam 19 deret, semua berlunas kuat kecuali satu deret terbawah. Sisik-sisik ventral 132-175 buah, sisik anal (penutup anus) berpasangan, sisik-sisik subkaudal (di bawah ekor) 65-87 pasang. Perisai labial (bibir) atas berjumlah 8 buah, yang ke-3 hingga ke-5 menyentuh mata. Dua buah sisik anterior temporal terdapat di masing-masing sisi kepala. Lubang hidung mengarah ke samping.

Ekologi dan Penyebaran
  Sisik-sisik dorsal, semua berlunas kuat kecuali pada deret yang terbawah.Ular picung merupakan ular daratan yang hidup tidak jauh dari perairan. Ia menghuni hutan-hutan hujan dataran rendah hingga hutan pegunungan bawah sampai ketinggian sekitar 1200 m dpl., namun paling sering ditemukan di hutan sekunder, belukar serta lingkungan pertanian dan pemukiman di sekitarnya. Ular picung terutama menyukai lingkungan dekat sungai, saliran, rawa, sawah dan kolam, di mana ular ini dapat berenang dengan baik.
  Ular ini juga sering didapati di antara rerumputan atau herba tepi air yang lebat, memburu kodok, berudu dan ikan kecil-kecil. Di Jawa, ular ini kerap ditemui menjalar di pekarangan dan dihalaman rumah di pedesaan. Ular picung bertelur hingga 14 butir. Ular picung menyebar luas mulai dari India (Assam ?, Sikkim; Arunachal Pradesh), Nepal, Bhutan, Bangladesh, China (Yunnan, Guangxi, Guangdong, Fujian, Hong Kong, Hainan), Burma, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya dan Indonesia (Sumatra, Jawa, Sulawesi). Stuebing and Inger (1999) tidak mencantumkannya dalam daftar ular Borneo, demikian pula David and Vogel (1996).

Bisa
  Ular picung sebelumnya dikenal sebagai ular yang tak berbahaya, atau berbisa lemah. Sebagaimana umumnya anggota suku Colubridae, taring ular ini terletak di rahang atas bagian belakang dan berukuran kecil saja. Oleh karena warnanya yang cemerlang, ular ini kerap dipelihara orang dan dijadikan hewan timangan . 
  Meskipun mudah jinak, ular ini sukar diperkirakan sifatnya dan tiba-tiba saja dapat menggigit pemeliharanya tanpa tanda-tanda khusus. Kebanyakan gigitan ular ini agaknya tidak menimbulkan gejala-gejala keracunan. Namun demikian ada kasus-kasus tertentu di mana terjadi kehilangan total terhadap system pembekuan darah oleh karena bisa ular ini.
  Bisa ular picung menimbulkan efek yang dapat membahayakan jiwa korban, yakni berupa menurunnya kemampuan pembekuan darah sehingga terjadi pendarahan pada organ-organ dalam tubuh. Beberapa korban memerlukan perawatan serius di rumah sakit untuk memulihkan sistem peredaran darahnya yang terganggu oleh bisa (Seow dkk., 2000).
  Kasus semacam ini diyakini cukup banyak terjadi dan pada beberapa negara seperti Singapura dan A.S kasusnya tercatat dengan baik. Oleh sebab itu, beberapa kalangan menganjurkan agar ular ini dikategorikan sebagai ular yang berbahaya atau yang harus ditangani secara hati-hati.

8. Ular Serasah
Ular serasah adalah sejenis ular yang tidak berbisa. Nama ilmiahnya adalah Sibynophis geminatus (Boie, 1826). Namanya dalam bahasa Inggris adalah collared snake atau striped litter snake. Panjang tubuh keseluruhan umumnya sekitar 50cm, namun ada pula yang melebihi 60cm. Kepala dan badan hampir tidak berbeda, sehingga bentuknya mirip pensil panjang atau tombak kecil (sibyn = tombak, ophis = ular).

Diskripsi Umum
Ciri utamanya terletak pada kalung tebal berwarna kuning jingga di tengkuk, dengan sepasang pita kuning agak jingga kecoklatan yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan). Warna punggung selebihnya coklat tua kemerahan, dengan garis hitam halus putus-putus di antara warna coklat dengan pita kuning. Kepala coklat muda, dengan bibir atas berwarna putih menyolok. Sisi bawah tubuh (ventral) kuning di bawah leher, kuning muda sampai putih kehijauan di sebelah belakang; dengan bercak-bercak hitam beraturan di batas lateral. Iris mata berwarna kekuningan.
  Bagi yang tidak mengenalnya, ular ini kerap dikelirukan dengan ular cabai (Maticora intestinalis) yang berbisa, yang hampir sama besarnya. Padahal ular serasah selain tidak berbisa juga jinak, tidak mau menggigit. Sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 17 deret. Sisik ventral berjumlah 144-180, sisik anal berbelah, dan sisik subkaudal antara 73-96 pasang. Sisik bibir atas (supralabial) 8 pasang, yang ke-3 sampai ke-5 menyentuh mata. (Stuebing and Inger, 1999).

Kebiasaan dan Penyebaran
  Seperti namanya, ular ini kerap menyusup-nyusup serasah atau rerumputan sehingga jarang teramati. Tempat yang disukainya adalah wilayah berpohon-pohon atau berumpun bambu tidak jauh dari aliran sungai. Namun di Darmaga, Bogor, ular ini didapati pula di sekitar gedung kampus Institut Pertanian Bogor dan di lingkungan perumahan. Tidak banyak yang diketahui mengenai kebiasaan ular ini selain bahwa ia aktif di siang hari (diurnal). David dan Vogel (1996) menyebutkan bahwa tampaknya ular ini terutama memangsa jenis-jenis kadal.
  Ular ini tercatat ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Sarawak dan Sabah; kemungkinan terdapat pula di bagian lain pulau Kalimantan. Ular serasah kepala hitam (Sibynophis melanocephalus) memiliki sepasang pita di sepanjang tubuhnya, yang putus-putus oleh belang-belang gelap atau dengan bintik-bintik besar berwarna gelap. Kepala dihiasi dengan bintik-bintik terang, dan tidak memiliki kalung berwarna terang di tengkuknya.

9. Ular Kisik
  Ular kisik adalah sejenis ular dari suku Colubridae. Dalam bahasa Jawa ular ini dikenal sebagai Lareangon (ular anak gembala) karena ular yang jinak ini biasa menjadi permainan anak-anak gembala di Jawa Tengah. Namanya dalam bahasa Inggris adalah striped keelback, merujuk pada garis-garis memanjang dan bentuk sisik-sisik punggungnya yang berlunas (keeled). Nama ilmiahnya adalah Xenochrophis vittatus (Linnaeus, 1758).

Diskripsi Umum
  Ular kisik umumnya bertubuh kecil ramping. Panjang tubuh maksimal mencapai 70 cm, namun umumnya hanya sekitar 50 cm. Ekornya sekitar seperempat dari seluruh panjang tubuhnya. Kepala berwarna hitam di bagian atas, dengan coret-coret putih yang berpola simetris. Moncong agak kemerahan seperti warna daging. Dorsal (sisi atas tubuh) dengan sepasang pita coklat kuning keemasan di atas warna hitam. Di bagian muka (anterior) masing-masing pita ini terbagi lagi oleh garis hitam tipis. Sisi ventral (bawah tubuh) berwarna putih, dengan garis-garis hitam pada tepi sisik ventral yang memberikan kesan warna lorek. 
  Sisik-sisik dorsal dalam 19 (19-19-17) deret, berlunas kecuali satu-dua deret terbawah. Sisik-sisik ventral sekitar 149 buah, sisik anal (penutup anus) berpasangan, sisik-sisik subkaudal (di bawah ekor) 80 pasang.  Perisai labial (bibir) atas berjumlah 9 buah, yang ke-4 hingga ke-6 menyentuh mata, putih dengan tepi belakang berwarna hitam. Labial bawah 10, no 4-7 membesar. Sebuah sisik anterior temporal terdapat di masing-masing sisi kepala. Lubang hidung mengarah ke samping.

Ekologi dan Penyebaran
  Ular kisik merupakan ular darat yang hidup tidak jauh dari perairan. Ia menghuni hutan-hutan hujan dataran rendah hingga hutan pegunungan bawah sampai ketinggian sekitar 1200 m dpl., serta lingkungan pertanian dan pemukiman di sekitarnya. Ular kisik terutama menyukai lingkungan dekat sungai, saliran, rawa, sawah dan kolam, di mana ular ini dapat berenang dengan baik. 
  Ia sering didapati menyelusup di antara rerumputan atau herba tepi air yang lebat, memburu kodok, berudu dan ikan kecil-kecil. Tidak jarang, pada saat matahari terbit ular ini telah terlihat menjalar di antara tanaman padi di sawah. Ular kisik juga kerap berkeliaran di pekarangan dan halaman rumah, terutama dekat genangan air. 
  Ular ini tidak seberapa takut dengan manusia. Anak-anak di pedesaan di Banyumas sering menangkapnya untuk dijadikan permainan karena ular ini tidak menggigit. Hanya saja, apabila merasa terganggu, ular kisik mengeluarkan bau tidak enak yang keras dari kelenjar di dekat anusnya. Apabila terjadi demikian, biasanya ular ini segera dilepaskan kembali oleh anak-anak tersebut. 
  Ular kisik terbatas menyebar di Sumatra, termasuk beberapa pulau di sekitarnya seperti Pulau We dan Bangka dan Jawa. Diintroduksi ke Singapura. Ular kisik bertelur hingga delapan butir.

Sumber Referensi : Wikipedia Indonesia