"SELAMAT DATANG DI BLOG GEOGRAFI LINGKUNGAN""(EKOGEO)"

Friday, September 29, 2017

JENIS-JENIS MINERAL BUKAN LOGAM

   Ada 2 jenis utama mineral bukan logam. Yang pertama adalah mineral yang tidak mengandung unsur logam didalamnya. Contohnya adalah kwarsa, intan, grafit, belerang dan air. Jenis mineral bukan logam yang kedua adalah mineral-mineral yang mengandung unsur logam tetapi tidak digunakan sebagai cebakan mineral. Contohnya adalah kalsit yang mengandung logam kalsium. Batu gamping dan batu kapur dimanfaatkan bukan untuk diambil logam kalsiumnya, tetapi dipakai sebagai kalsium karbonat dalam industri untuk pembuatan baja, gelas dan semen. Mineral golongan silikat banyak mengandung unsur logam tetapi sering dinamakan mineral bukan logam. Contohnya adalah mineral talkum yang dipakai bukan karena mengandung unsur magnesium, tetapi karena sifatnya yang lunak. Silikat adalah mineral yang paling banyak macamnya didalam kerak Bumi: jumlahnya lebih dari 600 macam.
   Batas antara cebakan dan mineral bukan logam sesungguhnya tidak terlalu tegas. Garam dapur yang didapat sebagai mineral dengan unsur natrium dan klorida, biasanya dianggap mineral bukan logam. Tetapi sebagian dipakai juga untuk menghasilkan logam natrium dengan cara elektrolisa. Diantara mineral bukan logam yang mempesonakan adalah batu permata, yang dinilai tinggi karena keindahan, kekerasan dan langkanya. Adapula mineral bukan logam yang berbentuk serat, yaitu asbes. Serat asbes digunakan sebagai bahan kain tahan api dan sebagai bahan penyekat. Berikut ini adalah mineral-mineral dari jenis bukan logam :
1. Asbes Krisotil : Sekelompok mineral berbentuk serabut . Dipakai sebagai bahan kain tahan panas dan isolator. Sumber yang penting dari serat asbes adalah sejenis serpentin yang disebut krisotil.
1.b Asbes : Serat asbes digunakan sebagai bahan kain tahan api dan sebagai bahan penyekat.
2. Beril : Membentuk kristal bersisi enam, berbintik-bintik hijau biru atau kuning. Mineral silikat ini selain sebagai sumber metal beril juga banyak dipakai sebagai batu perhiasan seperti jamrud (hijau) dan akwamarin (biru muda)
3. Feldspar : Kelompok mineral silikat yang paling penting dan ditemukan pada hampir semua batuan beku dan metamorf. Ada dua jenis mineral utama dalam kelompok ini yaitu felspar alkali dan felspar natrium-kalsium.
4. Fluorit (Kalsium Fluorida) Mineral dengan warna-warna ungu, biru, hijau atau kuning. Kristalnya berbentuk kubus dengan sifat pendar flour bila disinari cahaya ultraviolet.
5. Batu Giok : Nama yang diberikan untuk mineral silikat yang banyak dipakai sebagai perhiasan. Batu giok yang paling berharga adalah Jedeit dan yang lebih sering ditemukan adalah Neferit atau batu hijau.
6. Grafit : Terdiri dari unsur Karbon, merupakan mineral paling lunak. Berwarna hitam dengan struktur pipih, sehingga berguna sebagai pelumas. Secara kimia Grafit sama dengan Intan. Bahan pembuat pensil dan wadah untuk melebur logam.
7. Gipsum :(Kalsium sulfat) Merupakan endapan pejal yang menyerupai batu kapur. Banyak digunakan sebagai bahan cat dan papan tempel. Bentuk kristalnya disebut selenit. Alabaster adalah bentuk gipsum yang paling padat.
8. Intan : Terbentuk dari unsur karbon, merupakan mineral paling keras. Jenis yang baik dapat dipotong menjadi batu permata yang paling indah. Yang lainnya dipakai dalam industri sebagai bahan penggosok. Bort dan Karbonado adalah nama-nama Intan hitam. Tambang intan paling terkenal terdapat di Kimberley, Afrika Selatan. Penghasil utama bort adalah Brasil
9. Kalsedon : Mineral silika yang berwarna menarik . Ada yang merah darah, biru dan ada yang memperlihatkan cincin warna dan ada pula yang berselang-seling dengan warna putih
10. Kalsit (Kalsium karbonat) Salah satu mineral yang paling banyak terdapat. Bentuk kristalnya mempesona, salah satu diantaranya adalah Iceland-spar yang memperlihatkan sifat pembiasan ganda. Bila mineral ini kita letakkan diatas suatu obyek, bayangan akan terlihat ganda.
11. Korundum (Aluminium oksida) Mineral paling keras sesudah Intan, sehingga sering digunakan sebagai bahan penggosok. Amril adalah jenis yang merupakan percampuran dengan magnetit dan hematit. Beberapa jenis Korundum membentuk kristal yang indah sehingga dijadikan perhiasan seperti nilam (biru) dan merah/delima(merah).
12. Kwarsa (Silika dioksida) Ditemukan pada hampir semua batuan dan cebakan mineral. Kwarsa murni sangat bening, disebut kristal batu. Kwarsa yang bening mempunyai sifat listrik tertentu sehingga banyak dipakai dalam industri elektronika. Kwarsa berwarna seperti ametis (ungu) sitrin (kuning) dan kwarsa berasap (hitam) banyak dipakai sebagai perhiasan.
13. Mika : Kelompok mineral silikat berbentuk lembar-lembar tipis dengan kilap mutiara. Mineral mika yang banyak terdapat dialam adalh muskovit dengan kristal segi enam dan garis tengah hingga 2 meter. Mineral lainnya yang banyak terdapat adalah biotit yang berwarna hitam atau hijau tua.
14. Rijang : Disebut juga batu api, suatu bentuk silika yang didapatkan didalam batu kapur. Membentuk bintil berwarna abu-abu hingga hitam. Jika dibelah menghasilkan pinggiran yang tajam, sehingga banyak dipakai manusia purba untuk membuat alat-alat.
15. Sulfur : Berwarna kuning, banyak didapat didaerah vulkanik dan juga biasanya terdapat bersama kubah garam. Endapan jauh dibawah permukaan, ditambang dengan proses Frasch yang memompakan air panas kedalam endapan itu lalu memompa kembali larutan ke permukaan. Mineral ini penting dalam industri, digunakan untuk membuat asam sulfida.
16. Topas : Mineral silikat yang sering juga dipakai sebagai perhiasan. Mineral ini bewarna kuning tetapi menjadi merah jambu bila dipanaskan. Seringkali terdapat bersama endapan kasiterit.
16. b. Topas Mineral yang tingkat kekerasannya berada pada urutan ketiga setelah Intan dan Korundum, sering juga digunakan sebagai perhiasan
17. Turmalin : Mineral bukan logam yang sering ditemukan di daerah kars dan merupakan hasil dari perubahan bentuk melalui tekanan dan suhu yang tinggi.
18. Zirkon : Mineral silikat yang keras. Banyak yang dijadikan perhiasan. Ada yang tidak bewarna, kemerah-merahan atau warna asap. Cebakan utama dari logam zirkonium.
19. Zirkon merah : Mineral silikat yang keras berwarna kemerah-merahan dan sering dijadikan perhiasan.

Tuesday, September 26, 2017

BETET : BURUNG PENIRU SUARA

    Betet merupakan nama kelompok burung dari suku Psittacidae dan termasuk dalam bangsa Psittaciformes. Suku Psittacidae mencakup sekitar 320 spesies burung. Sebagian besar spesies betet memiliki bulu yang cemerlang, meskipun ada yang berwarna abu-abu, hitam, atau cokelat. Betet mempunyai ciri-ciri paruh yang berbentuk kait, tungkai pendek, dan kaki yang mampu memanjat dengan baik. Habitat betet tersebar luas di wilayah beriklim sedang di bagian selatan.

Betet
    Suku betet (Psittacidae) meliputi empat subsuku yaitu : Strigopinae (mencakup semua spesies kakapo dari Selandia Baru), Cacatuinae (mencakup 17 spesies burung kakatua), Psittacinae (mencakup lebih dari 200 spesies betet yang terdapat di Amerika, Afrika, Asia dan Australia), dan Loriinae (mencakup nuri dan nuri kecil, betet kerdil, betet pematuk kayu, betet kaka, betet kea, dan betet padang rumput).
Betet Love Bird

Pakan dan Perkembangbiakan
    Makanan utama betet adalah buah-buahan dan biji-bijian, namun ada juga yang memakan serangga. Pada umumnya, betet membuat sarang di liang pepohonan, tetapi mereka kadang-kadang juga membuat sarang di liang-liang dalam kaktus, sarang semut, batu karang atau di bangunan gedung. Saatbertelur, betet menghasilkan 2-4 butir telur yang kemudian akan dierami oleh betina selama 3-4 minggu hingga menetas. Anak betet yang lahir baru dapat terbang setelah berusia sekitar tiga bulan.
    
Nuri Bayan
Bayan
    Bayan merupakan nama burung besar berwarna cemerlang yang termasuk suku betet . Ada sekitar 15 spesies burung bayan yang hidup tersebar di hutan basah tropis di Meksiko dan Amerika Tengah serta di Amerika Selatan. Bayan tergolong dalam burung yang paling cemerlang  tata warna bulunya. Sebagian besar spesies bayan berwarna kuning, hijau, biru, dan merah gemerlap. Suku Indian Amerika Selatan sejak dahulu telah memanfaatkan bulu-bulu burung ini sebagai hiasan pada ikat kepala atau pakaian mereka.
    Spesies bayan yang paling besar adalah bayan merah (Ara macao) dengan panjang tubuhnya mencapai 92 cm. Habitat burung ini terdapat mulai dari Meksiko hingga Bolivia. Bayan merah dan bayan kuning biru (Ara ararauna) merupakan spesies yang paling banyak dipelihara di kebun binatang.
Parkit

Parkit
    Parkit adalah nama yang diberikan kepada betet kecil atau berukuran sedang yang umumnya memiliki ekor panjang dari subsuku Psittacinae. Salah satu yang menarik adalah parkit dari genus Psittacula. Semua parkit dari genus ini mempynyai ekor panjang yang berujung lancip dan sebagian besar memiliki pola warna warni yang mencolok pada kepala dan menjadi pengimbang warna hijau yang merata pada badan dan sayap. Indonesia, Malaysia, dan Pasifik Selatan merupakan habitat sebagian besar parkit genus Psittacula ini.

Nuri
Nuri
    Nuri adalah nama jenis burung dari subsuku Lorinae dan merupakan burung yang paling cemerlang warna bulunya di antara semua kelompok betet. Penyebaran nuri terpusat di pulau Papua dan Maluku tengah, ditambah spesies berukuran kecil di Australia dan kepulauan Pasifik. Nuri hidup berkelompok dan menyukai hiruk pikuk. Mereka memakan nektar, buah-buahan dan juga serangga.

Parkit Hijau
Dilindungi
    Meskipun populasi burung suku betet (Psittacidae) belum terancam punah, sebagian diantaranya termasuk dalam katagori dilindungi atau boleh diperdagangkan dalam kuota ketat. Beberapa jenis burung yang dilindungi antara lain adalah Kakatua Jambul Kuning, Kakatua koki, dan Nuri papua kepala hitam. Adapun kelompok yang boleh diperdagangkan namun dalam kuota ketat oleh CITES (Convention on International Trade of Endengered Species of Wild Flora and Fauna), diantaranya adalah kakatua putih, betet kepala biru, dan Nuri merah papua. Perdagangan ilegal burung betet di Indonesia umumnya berasal dari wilayah Maluku dan Papua yang menyebar ke seluruh Indonesia.

Scarlet Macaw

Sunday, September 24, 2017

SULITNYA PENYELAMATAN BADAK JAWA DAN BADAK SUMATERA

Masih dalam rangka menyambut hari badak sedunia di bulan September ini, admin memposting kembali artikel tentang badak untuk ketiga kalinya secara berturut-turut , khususnya spesies badak yang hidup di Indonesia, yaitu badak sumatra dan badak jawa yang populasinya dikatagorikan kritis oleh IUCN dan berada diambang kepunahan. Kedua subspesies badak ini populasinya paling sedikit dan terancam punah dibandingkan 3 subspesies badak lainnya di dunia yaitu badak india, badak hitam dan badak putih afrika. Badak Putih Afrika populasinya meningkat tajam dari sekitar 100-an ekor di akhir abad ke 19 menjadi lebih dari 20.000 ekor saat ini, sedangkan Badak Hitam Afrika populasinya sekitar 4.880 ekor, dan Badak India populasinya sekitar 2.575 ekor jauh diatas populasi Badak Sumatera yang tinggal 100 ekor dan Badak Jawa yang hanya 63 ekor.
 Badak Hitam Dan Badak Putih Afrika populasinya masih cukup banyak
   Dengan populasi yang paling kecil dan hidup terisolasi di beberapa kantong habitat yang terfregmentasi di hutan-hutan Sumatra, Jawa dan Kalimantan, IUCN dan WWF sejak lama memiliki wacana melakukan upaya penyelamatan terhadap kedua subspesies badak ini. Untuk Badak sumatera sejak tahun 1985 sampai tahun 1992 telah ada upaya penyelamatan dengan melakukan upaya penangkaran di beberapa kebun binatang di dunia. Maka pemerintah Indonesia saat itu melakukan program penyelamatan dengan menangkap beberapa ekor badak sumatera di habitat aslinya untuk di pindahkan ke lokasi yang aman. Tercatat ada 18 ekor badak sumatera yang berhasil diperangkap dari hutan-hutan Bengkulu, Riau, Jambi, dan Sumatra Barat untuk dilakukan translokasi sebelum dibawa ke beberapa kebun binatang di dunia.
    Namun usaha penangkaran di kebun binatang tidak berjalan sesuai harapan, 13 ekor badak sumatera yang dikirim satu demi satu mati tanpa berhasil menghasilkan keturunan sehingga tersisa dua ekor badak di Kebun binatang Cincinnati, Amerika Serikat yang berhasil breeding dan menghasilkan keturunan, salah satunya adalah Harapan, badak sumatra yang belum lama ini kembali ke tanah leluhurnya di rhino Sactuary Way kambas  Lampung.
    Badak ‘Harapan’ adalah badak sumatera ketiga yang lahir di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat, pada tahun 2007. Harapan adalah anak badak ketiga dari perkawinan badak jantan ‘Ipuh’ dan badak betina ‘Emi’, setelah sebelumnya telah lahir kakak-kakaknya yaitu ‘Andalas’  pada 13 September 2001 dan ‘Suci’ pada tahun 2004.
    Kedua orang tua ‘Harapan’ yaitu ‘Ipuh’ dan ‘Emi’ adalah badak-badak sumatera hasil tangkapan pada program penyelamatan badak-badak sumatera yang terdesak di daerah hutan Riau, Jambi dan Bengkulu pada periode tahun 1985 – 1992.
 Andatu, Bayi Badak Sumatera dan Induknya Ratu
      Badak ‘Ipuh’ dan ‘Emi’, merupakan badak Sumatera hasil tangkapan dari kawasan Bengkulu sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat. Ipuh ditangkap 23 Juli 1990 dan pada saat itu berumur kira-kira 20 tahunan, sedangkan Emi ditangkap pada 6 Maret 1991 dan berumur kurang lebih 8 tahun. Pada periode tersebut, sebanyak 18 individu badak Sumatera berhasil ditangkap dan didistribusikan ke beberapa kebun binatang di dunia, diantaranya kedua badak ini dikirim ke Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat, dengan pertimbangan karena KB. Cincinnati berhasil melakukan breeding pada spesies badak yang lain.
Selain yang dikirimkan ke Cincinnati 13 ekor badak diantaranya mati akibat manajemen pakan yang kurang tepat dan diterapkannya sistem peternakan pada kebun binatang yang berakibat terjadinya gangguan pencernaan (44%) dan gagal ginjal (11%). (Di kebun binatang di Amerika 4 ekor, di KB Malaka 1 ekor, di Ragunan1 ekor , di KB Surabaya 2 ekor, di Taman Safari Indonesia 2 ekor, dan di Howletts dan Port Lympne Zoo 2 ekor.
    Badak ‘Ipuh’,’Emi’ dan ‘Suci’ telah tiada.  Badak ‘Ipuh’ mati pada 17 Februari 2013 akibat usia tua (±42 tahun) sementara ‘Emi’ mati pada 5 September 2009 dan ‘Suci’ mati  pada 30 Maret 2014.  Kedua badak sumatera ibu dan anak ini mati akibat hemacrhomatosis atau disebut juga ‘iron storage disease’ yaitu suatu penyakit metabolisme yang mengakibatkan kelebihan unsur zat besi (Fe) dalam tubuh. Pada manusia penyakit ini merupakan gangguan genetik yang menyebabkan tubuh menyerap terlalu banyak zat besi dari makanan yang masuk ke dalam tubuh. Kelebihan zat besi itu tersimpan di dalam organ-organ tertentu, terutama hati, jantung dan pankreas. Padahal kelebihan zat besi ini dapat meracuni organ-organ tersebut dan mengakibatkan kondisi mematikan seperti kanker, arrhytmia jantung dan sirosis. Pada spesies badak, penyakit ini masih dalam taraf penelitian.
Kelahiran Delilah, Bayi Badak Sumatra anak ke 2 Ratu di TN Way Kambas, Lampung
   Kematian-kematian badak sumatera  dalam upaya penyelamatan yang gagal tahun 1985-1992 menjadi pembelajaran buat Indonesia, bahwa usaha konservasi badak sumatera luar biasa sulit dan berisiko kegagalan dan berdampak pada kepunahan lokal pada daerah mereka diambil paksa melalui usaha penangkapan saat itu. Ini bisa dibuktikan dengan lenyapnya keberadaan badak sumatera dari daerah yang menjadi area penangkapan kawasan Taman Nasional Kerinci-Seblat baik itu di wilayah yang masuk provinsi Riau, Jambi, Sumatera Barat dan Bengkulu. Badak sumatera sudah tidak tampak lagi di daerah yang dulu dikenal sebagai gudangnya badak sumatera dengan populasi terbanyak sejak 10 tahun lalu.
   Saat ini Badak Sumatera tersisa di tiga kantong habitat Taman Nasional yaitu TN Gunung Leuser (Aceh), TN Bukit Barisan Selatan (Lampung-Bengkulu) dan Way Kambas (Lampung) dengan populasi sangat sedikit dan terancam kepunahan. Untungnya ketiga wilayah ini tidak menjadi bagian daerah sasaran penangkapan/translokasi badak pada program penyalamatan tahun 1985-1992 sehingga masih menyisakan populasi badak yang kita harapkan mampu bertahan dan melanjutkan generasi pelestari badak sumatera yang akan datang. 
   Progam penyelamatan dan konservasi melalui translokasi sangat rawan dan berbahaya juga dibuktikan dengan punahnya badak sumatera di Sabah malaysia sejak tahun 2015 lalu. Padahal wilayah ini sebelum ada upaya penangkapan dan translokasi badak masih memiliki lebih dari 25 ekor badak. Namun sejak usaha penyelamatan ini dilakukan dengan menangkap beberapa ekor badak untuk ditangkarkan di Rhino sactuary Sabah, justru populasinya menyusut drastis dan akhirnya punah. Kini hanya tersisa 2 ekor badak sumatera di penangkaran Sabah setelah matinya puntung badak betina cacat yang terpaksa disuntik mati akibat menderita penyakit kanker mulut.
 Induk Badak Putih Afrika dan Anaknya
   Harapan bergantung pada Indonesia yang masih memiliki populasi badak di Kalimantan yang keberadaannya baru diketahui tahun 2013 lalu. Padahal kalau pemerintah mau peduli sebenarnya populasi badak masih ada di provinsi lain seperti Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Seperti temuan Tim WWF di Hutan Muara teweh, Barito Utara dan Murung Raya serta jejak dan cerita suku dayak di kabupaten Kapuas Hulu, Katingan, Malinau dan sepanjang pegunungan Schwanner dan Muller perbatasan tiga provinsi Kalimantan Barat-Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Badak sumatera juga pernah terlihat di TN Tanjung Puting-Bukit Raya. Namun keberadaan badak sumatera di lokasi-lokasi tersebut seperti terabaikan sehingga tidak ada usaha proteksi dan pengawasan dari aparat. Akibatnya tanpa sempat dibuktikan keberadaannya badak-badak sumatera tersebut punah karena habis diburu penduduk lokal melalui jerat.
    Masih adakah badak sumatera tersisa di Kalimantan barat dan Kalimantan tengah ? Admin menduga kemungkinan besar masih ada. Sebelum terlambat Pemerintah harus turun tangan terutama melalui kementerian lingkungan hidup untuk melakukan proteksi di daerah yang diduga masih tersisa populasi badak sumatera. BBKSA harus turun tangan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terutama, maaf : suku dayak di pedalaman yang memiliki tradisi berburu badak agar budaya ini dihilangkan. Kematian Najag badak betina remaja asal kutai barat dan puntung badak betina asal Lembah danum Sabah berawal karena luka jerat yang dilakukan pemburu lokal. Luka jerat ini membawa akibat fatal karena berakibat infeksi yang berujung kematian pada Najag, dan amputasi pada puntung yang juga berakhir pada kematian.
   Admin berharap upaya translokasi badak tersisa di Kalimantan Timur dilakukan hati-hati agar pengalaman punah lokalnya badak sumatera di TN Kerinci Seblat (Indonesia), Lembah danum Sabah dan Semenanjung Malaya (Malaysia), maupun punahnya badak sumatera di Myanmar, Thailand, Vietnam, Laos dan Kamboja sebagai pembelajaran bahwa usaha konservasi Badak sumatera sungguh sangat sulit dan perlu kehati-hatian luar biasa. Apalagi Badak dikenal sebagai mamalia yang sulit breeding dan hanya melahirkan seekor anak dalam 4-6 tahun masa produktifnya. Bisa dibayangkan populasi perkembangbiakan ini tidak berimbang dengan populasi yang mengalami kematian alami maupun akibat penyakit dan perburuan liar.
  Video Trap Badak Jawa Hasil Monitoring Tahun 2013
   Rasanya upaya In-situ pada habitat aslinya merupakan cara terbaik dan tidak beresiko seperti yang sudah dilakukan pada subspesies Badak Jawa di Ujung Kulon, Banten. Proteksi yang ketat, pengawasan dan monitoring sepanjang waktu telah berhasil mengembalikan populasi badak jawa yang nyaris punah ini ke populasi yang relatif aman untuk berkembang biak. Populasi Badak Jawa sempat menyusut drastis dan nyaris punah dengan hanya menyisakan 20-27 ekor saja pada tahun 1970-an. Namun berkat upaya konservasi dan proteksi serta perhatian berbagai elemen pelestari lingkungan utamanya petugas yang langsung terjun berhasil meningkatkan populasi Badak Jawa sedikit demi sedikit sehingga saat ini populasinya bertambah menjadi sekitar 63 ekor.
   Keberhasilan konservasi Badak Jawa jangan membuat kita lengah, karena populasinya masih tergolong sedikit dan hanya terkonsentrasi di satu tempat saja yaitu TN Ujung Kulon. Ini sangat mengkuatirkan, karena TN Ujung Kulon merupakan daerah yang rawan bencana dan pernah luluh lantak diterjang Tsunami ketika Gunung Krakatau meletus dahsyat tahun 1883 lebih seabad lalu. Apabila siklus letusan terjadi lagi dengan kekuatan letusan yang sama seperti sejarah tahun 1883 maka tidak terbayangkan bagaimana nasib badak-badak jawa yang ada di ujung kulon apabila terjadi bencana Tsunami kedua.
    Ada Wacana upaya konservasi Badak Jawa dilakukan dengan translokasi ke habitat baru dengan memindahkan sebagian badak-badak ke Suaka margasatwa Cikepuh, Sukabumi. Alasannya di lokasi ini kesediaan pakan badak mencukupi dan memiliki landskap atau bentang alam yang mirip dengan lanskap di TN Ujung Kulon. Namun admin heran, setelah melihat lokasi di peta, landskap Cikepuh berbatasan dengan Samudera Hindia dan tentunya beresiko juga terhadap ancaman bahaya Tsunami . Memang tidak ada gunung berapi di lepas pantai samudera Hindia, namun pantai Selatan Jawa adalah daerah yang rawan bencana Tsunami bahkan jauh lebih dahsyat karena penyebabnya adalah tumbukan lempeng Indo-Australia dan Erasia di parit Jawa yang menyebabkan gempa tektonik. Karena episentrumnya di dasar laut maka sudah dapat diduga apabila pusat gempanya dangkal dan kekuatannya diatas 6 skala Richter sudah dipastikan akan terjadi bencana Tsunami yang akan menyapu habis SM Cikepuh tempat kedua yang dicalonkan untuk translokasi badak jawa.
  Kelahiran Bayi  Badak Sumatra di Way Kambas
     Translokasi adalah upaya penyelamatan yang rawan dan berbahaya karena mamalia badak sangat sensitif dan mudah terserang penyakit apabila di amankan di daerah bukan habitatnya. Wabah penyakit yang mematikan apabila menimpa individu badak jawa melalui hewan ternak warga adalah bahaya kepunahan yang tak kalah mengerikan. Dan ini pernah terjadi pada kasus kematian berturut-turut Badak Jawa di TN Ujung Kulon beberapa dekade lalu. Untungnya wabah penyakit ini berhasil diatasi sehingga populasi badak jawa kembali pulih. Alasan kesediaan pakan badak jawa di TN Ujung kulon yang sudah semakin berkurang akibat tertutup oleh vegetasi lain sebenarnya bisa diselesaikan dengan membabat semua gulma yang dirasakan mengurangi dan menghambat pertumbuhan vegetasi pakan Badak Jawa. Sedangkan Alasan Banteng Jawa (Bos Javanicus) sebagai pesaing pakan badak jawa juga tidak masuk akal, karena kedua jenis mamalia darat besar ini memiliki kesukaan pakan yang relatif berbeda.
 Delilah Bayi Badak Sumatra bermain bersama Induknya Ratu
   Oleh karena itu admin mengusulkan biarkan Badak Jawa berkembang biak di TN Ujung Kulon tanpa perlu memindahkan sebagian populasinya ke SM Cikepuh karena upaya ini rawan dan perlu kehati-hatian karena tindakan yang keliru bisa berakibat fatal seperti kasus yang terjadi pada Badak betina Najag di Kutai Barat dan badak-badak di Sabah Malaysia yang mati ketika ada upaya penyelamatan melalui cara translokasi. Pelajaran paling berharga adalah matinya 15 dari 18 badak sumatera yang ditangkap pemerintah Indonesia antara tahun 1985-1992 melalui cara tranlokasi untuk ditangkarkan di kebun-kebun binatang dalam dan luar negeri sehingga upaya ini kalau bisa dihindari.
    Badak berbeda dengan Harimau yang relatif mudah dan mampu berkembang biak melalui penangkaran. Saat ini bisa dikatakan Harimau lebih aman berkembang biak dan populasi bertambah di penangkaran daripada di alam liar. Jumlah Harimau di alam liar sangat sedikit dan terancam populasinya, namun dipenangkaran Harimau relatif aman dan jumlahnya lebih banyak. Bahkan di salah satu penangkaran Harimau di Cina bisa melipatgandakan populasinya ratusan ekor dalam waktu singkat. Termasuk di salah satu kuil Budha Harimau, di Thailand, hidup nyaman ratusan ekor harimau dan menjadi salah satu donasi wisata, sebelum akhirnya ditutup dan dimejahijaukan karena ternyata melanggar hukum.
   Namun Badak berbeda, terutama Badak Jawa dan Badak Sumatera yang begitu sulit untuk dikembangbiakkan. Hanya sedikit yang berhasil, dan baru Indonesia yang mampu membiakkan badak Sumatera di Way Kambas melalui kelahiran anak badak sumatera bernama Andatu tanggal 23 juni 2012 dan Delilah pada Tanggal 12 Mei 2016 lalu. Sedangkan perkembangan populasi badak jawa bergantung pada populasi di alam liar ditandai dengan kehadiran 7 anak badak yang terpantau melalui kamera Trap di TN Ujung Kulon, Banten.
 9 Anak Badak Jawa diberi Nama Baru
   Cara terbaik konservasi Badak Jawa rasanya adalah dengan membiarkan mereka hidup di habitatnya melalui proteksi dan pengawasan yang ketat. Kalaupun cara tranlokasi ditempuh tidak perlu menangkap dan memindahkan Badak Jawa ke lokasi lain. Cukup perluas wilayah Taman Nasional Ujung Kulon ke arah timur, buat koridor perlintasan Badak Jawa menuju ke Taman Nasional Gunung Halimun-Salak yang landskapnya cocok dan memiliki kemiripan dengan TN Ujung Kulon dan wilayah ini dulunya juga pernah menjadi habitat Badak Jawa dan jauh dari ancaman bahaya Tsunami karena wilayahnya berbukit-bukit dengan topografi dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan.
   Nah dengan cara ini memang manusia harus mengalah, berbagai pihak yang terkait dengan usaha perkebunan ataupun pertambangan harus disingkirkan, termasuk merelokasi warga yang daerahnya nanti menjadi lokasi koridor perlintasan Badak untuk pindah ke lokasi lain. Dan Pemerintah memang harus turun tangan langsung menyediakan lahan baik buat warga yang direlokasi maupun hutan lindung yang menjadi koridor perlintasan badak sehingga kita semua berharap keberadaan Badak Sumatera dan Badak Jawa tetap lestari di habitatnya yaitu bumi Indonesia tercinta.

Sumber Referensi : Yayasan Badak Indonesia

Saturday, September 23, 2017

SELAMATKAN BADAK SUMATERA DI KALIMANTAN

Masih berkaitan dengan peringatan Hari Badak Sedunia, kembali admin memposting artikel tentang keberadaan Badak Sumatera yang populasinya saat ini semakin menyusut drastis. Namun postingan kali ini lebih menekankan pada kondisi keberadaan Badak Sumatra di Kalimantan yang kurang mendapat respon perhatian lebih dari pemerintah sehingga ancaman kepunahan dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa ada upaya pencagahan dan penanganan yang serius. 
    Kekuatiran punahnya badak sumatera di kalimantan juga dilatarbelakangi pernyataan punahnya Badak Sumatera di wilayah lembah Danum, Sabah Malaysia yang tidak terlihat lagi sejak tahun 2007 oleh peneliti konservasi Denmark. Memang Malaysia masih memiliki dua ekor badak sumatera yang coba ditangkarkan di Rhino sanctuary, Sabah, namun hingga saat ini kedua badak ini belum berhasil menghasilkan keturunan sehingga populasi di alam liar hanya tersisa di wilayah Kalimantan, Indonesia.
Bayi Badak dan Induknya
    Berita gembira ditemukannya populasi Badak Sumatera di Kutai Barat jangan membuat kita lengah, namun justru harus lebih memperketat lagi perlindungan untuk mereka. Apalagi habitat tempat mereka ditemukan rawan ancaman aktivitas manusia karena berdekatan dengan area pertambangan dan perkebunan Kelapa sawit milik penduduk dan dekat kegiatan indutri kayu dan pembalakan liar. Bahkan Badak sumatera yang berhasil terekam kamera trap dan diperangkap pada tanggal 12 Maret 2016 ini justru mengalami nasib tragis yang membuat kita semua bersedih, termasuk dunia internasional yang menyesali kematian badak betina remaja yang dinamakan Najag ini.
   Badak Sumatera di Kalimantan yang baru saja ditemukan ini mati pada Selasa 5 April 2016. Badak yang masuk subspesies Dicerorhinus sumatrensis itu mati tiga pekan setelah berada di kandang sementara.
Ini menjadi kabar duka bagi dunia konservasi sebab individu tersebut hingga kini menjadi satu-satunya badak sumatera di Kalimantan yang tertangkap secara fisik. Kabar kematiannya disampaikan oleh Kepala Biro Humas KLHK Novrizal Thahar. Kematiannya diduga infeksi akibat luka-luka dikakinya yang bekas terkena jerat dan tidakmampu beradaptasi di kandang barunya.
Induk Badak India (Unicorn Rhinocorus) dan Anaknya
    Matinya Badak sumatra yang rencananya akan dipindahkan ke habitat yang lebih aman di Hutan Lindung Kelian lestari yang luasnya 200 Ha dua kali lipat dari luas Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) di TN Way Kambas, Lampung.membuat keprihatinan semua pihak. Menurut rencana, translokasi badak Sumetera betina remaja ini akan dilakukan  Sayangnya, badak Sumatera betina tersebut ditemukan mati sebelum sempat dipindahkan ke suaka. Ini membuktikan begitu sulitnya menjaga dan mengamankan populasi badak walau sudah berada pada perlindungan pihak konservasi.

Distribusi Badak Sumatera di Kalimantan
   Setelah lama dianggap punah kemunculan kembali Badak sumatera di Kalimantan Timur adalah berita yang menggembirakan. Namun ini bukan berita mengejutkan buat admin, karena selama ini maaf, kepedulian dan perhatian pemerintah  sangat kurang. Selama ini Pihak yang terkait konservasi badak hanya pihak konservasi dan peneliti  asing yang begitu gigih seperti WWF yang terus melakukan monitoring keberadaan Badak sumatra di Kalimantan. Padahal kalau pemerintah daerah mau turun tangan dan ikut membantu sebenarnya keberadaan Badak sumatra tidak sebatas yang ada di Kalimantan Timur. Seperti ditemukannya Cula Badak Sumatra melalui sensor di Bandara Supadio yang akan dibawa penumpang ke Jakarta belum lama ini. Kemungkinan besar Cula Badak ini diambil dari populasi Badak di Provinsi Kalimantan Barat sekitar TN Bukit Raya yang berbatasan dengan Kalimantan Tengah. Cula Badak dan bagian bagian tubuh lainnya juga banyak ditemukan di rumah warga suku Dayak di Kalimantan Tengah dan cerita keberadaan Badak ini begitu mengakar dan menyatu dengan masyarakat suku Dayak.
    Tahun 2013 Tim WWF yang melakukan monitoring Badak sumatera menemukan jejak kaki badak dan bekas kubangannya di Kabupatan Barito Utara dan Murung raya, Kalimantan Tengah yang membuktikan bahwa populasi badak terdapat juga di Provinsi ini. Namun upaya perlindungan satwa ini terkendala oleh kurangnya perhatian pemerintah setempat, sehingga akhirnya para konservasi lingkungan lebih memilih melakukan penelitian di Kalimantan Timur yang berujung dengan ditemukannya populasi Badak sumatera di Kutai Barat dan Mahakam Hulu dalam 3 kontong habitat yang berdekatan. Sedangkan nasib badak di Kalimatan Tengah dan Kalimantan Barat terabaikan dan terancam kepunahan karena tak terawasi, terutama ancaman oleh pemburu lokal yang gemar mengoleksi bagian tubuh Badak sumatra.

Semangat Kalimantan Timur menjadi Provinsi Konservasi Badak
   Sejarah kepunahan badak sumatera di Malaysia, kini menghantui Kalimantan Timur (Kaltim). Semangat menjadi Provinsi Konservasi Badak, membuat Kaltim harus menempuh langkah-langkah penyelamatan. Tidak hanya membuat zonasi khusus, tapi juga berjuang menambah populasi individu badak.
Peneliti badak dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhammad Agil mengatakan, pada awal 2000-an badak sumatera dinyatakan punah di Peninsula, Malaysia.
   Sebelumnya, untuk mempertahankan dan menambah jumlah populasi, Pemerintah Malaysia menempuh program konservasi utama yaitu patroli, proteksi dan monitoring intensif. Sayangnya, populasi menurun drastis sejak awal 1980. Pada 2012, Pemerintah Malaysia memasang 200 kamera jebak di Danum Valley, namun hanya satu individu badak yang tertangkap kamera pada 2014. Saat ini, masih tersisa tiga individu di daerah Sabah, yang berada di Rhino Sanctuary.
   “Sama seperti di Malaysia, status populasi badak di Kalimantan memiliki konsekuensi dan risiko populasi kecil menuju kepunahan spesies. Faktanya, populasi badak sumatera menurun drastis dari 1984 hingga 2015. Selama 40 tahun, penyusutan populasi badak sumatera mencapai 90 persen,” ungkapnya pada Lokakarya Sosialisasi dan Perencanaan Konservasi Badak di Kalimantan Timur, di Samarinda, Selasa (14/03/17). 
Najag, tampak sehat ketika baru di tangkap di Kutai Barat
     Populasi badak sumatera memang mengkhawatirkan, sebab jumlahnya menurun, paling tidak stagnan. “Sejak 1995 hingga sekarang, monitoring badak dilakukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Kedua area tersebut, merupakan wilayah yang dilindungi secara intensif. Laporan dan temuan perburuan badak di area dengan proteksi yang instensif tidak ditemukan perburuan badak (rhino zero poaching). Tidak ada laporan atau temuan badak mati di TNBBS setelah 2001 dan di TNWK sejak 2006,” kata Agil.
    Dari catatan peneliti, populasi badak sumatera saat ini dinyatakan sangat kritis. Terjadi penurun dari 800 individu pada 1984 menjadi sekitar 72 individu (2015) berdasar penelitian Nardelli (2014) dan PHVA (2015). Tidak ada populasi viabel di semua kantong habitat.
   Dengan jumlah yang sedikit itu, lanjut Agil, akan sangat sulit menyatukan perkawinan antara badak jantan dan betina. Sedangkan potensi perkawinan sedarah (inbreeding) meningkat dan tidak menambah jumlah kelahiran. “Populasi badak sumatera yang tersebar dengan populasi kecil atau kurang dari 15 individu per kantong habitat, sangat sulit untuk menyatukan dan mengawinkan badak jantan dan betina. Potensi perkawinan sedarah tinggi, namun jumlah kelahiran sangat rendah,” tambahnya.
   Agil menerangkan, yang menjadi faktor utama kepunahan badak sumatera adalah populasi. Selain itu populasi badak juga rawan allee effect, indeks inbreeding tinggi, heterositas genetik populasi rendah, timbul kasus patologi pada saluran dan organ reproduksi hingg potensi muncul gen-gen resesif letal (mematikan) atau morfologi abnormal. “Statusnya sangat kritis, apabila tidak ada tindakan penyelamatan, kepunahan akan benar-benar terjadi.”

Program prioritas 
   Badak di Kalimantan dipastikan keberadaannya pada 2013 di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur oleh WWF Indonesia. Populasinya diperkirakan sangat kecil, 3 sampai 12 individu di tiap kantong berbeda yang tersebar di Kutai Barat (Kubar) dan Mahakam Ulu (Mahulu). Diperkirakan, saat ini jumlah badak yang ada di Kaltim hanya 15 individu. Sedangkan jumlah di seluruh Kalimantan, belum diketahui pasti.
“Mereka (badak) ini terpisah tanpa ada akses transfer darah baru atau new blood (genetic exchange) antara subpopulasi. Ini masalah utama,” kata Agil.
   Mengenai masalah badak yang ada di Kaltim, Agil melanjutkan, fokus utamanya apakah harus bertahan atau akan punah seperti di Malaysia? Apa yang harus dilakukan untuk mencegah kepunahan?
“Harus ada revolusi konservasi badak guna menghasilkan anak-anak badak. Proteksi, monitoring, penyelamatan populasi dan habitat penting dilakukan.”
Video Keberadaan Badak Sumatera di Kalimantan
Meski demikian, pogram konservasi badak dengan populasi kecil harus menggunakan asesmen saintifik yang sangat berguna untuk menemukan badak tersisa di habitatnya, status reproduksi serta variasi genetik (heterosis) dalam populasi. “Masih adakah populasi yang viable di masing-masing kantong? Viable population adalah populasi terkecil yang dapat bertahan tidak akan punah,” katanya.
Untuk itu, lanjutnya, program prioritas konservasi badak di Kalimantan ini dapat dilakukan.
Penyelamatan di Kalimantan Timur
   Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA Kaltim, Sunandar Trigunajasa, mengatakan pihaknya telah menyiapkan langkah penyelamatan badak sejak 2015. Di mulai 20 Januari 2015, BKSDA Kaltim telah melakukan pengecekan lapangan dan koordinasi dengan pihak terkait yakni Dishut Kubar, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, WWF dan Dit.KKH, mengenai keberadaan dan kondisi badak di Kubar.
  Setelah itu, pada 20 Maret 2015, pihaknya melakukan survei gabungan pendahuluan rencana penyelamatan/translokasi badak di Kutai Barat. “Ada tiga kantong penyebaran, namun hanya terindikasi di kantong 1 dan 3,” ujarnya.
Hasil survei lapangan menunjukkan, rencana area konservasi badak berada di Hutan Lindung Kelian Lestari (HLKL). Di kawasan HLKL dan kantong 1, diyakini berpotensi sebagai habitat badak yang aman juga pengembangan populasi liar. Ini dilihat dari kesesuaian habitat, yakni kelerengan, sumber air, dan potensi keragaman pakan yang mencapai 82 jenis.
 Badak Sumatra di Kalimantan Timur
    Sementara di kantong 3, habitatnya cukup baik (jenis pakan, kubangan aktif, air, dan topografi). Ditemuan jejak, feces, plintiran, gesekan, satlick dan tanda-tanda satwa lain. Namun, dilokasi tersebut memiliki ancaman tinggi, yakni pertambangan, perkebunan sawit, ilegal logging, pencari gaharu dan klaim lahan. Di kantong 3 inilah, temuan foto dan video dua badak.
“Dalam rangka penegakan hukum terhadap kegiatan yang mengancam keberadan badak dan habitatnya, diperlukan kolaborasi berbagai pihak, juga pemerintah pusat dan daerah. Status kawasan juga kurang mendukung pembangunan sanctuary,” ungkapnya.

Provinsi istimewa
    Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI), Widodo S. Ramono, mengatakan, badak itu sangat istimewa. Otomatis, wilayah yang ada badaknya juga istimewa. Berbeda dengan satwa lain, badak memiliki siklus kawin yang tidak sering. Untuk menambah populasi, dibutuhkan waktu bertahun lamanya.
“Kenapa saya bilang istimewa, karena badak merupakan satwa lindung spesial. Ketika populasi badak bertambah, itu kabar paling membahagiakan. Sebab, untuk kawin saja tidak gampang. Badak betina tidak selalu menginginkan perkawinan walau bertemu badak jantan. Ketika pertemuan itu, mereka akan berkelahi, cula, tapak, dan kulit bisa terluka,” jelasnya.
Badak Sumatra dan Anaknya
    Sebagai Provinsi yang didiami badak, Kaltim patut bersyukur. Dengan adanya langkah penyelamatan, diharapkan Kaltim mampu menjadi provinsi yang berhasil menambah populasi badak.
“Badak tidak diam di suatu tempat, selalu berjalan dan terus melangkah. Ancaman aktivitas manusia di hutan membuat badak harus menemukan tempat baru. Mungkin saja, dulunya dia bukan di Kutai barat, tapi karena ancaman itu ada akhirnya menemukan Kutai barat sebagai habitat barunya,” pungkasnya.
   Admin menduga populasi badak sumatra di Kutai Barat berkerabat bahkan mungkin pelestari dari wilayah Kabupaten Barito Utara dan Murung Raya, Kalimantan Tengah yang sempat ditemukan Tim WWF tahun 2013. Namun nampaknya keberadaan Badak Sumatera di Kalimantan Tengah kurang mendapat perhatian, mengingat dana konservasi membutuhkan biaya besar dan itu bisa dilakukan oleh Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam melimpah dari Minyak dan Gas Bumi. Namun buat Kalimantan tengah yang minim APBD rasanya sulit apabila tidak didukung dana pusat untuk ikut bersama menjaga dan melestarikan Badak di wilayahnya. Bahkan yang memprihatinkan ada wacana membangun rel kereta api pengangkut Batubara ke lokasi habitat badak sumatera di Barito utara dan Murung raya yang berbatasan dengan Kalimantan Timur. Dan tentunya wacana ini membahayakan kelangsungan hidup Badak Sumatera di Kalimantan Tengah yang selama ini tidak pernah diperhatikan dan membawa Badak sumatera di wilayah ini ke jurang kepunahan tanpa sempat di buktikan keberadaannya.

Sumber Referensi : Mongabay Indonesia, WWF Indonesia

Friday, September 22, 2017

10 JENIS BURUNG ELANG DI INDONESIA

    Pada bagian ke 5 Artikel tentang Burung Migrasi, postingan kali ini mengangkat tema burung migran yang memiliki jangkauan daerah jelajah cukup jauh dan memiliki tampilan gagah yaitu Burung Elang. Penampilannya yang gagah mempesona membuat banyak negara di dunia mengabadikan jenis burung Elang ini sebagai simbol dan lambang negara . Misalnya Amerika Serikat (Elang Botak), Indonesia (Elang Jawa) , Jerman (elang Hitam), Polandia (Elang Putih), Rusia (Elang Emas), Thailand (Elang Garuda), Iraq (Elang Emas), Meksiko (Elang Emas), Mesir (Elang Emas), dan Albania (Elang Hitam).
   Burung Elang adalah hewan berdarah panas, mempunyai sayap dan tubuh yang diselubungi bulu pelepah. Sebagai burung, elang berkembang biak dengan cara bertelur yang mempunyai cangkang keras di dalam sarang yang dibuatnya. Ia menjaga anaknya sampai mampu terbang.

Elang merupakan hewan pemangsa. Makanan utamanya hewan mamalia kecil seperti tikus, tupai, kadal, ikan dan ayam, juga jenis-jenis serangga tergantung ukuran tubuhnya. Terdapat sebagian elang yang menangkap ikan sebagai makanan utama mereka.Biasanya elang tersebut tinggal di wilayah perairan. Paruh elang tidak bergigi tetapi melengkung dan kuat untuk mengoyak daging mangsanya. Burung ini juga mempunyai sepasang kaki yang kuat dan kuku yang tajam dan melengkung untuk mencengkeram mangsa serta daya penglihatan yang tajam untuk memburu mangsa dari jarak jauh tak terkira.
   Elang mempunyai sistem pernapasan yang baik dan mampu untuk membekali jumlah oksigen yang banyak yang diperlukan ketika terbang. Jantung burung elang terdiri dari empat bilik seperti manusia. Bilik atas dikenal sebagai atrium, sementara bilik bawah dikenali sebagai ventrrikel. Burung Elang juga melakukan migrasi berpindah tempat menyesuaikan perubahan iklim dan cuaca. Pada postingan kali ini kita akan membahas jenis Elang yang hidup dan dapat dijumpai di Indonesia, baik yang endemik maupun yang migran dari negara lain. Walaupun sebenarnya jenis Burung Elang cukup banyak ditemukan di Indonesia, namun pada postingan ini kita hanya mewakili 10 jenis Elang yang sudah cukup populer di negara kita. Berikut ini adalah 10 Jenis Burung Elang yang ada di Indonesia.

1. Elang Hitam

Elang hitam adalah sejenis burung pemangsa dari suku Accipitridae, dan satu-satunya anggota genus Ictinaetus. Dinamai demikian karena warna bulunya yang seluruhnya berwarna hitam. Meski ada pula beberapa jenis elang yang lain yang juga berwarna hitam . Burung Elang yang berukuran besar, dengan panjang (dari paruh hingga ujung ekor) sekitar 70 cm. Sayap dan ekornya panjang, sehingga burung ini tampak sangat besar bilamana terbang. Seluruh tubuh berwarna hitam, kecuali kaki dan sera (pangkal paruh) yang berwarna kuning. Sebetulnya terdapat pola pucat di pangkal bulu-bulu primer pada sayap dan garis-garis samar di ekor yang bisa terlihat ketika burung ini terbang melayang, namun umumnya tak begitu mudah teramati. Jantan dan betina berwarna dan berukuran sama.
Elang Hitam Dan Pengasuhnya
Sayap terbentang lurus, sedikit membentuk huruf V, dengan pangkal sayap lebih sempit daripada di tengahnya, serta bulu primer yang terdalam membengkok khas, membedakannya dari elang brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk yang hitam. Elang hitam juga sering terbang perlahan, rendah dekat kanopi (atap tajuk) hutan.Bulu Primar lebih menjari.
Terdapat 2 pose terbang, saat gliding (meluncur) dan soaring (mengintai). Saat gliding bulu paling ujung menekuk kedalam, dan saat soaring bulu ini terbentang dan terlihat menyamping.
Bunyi meratap berulang-ulang, biasanya disuarakan sambil terbang tinggi berputar-putar, klii-ki …klii-kiatau hi-li-liiiuw.
Burung remaja berwarna pucat, dengan coret-coret kuning pucat di sisi bawah tubuh dan sayap. 
Penyebaran dan kebiasaan
Elang hitam tersebar luas mulai dari India, Srilanka hingga Asia Tenggara, Sunda Besar, Sulawesi dan Maluku. Burung ini hidup memencar di dataran rendah, hutan perbukitan hingga wilayah yang bergunung-gunung pada ketinggian sekitar 1.400 m (di Jawa hingga sekitar 3.000 m) dpl.
Memangsa aneka jenis mamalia kecil, kadal, burung dan terutama telur, elang hitam dikenal sebagai burung perampok sarang. Melayang indah, burung ini kerap teramati terbang berpasangan di sisi bukit atau lereng gunung yang berhutan. Dengan tangkas dan mudah elang ini terbang keluar masuk dan di sela-sela tajuk pepohonan. Cakarnya yang tajam terspesialisasi untuk menyambar dan mencengkeram mengsanya dengan efektif.
Sarang berukuran besar terbuat dari ranting-ranting dan dedaunan yang tersusun tebal, diletakkan pada cabang pohon yang tinggi di hutan yang lebat. Bertelur satu atau dua butir, bulat oval, sekitar 65 x 51 mm, berwarna kuning tua bernoda coklat kemerahan. Di Jawa berbiak pada sekitar bulan Mei. 
Status konservasi
Sebagai burung pemangsa, elang hitam menduduki puncak rantai makanan dalam ekosistemnya. Meskipun populasinya masih terbilang banyak, burung ini menyebar terbatas di wilayah-wilayah yang berhutan. Elang hitam dilindungi oleh undang-undang RI. Sedangkan menurut IUCN, burung ini berstatus LC (least concern, beresiko rendah). 

2. Elang Brontok

  Elang Brontok adalah sejenis burung pemangsa anggota suku Accipitridae. Dinamai demikian kemungkinan karena warnanya yang berbercak-bercak (pada bentuk yang berwarna terang). Namanya dalam bahasa Inggris adalah Changeable Hawk-eagle karena warnanya yang sangat bervariasi dan berubah-ubah, sedangkan nama ilmiahnya yalah Spizaetus cirrhatus.
Elang brontok berbiak di wilayah yang luas, mulai dari kawasan Asia selatan di India dan Sri Lanka, tepi tenggara Himalaya, terus ke timur dan selatan melintasi Asia Tenggara hingga ke Indonesia dan Filipina.
Elang Brontok
   Burung elang yang berukuran sedang sampai besar, dengan panjang tubuh diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor sekitar 60-72 cm. Warnanya yang sangat berubah-ubah menyulitkan identifikasi, terutama di lapangan.
Bentuk yang normal berwarna coklat di sebelah atas, putih di sisi bawah tubuh dan ekor yang coklat kemerahan, dengan garis-garis hitam melintang pada sayap dan ekor yang tampak jelas ketika terbang. Terdapat coret-coret membujur berwarna hitam di leher dan bercak-bercak kecoklatan di dada. Ras-ras tertentu memiliki jambul panjang yang tersusun dari empat helai bulu di belakang kepalanya, sedangkan ras yang lainnya sama sekali atau nyaris tidak berjambul. Betina serupa dengan yang jantan, hanya bertubuh agak besar; burung yang muda dengan kepala yang berwarna lebih pucat dan pola warna yang lebih samar.
Sayap yang panjang, terbentang mendatar tatkala terbang, dengan ujung (susunan bulu primer) yang tampak membulat, dikombinasikan dengan ekor yang panjang dan pola warna di atas, membedakannya dengan jenis elang lainnya.
Terdapat pula bentuk yang gelap (hitam) dan yang lebih terang daripada bentuk normal. Bentuk yang gelap berwarna coklat gelap seluruhnya, dengan garis hitam pada ujung ekor yang cukup kontras dengan bagian lain dari ekor. Bentuk gelap ini ketika terbang hampir serupa dengan elang hitam (Ictinaetus malayensis), dengan sedikit perbedaan pada bentuk sayap.
Elang brontok hanya berpasangan di musim berbiak, dan di luar waktu-waktu tersebut sering ditemukan menjelajah sendirian di hutan-hutan terbuka, sabana dan padang rumput. Burung ini menyukai berburu di tempat terbuka dan menyerang mangsanya yang berupa reptil, burung atau mamalia kecil dari tempatnya bertengger di pohon kering atau dari udara. Tidak jarang burung ini merampok kawanan ayam di pedesaan.
Di Indonesia, burung ini didapati di Sumatra, Kalimantan,Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Sarangnya berukuran besar, dibuat dari ranting-ranting pohon dan dedaunan di pohon yang tinggi. Telur satu butir (jarang dua) berwarna putih dengan bintik kemerah-merahan. Di Jawa, elang brontok bersarang antara bulan April sampai sekitar Agustus atau Oktober.
Elang brontok dilindungi oleh undang-undang RI Sedangkan menurut IUCN, burung ini berstatus LC (least concern, beresiko rendah).

 3. Elang Jawa

 Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) adalah salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia.Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm. (dari ujung paruh hingga ujung ekor). Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang tampak keemasan bila terkena sinar matahari). 
Elang Jawa

     Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang tampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.

   Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis. Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Nisaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung tampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil.
Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya. 

Penyebaran, ekologi dan konservasi
   Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng.
   Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m diatas permukaan laut.
    Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas. Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burungkecil, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.
Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), Pasang (Lithocarpus sundaicus),tusam (Pinus merkusii),puspa (Schima wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200–300 m dari tempat rekreasi.
Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah sebarannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor. Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa. Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah agihannya yang terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu, organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.

4. Elang Ular Bido

Elang-ular bido adalah sejenis elang besar yang menyebar luas di Asia, mulai dari India di barat, Nepal , Srilanka, terus ke timur hingga Cina, ke selatan melintasi Asia Tenggara, Semenanjung Malaya, kepulauan Sunda Besar, hingga ke Palawan di Filipina. Elang ini merupakan anggota suku Accipitridae.
Elang Ular Bido
   Dikenal juga sebagai Crested Serpent Eagle atau CSE oleh sebagian pecinta burung pemangsa (BOP). Elang ini berwarna hitam dengan garis putih di ujung belakang sayap, terlihat di saat terbang seperti garis yang tebal. Sangat berisik, suara panggilan seperti ""Kiiiik"" panjang dan diakhiri dengan penekanan nada. Sayap menekuk ke atas (seperti elang Jawa) dan ke depan, membentuk huruf C yang terlihat membusur. Ciri khas lainnya adalah kulit kuning tanpa bulu di sekitar mata hingga paruh. Ada yang mengatakan bahwa kulit kaki dari elang ini mempunyai kekebalan terhadap bisa ular, karena itulah elang ini di sebut elang ular karena mempunyai kekebalan terhadap bisa ular.
Makanan utama dari elang ular adalah Ular-ular kecil, burung-burung kecil sampai ke mamalia kecil seperti tikus atau kelinci yang mempunyai ukuran yang kecil.
Pada waktu terbang, terlihat garis putih lebar pada ekor dan garis putih pada pinggir belakang sayap. Berwarna gelap, sayap sangat lebar membulat, ekor pendek.
Dewasa: Bagian atas coklat abu-abu gelap. Bagian bawah coklat. Perut, sisi tubuh dan lambung berbintik-bintik putih, terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis-garis hitam pada ekor. Jambul pendek dan lebar, berwarna hitam dan putih. Remaja: Mirip dewasa, tetapi lebih coklat dan lebih banyak warna putih pada bulu. Iris berwarna kuning, paruh coklat abu-abu, kaki kuning. 
Kebiasaan
Hidup berpasang-pasangan. Sangat ribut, melayang-layang di atas wilayah sambil mengeluarkan suara. Pada musim berbiak, pasangan menunjukkan gaya terbang akrobatik.Habitatnya adalah hutan, tepi hutan,perkebunan, sub-urban. Tersebar sampai ketinggian 1.900 m dpl. Bido memangsa ular dan reptil pada umumnya, Katak, serta mamalia kecil.
  Berbiak sepanjang waktu, sarangnya terbuat dari tumpukan ranting berlapis daun di hutan yang rapat. Telur berwarna putih suram, bercak kemerahan, berjumlah 1-2 butir.Berdasarkan laporam UICN status konservasi Elang Bido adalah Least concern atau beresiko rendah.

5. Elang  Wallace

 Elang Wallace atau dalam nama ilmiahnya, Nisaetus nanus adalah elang yang dapat kita temui di hutan hutan Kalimantan, dan Sumatera di Indonesia. Juga dapat kita temui di selatan Thailand dan Malaysia. Tetapi, jarang kita temukan di hutan dataran rendah Kalimantan. Berukuran agak kecil (45 cm). Berwarna coklat dan putih, berjambul, dan ada 3 garis hitam pada ekor. Kepala dan bagian bawah kuning tua kemerah-jambuan, ada coretan memanjang pada dada dan garis sempit hitam pada perut. Remaja: apabila sudah remaja, elang wallace mirip remaja Elang Gunung, tetapi berukuran lebih kecil.Irisnya berwarna kuning, paruhnya berwarna abu-abu,dan kakinya berwarna kuning. 

Elang Wallace
    Makanan
  Dan Kebiasaan 

Elang wallace memangsa burung, kelalawar, kadal dan cicak. Selain kadal biasa, ia juga memakan kadal lidah biru .Mencari makan dan terbang berpasangan atau berkelompok dalam jumlah kecil. Mencari serangga di batang dan cabang pohon, sering dari atas ke bawah dengan kepala di bagian bawah. Memperlihatkan gerakan khas terkejut-kejut yang aktif dan selalu terkesan terburu-buru sebelum terbang ke pohon lain. Sering mengunjungi lapisan menengah hutan, hutan rawa, perkebunan dan hutan pinus.Sarang terletak 35 m dari tanah pada pohon yang tinggi, posisi sarang berada pada percabangan primer , Berdasarkan rilis data IUCN Elang wallace masuk katagori Least concern atau beresiko rendah dalam kepunahan.

6. Elang Flores

  Elang Flores (Spizaetus floris) merupakan salah satu jenis raptor (burung pemangsa) endemik yang dipunyai Indonesia. Sayangnya elang flores yang merupakan burung pemangsa endemik flores (Nusa Tenggara) ini kini menjadi raptor yang paling terancam punah lantaran populasinya diperkirakan tidak melebihi 250 ekor sehingga masuk dalam daftar merah (IUCN Redlist) sebagai Critically Endangered (Kritis). Status konservasi dan jumlah populasi ini jauh di bawah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) yang status konservasinya Endangered (Terancam).
Elang Flores
 Elang flores (Spizaetus floris) semula dikelompokkan sebagai anak jenis (subspesies) dari elang brontok (Spizaetus cirrhatus) dengan nama ilmiah (Spizaetus cirrhatus floris). Tetapi mulai tahun 2005, elang flores ditetapkan sebagai spesies tersendiri. Dan saat itu pula, elang flores yang merupakan raptor endemik Nusa Tenggara dianugerahi status konservasi Critically Endangered. Daftar burung langka lainnya silahkan baca: Daftar Burung Langka dan Terancam Punah.
Elang flores dalam bahasa inggris dikenal sebagai Flores Hawk-eagle. Dalam bahasa ilmiah (latin) dikenal sebagai Spizaetus floris.
Ciri-ciri. Burung elang flores mempunyai ukuran tubuh yang sedang, dengan tubuh dewasa berukuran sekitar 55 cm. pada bagian kepala berbulu putih dan terkadang mempunyai garis-garis berwarna coklat pada bagian mahkota.
Tubuh elang flores berwarna coklat kehitam-hitaman. Sedangkan dada dan perut raptor endemik flores ini ditumbuhi bulu berwarna putih dengan corak tipis berwarna coklat kemerahan. Ekor elang flores berwarna coklat yang memiliki garis gelap sejumlah enam. Sedangkan kaki burung endemik ini berwarna putih.
Persebaran, Populasi, dan Konservasi. Elang flores merupakan raptor (burung pemangsa) endemik Nusa Tenggara yang hanya dapat ditemukan di pulau Flores, Sumbawa, Lombok, Satonda, Paloe, Komodo, dan Rinca.
   Burung ini biasa mendiami hutan-hutan dataran rendah dan hutan submontana sampai ketinggian 1600 meter di atas permukaan laut (m. dpl). Populasi raptor endemik flores ini di alam bebas diperkirakan tidak lebih dari 250 ekor individu dewasa (IUCN Redlist, 2005). Lantaran sedikitnya jumlah individu dan persebaran populasinya yang sempit maka elang flores (Spizaetus floris) langsung ditetapkan sebagai salah satu spesies burung dengan status konservasi “kritis” (Critically Endangered) sejak pertama kali raptor endemik ini berstatus sebagai spesies tersendiri yang terpisah dari elang brontok.

7. Elang Laut Dada Putih

   Elang-laut dada-putih dengan nama latin Haliaeetus leucogaster dijuluki "mesin terbang" hidup yang paling mengesankan di bumi ini, dan julukan itu bukannya tanpa alasan. Dengan bentangan sayap sepanjang tiga meter, burung laut terbesar ini sanggup terbang hingga kecepatan 115 kilometer per jam. Elang laut memang tampak kaku di darat, tetapi di angkasa dia benar-benar anggun dan menakjubkan untuk dipandang. Elang laut dada putih adalah burung yang di jadikan fauna identitas Kabupaten Jepara.
Elang Laut Dada Putih
   Mempunyai panjang tubuh 70–85 cm, rentang sayap 178–218 cm dengan berat tubuh jantan 1,8 – 2,9 kg dan betina 2,5 – 3,9 kg. Bagian atas berwarna abu-abu kebiruan, sedangkan bagian bawah, kepala dan leher berwarna putih. Iris coklat. Kuku, paruh dan sera berwarna abu-abu. Tungkai tanpa bulu dan kaki berwarna abu-abu. Saat terbang, ekornya yang pendek tampak berbentuk baji dan sayapnya terangangkat ke atas membentuk huruf V. Saat masih muda atau juvenile, berwarna coklat seperti elang bondol muda. Biasanya elang ini bertelur 1 - 2 butir. 
Penyebaran
  • Di Dunia : India, Asia Tenggara, Filipina,Indonesia dan tersebar luas di Australia
  • Di Indonesia : Karimunjawa, Simeulue, Nias, Musala, Banyak, Batu dan Kepulauan Mentawai, Sumatra, Riau dan Kepulauan Lingga, Bangka, Belitung, Kalimantan, Kepulauan Maratua, Panaitan, Laut, Tinjil, Deli, Panaitan, Jawa, Bawean, Kepulauan Seribu Kepualauan Kangean, Bali, Lombok, Moyo, Sumbawa, Komodo, Padar, Rinca, Palu, Flores, Ende, Besar, Lomblen, Alor, Sumba, Roti, Timor, Lucipara, Kisar, Romang, Leti, Sermata dan Kepulauan Tanimbar, Tanahjampea, Selayar, Kepualauan Kalaotoa, Sulawesi, Lembeh, Muna, Buton, Banggai, Sula, dan Kepulauan Talaud, Ternate, Halmahera, Rau, Muor, Morotai, Bacan, Obi, Buru, Kelang, Ambon, Seram, Manuk, Banda, Watubela, Tayandu, Kai, Kepulauan Aru, Waigeo dan Irian Jaya. Teriakannya nyaring seperti rangkong ”ah-ah-ah-…” seperti suara burung Gagak(Corvus spp) .
Habitat dan Perkembangbiakan
Ditemukan di seluruh daerah, berputar-putar sendirian atau berkelompok di atas perairan. Mengunjungi pesisir, sungai, rawa-rawa dan danau sampai ketinggian 3000 m.
Musim berbiak: Musim kawin di Pulau Kalimantan dan Asia tenggara Januari – Juli. Di Jawa dan Sulawesi musim kawinnya adalah beberapa bulan (tetapi kebanyakan Mei – Oktober). Sarang: sangat besar dengan lebar 1,2-1,5 m (bila digunakan secara menerus dapat mencapai 3 m) dan kedalaman 0,5 – 1,8 m. Terdiri dari dedaunan hijau, rerumputan dan rumput laut. Jumlah Telur: Kebanyakan bertelur 2 butir, dengan masa pengeraman 40-45 hari. 
Makanan
Makanannya cukup bervariasi, namun tidak seluruh jenis dimakan. Terutama memakan ular laut, kura-kura dan penyu kecil, burung-burung air seperti penggunting laut, petrell, camar, cikalang, pecuk dan cangak. Juga burung burung air besar seperti angsa-angsaan, bebek dan belibis. Mamalia umumnya hewan pengerat domestik. Cara berburu jenis ini hampir menyerupai Elang Bondol Haliastur indus yaitu terbang berputar sambil mengawasi permukaan air dan seketika akan meluncur ke mangsanya begitu mangsa terlihat. Menangkap mangsanya menggunakan kakinya yang kuat kemudian membawa mangsanya terbang. Dapat membawa mangsa yang besar sambil terbang. Berdasarkan Daftar merah/Red List IUCN Burung Elang ini masuk dalam katagori Least Concern atau masih beresiko rendah dari ancaman kepunahan.

8. Elang Bondol

Elang bondol (Haliastur indus) adalah spesies burung pemangsa dari famili Accipitridae.
Elang bondol berukuran sedang (43-51 cm), memiliki sayap yang lebar dengan ekor pendek dan membulat ketika membentang. Bagian kepala, leher dan dada berwarna putih, sisanya berwarna merah bata pucat, bagian ujung bulu primer berwarna hitam, dan tungkai berwarna kuning. Pada individu anak secara keseluruhan berwarna coklat gelap, pada beberapa bagian bergaris-garis putih mengkilap. 
Elang Bondol


Penyebaran Dan Kebiasaan
India, Cina selatan, Asia tenggara, Indonesia, Australia.Di Indonesia, penyebaran nya ada di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua. Sedangkan di Indonesia dan India, dapat ditemukan di daerah pedalaman. Di Kalimantan sendiri, elang bondol dapat di temui di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Keberadaan elang bondol disana melimpah.
Elang bondol lebih mirip burung pemakan bangkai dibanding burung pemangsa, namun burung ini memangsa buruan kecil seperti ikan, kepiting, kerang, katak, pengerat, reptil, dan bahkan serangga. Elang bondol mencari makan di atas daratan maupun di atas permukaan air, burung ini terbang melayang di ketinggian 20 - 50 meter di atas permukaan.
Elang bondol menangkap mangsanya di atas permukaan air dengan cakarnya, burung ini tidak menyelam ke dalam air. Elang bondol juga memakan bangkai dari sisa-sisa makanan dan sampah sehingga burung ini cukup umum ditemukan di sekitar pelabuhan dan pesisir tempat pengolahan ikan. 
Walaupun sering memakan bangkai, elang bondol bukanlah pemangsa yang pasif. Burung ini mendirus burung-burung pantai di area pantai berlumpur sambil terbang untuk mengidentifikasi kelamahan, dapat menyerang pemangsa yang lebih besar seperti elang laut dada putih untuk mencuri makanan. Elang bondol memakan tangkapannya saat terbang untuk menghindari pencurian.
Habitat Dan Perkembang biakan
Habitat terbaik untuk elang bondol adalah area tepi laut yang berlumpur seperti hutan mangrove, muara sungai, dan pesisir pantai. Burung ini juga dapat ditemukan di lahan basah seperti sawah dan rawa. Berkembang biak pada bulan Januari-Agustus, dan Mei-Juli. Dierami selama 28-35 hari. Anakan mulai belajar terbang dan meninggalkan sarang umur 40-56 hari, menjadi dewasa mandiri setelah 2 bulan kemudian. Berdasarkan catatan daftar yang dirilis IUCN status konservasi Elang ini adalah Least concern atau masih beresiko rendah dari ancaman kepunahan.

9. Elang Tikus

Elang tikus (Elanus caeruleus) adalah burung Pemangsa berukuran kecil dalam familia Accipitridae yang terkenal karena kebiasaannya melayang dalam padang rumput terbuka seperti kebiasaan kestrel yang berukuran kecil. Spesies Eurasia dan Afrika ini terkadang digabung dengan spesies Australia Elang Bahu Hitam (Elanus axillaris) dan Elang Ekor Putih (Elanus leucurus) dari Utara dan Selatan Amerika yang bersama-sama membentuk superspesies. Elang ini khas, dengan sayap panjang, putih, serta bulu abu-abu dan hitam juga mirip burung hantu dengan mata yang menghadap ke depan dan iris merah. Walaupun utamanya terlihat di dataran, mereka terkadang kelihatan di lereng bukit berumput di kawasan ketinggian yang lebih tinggi di Asia. Mereka bukanlah pengembara, tetapi ia membuat pergerakan jarak pendek sebagai respon terhadap cuaca.
Elang Tikus
    Meskipun terlihat seperti Alap-alap, keterlibatannya begitu jauh ditandai dengan warna iris mata yang lebih terang dan sayap membulat. Berukuran 30 cm. Berwarna putih, abu-abu dan hitam. Berbecak hitam pada bahu, bulu primer hitam panjang khas. Apabila mereka sudah dewasa, mereka berciru-ciri: terdapat mahkota di punggung, sayap pelindung dan bagian pangkal ekor abu-abu.. Muka, Leher dan bagian bawah putih, paruh berwarna hitam dan kaki berwarna kuning. Pada jenis burung yang masih muda, iris matanya berwarna kuning, tetapi saat sudah dewasa iris matanya berubah menjadi merah. 
Distribusi dan habitat
Elang tikus merupakan spesies utama dataran terbuka dan semi-gurun di sub-Sahara Afrika dan wilayah tropis Asia, tetapi ia memiliki tempat kedudukan pada Eropa, yakni di Spanyol dan Portugal. Persebaran spesies tampaknya berkembang di selatan Eropa dan kemungkinan di Asia Barat.
Beberapa populasi geografis ditetapkan sebagai subspesies dan ini termasuk nominasi subspesies yang terjadi di Spanyol, Afrika dan Arabia. Subspesies vociferus ditemukan di timur persebaran dan Asia Selatan menuju ke Asia Tenggara. Sepanjang Sumatra,Jawa, Kalimantan dan subspesies Filipina hypoleucus(kadang-kadang dianggap sebagai spesies penuh) ditemukan sementara subspesies wahgiensis hanya terbatas pada Guinea Baru. Subspesies sumatranus tidak selalu diakui. Alap-alap Ekor Putih Alap-alap Bahu hitam dulunya disertakan dengan spesies ini tetapi sejak lama, alap-alap bahu-hitam diperlakukan sebagai spesies berbeda.
Meskipun ditemukan utamanya di daratan, mereka juga kelihatan di dataran tinggi di Sikkim (3650m), Nilgiris (Doddabetta, 2670m) dan Nagaland (2020m).Mereka juga dikatakan merupakan pengunjung di musim dingin di beberapa bagian persebaran mereka seperti Ghat Barat. Dalam status konservasi yang dikeluarkan IUCN jenis Elang Tikus masih termasuk katagori beresiko rendah dari ancaman kepunahan (Least concern).

10. Elang Paria
Elang Paria
Elang paria (Milvus migrans) adalah spesies Burung Pemangsa dari keluarga Accipitridae. Burung ini dianggap sebagai spesies yang paling melimpah dari keluarga acciptrid, meskipun beberapa jumlah telah mengalami penurunan dramatis. Burung Elang ini berukuran sekitar 65 cm, bulu berwarna coklat gelap dengan ekor menggarpu yang khas. Pada waktu terbang, bercak pucat pada pangkal bulu primer terlihat kontras dengan ujung sayap yang hitam. Kepala kadang-kadang berwarna lebih pucat dibandingkan dengan punggung. Remaja: kepala dan tubuh bagian bawah bergaris-garis kuning tua. Pada bagian iris mata berwarna coklat, paruh abu-abu, sera dan kaki abu-abu biru. 
Tempat Hidup dan Kebiasaan
Mengunjungi daerah terbuka, pantai, pelabuhan, dan kota. Terbang melingkar anggun dengan kepakan perlahan. Bertengger pada tiang, kawat, pohon, bangunan, dan tanah. Sangat adaptif, memakan berbagai macam hewan yang ada di sekitarnya. Dari serangga kecil, udang, ikan, tikus, sampai kelinci. Juga sesekali memakan buah sawit. Menangkap mangsa baik yang ada di permukaan tanah dan perairan. Serangga besar ditangkap saat di udara dan langsung dimakan. Seringkali mencari makan di tepi perairan, terbang relatif rendah dan lamban saat survei.
Sarang Elang ini biasanya terletak di tebing, bangunan atau percabangan batang yang menggarpu. material sarang berupa ranting, daun, plastik, kertas, tulang serta kulit sisa mangsa. Telur 1-4 (biasanya 2-3), interval bertelur 1-2 hari. Telur dierami 26-38 hari oleh induk betina, sedangkan induk jantan bertugas mencari makan. Anak mulai bisa terbang dan meninggalkan sarang usia 42 sampai 50 hari. 
Penyebaran dan Ras
Persebaran Elang Paria mencakupi Afrika, Erasia, sampai Australia. Pengunjung musim dingin yang langka dari Asia timur sampai Sumatra utara, dan Kalimantan bagian utara. Terdiri atas tujuh Subspesies dengan daerah persebaran:
  • migrans (Boddaert, 1783) – Afrika barat-laut dan Eropa timur sampai Asia tengah (Tien Shan) dan Pakistan; musim dingin bermigrasi ke selatan menuju Afrika (Sahara bagian selatan).
  • lineatus (J. E. Gray, 1831) – Siberia, Jepang, Kep. Ryukyu, India utara, Myanmar utara dan China utara; musim dingin bermigrasi ke selatan menuju Irak selatan, India selatan dan Asia Tenggara.
  • formosanus Nagamichi Kuroda, 1920 – Taiwan dan Hainan (China selatan).
  • govinda Sykes, 1832 – Pakistan timur, India, Sri Lanka ke selatan sampai Indochina Semenanjung Malaysia.
  • affinis Gould, 1838 – Sulawesi dan mungkin di Sunda Kecil; Papua bagian timur dan New Britain; Australia utara ke selatan sampai Victoria.
  • aegyptius (Gmelin, 1788) – Mesir, Arab barat-daya dan pesisir timur Afrika sampai Kenya.
  • parasitus (Daudin, 1800) – Afrika sekitar Selatan Sahara, Kep. Cape Verde, Kep. Comoro dan Madagaskar.     
Berdasarkan Catatan Daftar merah (Red List) yang dikeluarkan IUCN, Status konservasi Elang Paira masih tergolong aman atau beresiko rendah dari ancaman kepunahan (Least concern).
Sumber Referensi : Wikipedia Indonesia