"SELAMAT DATANG DI BLOG GEOGRAFI LINGKUNGAN""(EKOGEO)"

Wednesday, November 28, 2012

JENIS-JENIS AWAN DAN PROSES TERBENTUKNYA

    Kumpulan partikel-partikel air atau kristal-kristal es di atmosfer disebut awan. Selain berpengaruh terhadap penentuan cuaca, awan juga berperan dalam siklus air di bumi. Akan tetapi, awan yang disertai oleh badai dapat menghancurkan benda-benda dan mahluk hidup di atas permukaan bumi.

Altokumulus adalah awan pegunungan
    Awan terbentuk dari proses evaporasi atau penguapan air di permukaan bumi. Uap air tersebut naik ke atmosfer dan membentuk awan. Pada saat temperatur atmosfer turun, awan berubah menjadi titik-titik air melalui proses kondensansi yaitu perubahan benda gas menjadi benda cair. Titik-titik air ini selanjutnya jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk hujan dan salju.


 Stratokumulus
 
 Cirrus
 
Kumulonimbus yang mendatangkan badai
Penggolongan Awan
    Awan dapat digolongkan menurut bentuk dan ketinggiannya. Berdasarkan bentuknya awan digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu stratus, sirus dan kumulus. Awan yang bentuknya berlapis-lapis disebut stratus. Awan yang bentuknya seperti serabut disebut sirus. Adapun awan yang bentuknya bertumpuk-tumpuk disebut dengan kumulus.
    Menurut ketinggiannya, awan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu awan rendah, awan menengah dan awan tinggi. Awan rendah berada pada ketinggian 0-2 km. Awan ini terdiri dari stratokumulus, stratus, kumulus dan kumolonimbus. Awan menengah terdiri dari altokumulus, altostratus dan nimbostratus. Awan-awan ini berada pada ketinggian 2-7 km. Adapun awan tinggi berada pada ketinggian 5-13 km. Awan ini terdiri dari sirus, sirokumulus dan sirostratus.
Altostratus
Nimbostratus
    Awan sering dihubungkan dengancuaca. Dalam banyak kasus, sistem udara bertekanan rendah bisa diidentifikasi dengan urutan pembentukan awan selama beberapa hari. Awan sirus yang terbentuk pertama kali berubah menjadi awan sirostratus. Selanjutnya, awan sirostratus diselubungi oleh lapisan awan altostratus di bawahnya. Lapisan awan menjadi lebih rendah ketika awan nimbostratus bergabung pada bagian dasar. Awan nimbostratus ini dapat mengakibatkan turunnya hujan dan salju.
Nimbostratus
Kumulonimbus
    Beberapa jenis awan sering muncul sebelum badai. Cuaca yang cerah dapat berubah secara cepat menjadi mendung. Awan Kumulus yang muncul pada saat temperatur semakin tinggi akan berkembang menjadi kumolonimbus. Apabila awan kumulonimbus telah terbentuk, maka hujan yang disertai dengan badai guntur dapat terjadi.
Kumulonimbus

Penyerapan dan Pelepasan Panas
    Awan juga berpengaruh dalam proses penyerapan dan pelepasan panas oleh bumi. Pada umumnya, hari yang berawan terasa lebih sejuk daripada hari yang cerah karena awan memantulkan sinar matahari ke angkasa sehingga panas matahari tidak seluruhnya diserap oleh bumi. Sebaliknya, awan juga menghalangi pelepasan panas bumi ke angkasa pada malam hari. Oleh karena itu malam yang berawan biasanya lebih panas daripada malam yang cerah.
Kumulus
Proses Pembentukan Awan
    Awan terbentuk dari air yang menguap dari danau, laut atau sungai. Uap air ini mengembang dan mendingin saat naik ke udara. Jika uap air cukup pada udara yang mengembang ini, maka uap akan berkondensasi dan membentuk awan. Awan juga terbentuk saat udara hangat serta lembab bergerak naik menyusuri lereng gunung. Udara terangkat dan menjadi dingin. Proses ini menyebabkan uap air berkondensasi dan membentuk awan yang menyelimuti pegunungan.

Tuesday, November 20, 2012

PENGERTIAN PENDAKIAN GUNUNG DAN PERSIAPAN YANG HARUS ANDA LAKUKAN


  Mendaki gunung seperti kegiatan petualangan lainnya merupakan sebuah aktivitas olahraga berat. Kegiatan itu memerlukan kondisi kebugaran pendaki yang prima. Bedanya dengan olahraga yang lain, mendaki gunung dilakukan di tengah alam terbuka yang liar, sebuah lingkungan yang sesungguhnya bukan habitat manusia, apalagi anak kota.
  Pendaki yang baik sadar adanya bahaya yang bakal menghadang dalam aktivitasnya yang diistilahkan dengan bahaya obyektif dan bahaya subyektif. Bahaya obyektif adalah bahaya yang datang dari sifat-sifat alam itu sendiri. Misalnya saja gunung memiliki suhu udara yang lebih dingin ditambah angin yang membekukan, adanya hujan tanpa tempat berteduh, kecuraman permukaan yang dapat menyebabkan orang tergelincir sekaligus berisiko jatuhnya batu-batuan, dan malam yang gelap pekat. Sifat bahaya tersebut tidak dapat diubah manusia.
  Hanya saja, sering kali pendaki pemula menganggap mendaki gunung sebagai rekreasi biasa. Apalagi untuk gunung-gunung populer dan “mudah” didaki, seperti Gede, Pangrango atau Salak. Akibatnya, mereka lalai dengan persiapan fisik maupun perlengkapan pendakian. Tidak jarang di antara tubuh mereka hanya berlapiskan kaus oblong dengan bekal biskuit atau air ala kadarnya.
  Meski tidak dapat diubah, sebenarnya pendaki dapat mengurangi dampak negatifnya. Misalnya dengan membawa baju hangat dan jaket tebal untuk melindungi diri dari dinginnya udara. Membawa tenda untuk melindungi diri dari hujan bila berkemah, membawa lampu senter, dan sebagainya.
Sementara bahaya subyektif datangnya dari diri orang itu sendiri, yaitu seberapa siap dia dapat mendaki gunung. Apakah dia cukup sehat, cukup kuat, pengetahuannya tentang peta kompas memadai (karena tidak ada rambu-rambu lalu lintas di gunung), dan sebagainya.
   Sebagai gambaran, Badan SAR Nasional mendata bahwa dari bulan Januari 1998 sampai dengan April 2001 tercatat 47 korban pendakian gunung di Indonesia yang terdiri dari 10 orang meninggal, 8 orang hilang, 29 orang selamat, 2 orang luka berat dan 1 orang luka ringan, dari seluruh pendakian yang tercatat (Badan SAR Nasional, 2001)
  Data lain, sejak tahun 1969 sampai 2001, gunung Gede dan Pangrango di Jawa Barat telah memakan korban jiwa sebanyak 34 orang. Selanjutnya, dari 4000 orang yang berusaha mendaki puncak Everest sebagai puncak gunung tertinggi di dunia, hanya 400 orang yang berhasil mencapai puncak dan sekitar 100 orang meninggal. Rata-rata kecelakaan yang terjadi pada pendakian dibawah 8000 m telah tercatat sebanyak 25% pada setiap periode pendakian.
Kedua bahaya itu dapat jauh dikurangi dengan persiapan. Persiapan umum yang harus dimiliki seorang pendaki sebelum mulai naik gunung antara lain:
  1. Membawa alat navigasi berupa peta lokasi pendakian, peta, altimeter [Alat pengukur ketinggian suatu tempat dari permukaan laut], atau kompas. Untuk itu, seorang pendaki harus paham bagaimana membaca peta dan melakukan orientasi. Jangan sekali-sekali mendaki bila dalam rombongan tidak ada yang berpengalaman mendaki dan berpengetahuan mendalam tentang navigasi.
  2. Pastikan kondisi tubuh sehat dan kuat. Berolahragalah seperti lari atau berenang secara rutin sebelum mendaki.
  3. Bawalah peralatan pendakian yang sesuai. Misalnya jaket anti air atau ponco, pisahkan pakaian untuk berkemah yang selalu harus kering dengan baju perjalanan, sepatu karet atau boot (jangan bersendal), senter dan baterai secukupnya, tenda, kantung tidur, matras.
  4. Hitunglah lama perjalanan untuk menyesuaikan kebutuhan logistik. Berapa banyak harus membawa beras, bahan bakar, lauk pauk, dan piring serta gelas. Bawalah wadah air yang harus selalu terisi sepanjang perjalanan.
  5. Bawalah peralatan medis, seperti obat merah, perban, dan obat-obat khusus bagi penderita penyakit tertentu.
  6. Jangan malu untuk belajar dan berdiskusi dengan kelompok pencinta alam yang kini telah tersebar di sekolah menengah atau universitas-universitas.
  7. Ukurlah kemampuan diri. Bila tidak sanggup meneruskan perjalanan, jangan ragu untuk kembali pulang.
   Memang, mendaki gunung memiliki unsur petualangan. Petualangan adalah sebagai satu bentuk pikiran yang mulai dengan perasaan tidak pasti mengenai hasil perjalanan dan selalu berakhir dengan perasaan puas karena suksesnya perjalanan tersebut. Perasaan yang muncul saat bertualang adalah rasa takut menghadapi bahaya secara fisik atau psikologis. Tanpa adanya rasa takut maka tidak ada petualangan karena tidak ada pula tantangan.
Risiko mendaki gunung yang tinggi, tidak menghalangi para pendaki untuk tetap melanjutan pendakian, karena Zuckerma menyatakan bahwa para pendaki gunung memiliki kecenderungan sensation seeking [pemburuan sensasi] tinggi. Para sensation seeker menganggap dan menerima risiko sebagai nilai atau harga dari sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau pengalaman itu sendiri. Pengalaman-pengalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan tersebut membentuk self-esteem [kebanggaan /kepercayaan diri].
Pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menimbulkan perasaan individu tentang dirinya, baik perasaan positif maupun perasaan negatif. Perjalanan pendakian yang dilakukan oleh para pendaki menghasilkan pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan dan sukses mendaki gunung, atau gagal mendaki gunung. Kesuksesan yang merupakan faktor penunjang tinggi rendahnya self-esteem, merupakan bagian dari pengalaman para pendaki dalam mendaki gunung.
Fenomena yang terjadi adalah apakah mendaki gunung bagi para pendaki merupakan sensation seeking untuk meningkatkan self-esteem mereka? Selanjutnya, sensation seeking bagi para pendaki gunung kemungkinan memiliki hubungan dengan self-esteem pendaki tersebut. Karena pengalaman yang dialami para pendaki dalam pendakian dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan.

Persiapan mendaki gunung

Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik, etika, pengetahuan dan ketrampilan.
1. Kesiapan mental.
Mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya sedang fit, maka fisik pun akan fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya. 
2. Kesiapan fisik.
Beberapa latihan fisik yang perlu kita lakukan, misalnya : Stretching /perenggangan [sebelum dan sesudah melakukan aktifitas olahraga, lakukanlah perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih kelenturannya]. Jogging (lari pelan-pelan) Lama waktu dan jarak sesuai dengan kemampuan kita, tetapi waktu, jarak dan kecepatan selalu kita tambah dari waktu sebelumnya. Latihan lainnya bisa saja sit-up, push-up dan pull-up Lakukan sesuai kemampuan kita dan tambahlah porsinya melebihi porsi sebelumnya. 
3. Kesiapan administrasi.
Mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan yang akan dituju. 
4. Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan.
Pengetahuan untuk dapat hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi pendaki adalah pengetahuan tentang navigasi darat, survival serta EMC [emergency medical care] praktis.

Perencanan pendakian.

    Hal pertama yang ahrus dilakukan adalah mencari informasi. Untuk mendapatkan data-data kita dapat memperoleh dari literatur- literatur yang berupa buku-buku atau artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari orang-orang yang pernah melakukan pendakian pada objek yang akan kita tuju. Tidak salah juga bila meminta informasi dari penduduk setempat atau siapa saja yang mengerti tentang gambaran medan lokasi yang akan kita daki.
   Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan). Buatlah perencanaan secara detail dan rinci, yang berisi tentang daerah mana yang dituju, berapa lama kegiatan berlangsung, perlengkapan apa saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu dibawa, perkiraan biaya perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta prosedur pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara teliti dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan sampai dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan anggota pendaki yang lain (satu kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan harus istirahat, dan sebagainya.
Intinya dalam perencanaan pendakian, hendaknya memperhatikan :
■ Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam menghadapi medan.
■ Mempelajari medan yang akan ditempuh.
■ Teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat mungkin.
■ Pikirkan waktu yang digunakan dalam pendakian.
■ Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa.
Perlengkapan dasar perjalanan
■ Perlengkapan jalan : sepatu, kaos kaki, celana, ikat pinggang, baju, topi, jas hujan, dll.
■ Perlengkapan tidur : sleeping bag, tenda, matras dll.
■ Perlengkapan masak dan makan: kompor, sendok, makanan, korek dll.
■ Perlengkapan pribadi : jarum , benang, obat pribadi, sikat, toilet paper / tissu, dll.
■ Ransel / carrier.
Perlengkapan pembantu
■ Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.
■ Peta, busur derajat, douglass protector, pengaris, pensil dll.
■ Alat komunikasi (Handy talky), survival kit, GPS [kalau ada]
■ Jam tangan.

Packing atau menyusun perlengkapan kedalam ransel.

  • Kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya.
  • Masukkan dalam kantong plastik.
  • Letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya (misalnya : Perlengkapan tidur) pada yang paling dalam.
  • Barang barang yang sering digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin dengan tubuh dan mudah diambil.
  • Tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin dengan badan / punggung.
  • Buat Checklist barang barang tersebut.
Sumber Referensi : Mounteenering.Org

Thursday, November 15, 2012

PROFIL PROVINSI SULAWESI TENGGARA


26. PROVINSI SULAWESI TENGGARA

(UU NO.13 TAHUN 1964)
Berdiri
:  22 September 1964
Ibukota
: Kendari
Luas Wilayah
: 36.757.,45  Km2
Letak Astronomis
: 2o30LS' - 6o LS dan 120oBT - 124o BT
Terdiri dari
: 8 Kabupaten, 2 Kota, 117 Kecamatan dan 1.342 Desa
Jumlah Penduduk
: 1.965.958  jiwa
Identitas daerah
: Flora : Anggrek Serat
: Fauna : Anoa
Komoditas Utama
: Kayu, Kopra, Jambu Mete
Bahan Galian
: Aspal, Nikel, Gamping, Kwarsa
Industri
: Kelontong
Pembagian Wilayah Kabupaten dan Kota
No
Nama Kabupaten/Kota
Ibukota
Luas Wilayah
Jumlah Penduduk
Jumlah
Jumlah
(Km2)
Sensus 2005
Kecamatan
Desa
1
Kolaka
Kolaka
6.928,58
266.714
14
131
2
Konawe
Unaha
10.045,30
259.108
22
316
3
Muna
Raha
4.037,83
296.506
29
250
4
Buton
Pasar Wajo
2.648,08
262.546
14
141
5
Konawe Selatan
Andolo
5.779,47
229.341
11
296
6
Bombana
Rumbia
2.497,96
107.59
6
66
7
Wakatobi
Wangi Wangi
822,13
94.023
5
57
8
Kolaka Utara
Lasusua
3.391,62
103.505
6
76
9
Kota kendari
Kendari
300,89
225.598
6
 -
10
Kota Bau Bau
Bau Bau
305,59
121.027
4
9
Ragam Budaya
Bahasa Daerah
: Muna Butung, Bunku laki
Lagu Daerah
: Indo Lugo, Ma Rencong rencong
Alat Musik
: Lado-lado
Tarian
: Tari Dinggu, Galangi, Balumpa
Makanan Khas
: Sasate Nangka
Senjata Tradisonal
: Keris, Lembing, Sumpit
Suku
: Bugis, Buton, Cia-Cia, Muna
Rumah adat
: Rumah Laikas, Istana Sultan Buton
Lapangan Udara
: Wolter Monginsidi
Pelabuhan Laut
: Kendari
Universitas
: Universitas Halu Oleo
Cerita Rakyat
: Kusoi dan Ringkitan
Agama
: 98% Islam, sisanya Kristen, Hindu dan Budha
Pahlawan
: Wolter Monginsidi
Taman  Nasional 
: CA. Makonga
Fauna dilindungi
: Anoa, Babi Rusa
Gunung Tertinggi
:G. Mekongka (2.790 m)
Danau Terluas
:  -
Sungai Terpanjang
:  S.Konaweha
Pulau Terluas
:  P. Buton
Kabupaten Terluas
:   Konawe