"SELAMAT DATANG DI BLOG GEOGRAFI LINGKUNGAN""(EKOGEO)"

Friday, July 22, 2016

TARSIUS : PRIMATA MUNGIL DARI SULAWESI

Tarsius adalah kelompok primata dari suku Tarsiidae yang bersifat nokturnal atau aktif mencari makan pada malam hari. Mamalia yang berkerabat dengan lemur dan kera ini hidup di hutan-hutan tropis Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Filipina. Meskipun masih bisa ditemukan di habitat aslinya, namun Tarsius sangat sensitif dengan perubahan lingkungan di sekitarnya. Oleh sebab itu, kelestarian Tarsius tergantung kepada kesadaran manusia dalam menjaga hutan.
    Saat ini terdapat sekitar 8 spesies Tarsius, yaitu Tarsius Filipina (Tarsius syrichta), Tarsius lapangan kuda (Tarsius bancanus), Tarsius spektral (Tarsius tarsier), Tarsius dian (Tarsius dentatus), Tarsius lariang (Tarsius lariang), Tarsius Peleng (Tarsius pelengensis), Tarsius sangihe (Tarsius sangihensis), dan Tarsius kerdil (Tarsius pumilus). Panjang tubuh hewan ini sekitar 9-15 cm, sedangkan panjang ekornya 25 cm. Bobot tubuh Tarsius hanya sekitar 130 gram.
    Kepala Tarsius berbentuk bulat. Tarsius mampu memutar kepalnya hampir 360 derajat sehingga hewan ini bisa melihat ke segala arah. Tarsius memiliki mata yang besar dan bulat, namun bola matanya tidak bisa digerakkan. Mata ini sangat berguna ketika hewan ini mencari mangsa pada malam hari. Seperti lemur, kera, dan manusia, mata Tarsius juga menghadap ke depan. Daun telinganya besar, bermembran dan selalu bergerak mengikuti suara mangsa. Badan Tarsius ditumbuhi bulu-bulu halus dan tebal yang berwarna abu-abu atau cokelat tua.
 Keluarga Tarsius cokelat sulawesi
 Peloncat Ulung
    Karena mampu meloncat dari satu pohon ke pohon lain sejauh 6 meter, Tarsius dikenal sebagai peloncat ulung. Kemampuan itu didukung oleh tungkai belakangnya yang panjang. Selain itu, Tarsius mampu melihat ke belakang melampaui bahunya sehingga ia bisa menentukan titik pendaratannya yang sesuai. Hewan ini menggunakan jari-jarinya yang panjang untuk bergelantungan pada ranting-ranting pohon. Adapun ekornya yang panjang berfungsi sebagai penyeimbang dan pendorong gerakan loncatnya.
    Tarsius selalu beristirahat dan meloncat dalam posisi tegak lurus. Hewan ini biasanya berkeliaran di dalam semak belukar atau di tengah rerumputan. Pada siang hari Tarsius tidur di pepohonan. Hewan ini baru bangun menjelang matahari terbenam. Setelah mencari pakan pada malam hari, Tarsius akan tidur lagi menjelang fajar.
Kawanan Tarsius hitam di pepohonan

Pakan Tarsius
    Pakan Tarsius umumnya berupa serangga, seperti semut, belalang, capung, ngengat, dan rayap. Tarsius bahkan mapu memangsa burung kecil, ular dan kadal. Untuk mendapatkan air, Tarsius makan buah-buahan atau menjilati air hujan di daun dan batang pohon. Hewan ini kadang-kadang tampak duduk di dekat kolam atau sungai sambil minum air. Tarsius mendeteksi mangsa dengan pendengaran dan penglihatannya. Ketika mencari mangsa, hewan ini harus bersaing dengan kelalawar dan burung hantu. Di alam, Tarsius harus selalu waspada terhadap serangan predator atau pemangsa, seperti ular dan kukang (loris).

Tarsius, hewan monogami
Hewan Monogami
    Tarsius termasuk hewan monogam yang hanya memiliki satu pasangan sepanjang hidupnya. Mamalia ini dapat berbiak dua kali dalam setahun. Pada musim birahi, Tarsius saling mengejar pasangannya dan kemudian kawin di atas pohon. Masa hamil Tarsius berlangsung selama 6 bulan. Induk akan melahirkan seekor anak dalam keadaan telah berbulu dan matanya terbuka. Anak Tarsius kemudian menyusu kepada induknya sampai tiba masa penyapihan (umur 45 hari). Ketika meninggalkan anaknya untuk mencari pakan, induk Tarsius selalu mengadakan kontak melalui suara siulan yang melengking panjang. Setelah disapih, anak Tarsius siap untuk berburu dan mencari pakan sendiri. Setelah berusia setahun, Tarsius muda telah matang secara seksual dan siap untuk kawin.