Bersama dengan singa, macan tutul dan jaguar, Harimau Jawa termasuk keluarga kucing besar (Felidae) yang menduduki posisi puncak dalam rantai makanan. Untuk menjamin tetap tersedianya hewan mangsa, harimau memiliki daerah teritorialnya sendiri. Pejantan umumnya memiliki luas daerah teritorial berukuran 10 x 10 km. Sedangkan betina memiliki daerah jelajah yang lebih kecil.Ukuran tubuh rata-rata harimau Jawa lebih besar dari harimau Sumatera dan harimau Bali, bahkan sedikit lebih besar dari harimau Malaya dengan panjang rata-rata 200-245 cm. Berat jantan berkisar antara 100-140 kg dan betina berkisar antara 75-115 kg (Tabel 1).
Dibandingkan dengan subspesies lainnya, bentuk tubuh harimau Jawa termasuk yang paling unik dan “sexy”. Berikut ini adalah awetan (taxidermi) utuh dari seekor harimau Jawa yang tersimpan di sebuah museum Eropa .
Dibandingkan dengan subspesies lainnya, bentuk tubuh harimau Jawa termasuk yang paling unik dan “sexy”. Berikut ini adalah awetan (taxidermi) utuh dari seekor harimau Jawa yang tersimpan di sebuah museum Eropa .
Harimau Jawa |
Berbeda dengan singa yang hidup dalam kelompok, harimau cenderung hidup soliter dan lebih suka berburu pada malam hari (nokturnal). Harimau jantan juga sangat intoleran terhadap pejantan lain yang memasuki daerah kekuasaannya. Oleh karena itu, sebagai peringatan, harimau akan menandai batas wilayahnya dengan air seni dan gurat-gurat cakaran pada batang pohon tertentu. Tiap individu harimau memiliki bau air seni yang sangat khas.
Dari jejak dan kotoran yang ditinggalkan, diketahui bahwa Harimau Jawa tergolong predator yang oportunis. Harimau Jawa akan memangsa hewan apa saja yang dapat ditemukan selama menjelajahi hutan. Rusa (Muntiacus muntjak) dan Babi hutan (Sus scrofa) adalah makanan favoritnya. Satwa lain seperti: Banteng (Bos javanicus), Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), trenggiling (Manis javanica), ular, ayam hutan, bahkan hingga serangga seperti kumbang badak juga termasuk dalam daftar menunya.
Selain harimau, di hutan-hutan dan pegunungan Pulau Jawa juga dapat ditemukan hewan pemangsa (Karnivor) lain yang ukurannya lebih kecil yaitu macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) dan Ajag, sejenis anjing hutan (Cuon alpinus javanicus).
Karakter unik Harimau Jawa
Kepala Harimau Jawa |
Pola belang harimau Jawa juga sangat unik. Dibandingkan subspesies lainnya, harimau Jawa memiliki jumlah belang yang paling banyak (dapat mencapai total lebih dari 100 garis belang per ekor). Bentuk belangnya juga sangat tipis dan panjang dengan jarak yang rapat terutama di bagian paha dan sekitarnya. Anehnya lagi, belang harimau Jawa hanya terkonsentrasi di bagian belakang tubuh. Saat mencapai bagian perut, garis belang tampak menghilang secara tiba-tiba. Setengah bagian perut hingga bagian depan pun terlihat lebih polos dengan jumlah garis belang yang minim. Hal ini terlihat dengan jelas pada foto awetan (taxidermi) harimau Jawa pada Gambar 2 (di atas) dan 4 berikut ini
Perbandingan Harimau Sumatra dan Harimau Jawa |
Gambar 4. Perbandingan pola belang pada Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dengan pola belang harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Belang harimau sumatera terlihat lebih lebar dan tebal (atas). Sedangkan harimau Jawa memiliki pola belang yang tipis, panjang dan sangat rapat (bawah).
Dari gambar di samping terlihat jelas perbedaan fisik Harimau Jawa dengan saudaranya Harimau Sumatera. Perbedaan yang paling menyolok terlihat pada bagian surai (jenggotnya). Perlu diketahui bahwa Harimau Sumatera adalah subspesies harimau yang memiliki surai paling lebat di antara seluruh subspesies harimau di dunia. Jadi, jika anda ingin memastikan suatu harimau tergolong harimau Sumatera atau bukan, lihat saja jenggotnya.
Pola belang Harimau Jawa dan Sumatera juga berbeda. Dengan pola belangnya yang tipis memanjang, warna bulu harimau Jawa terlihat lebih cerah. Belang harimau Sumatera lebih lebar rapat dan hampir merata di sekujur tubuh sehingga warna bulu terlihat lebih gelap.
Postur tubuh juga memperlihatkan perbedaan yang jelas. Tubuh Harimau Sumatera sedikit lebih kecil, pendek, gempal namun proporsional. Sedangkan postur tubuh harimau Jawa terlihat lebih unik, dengan kepalanya yang kecil, tubuh ramping dan telapak kaki yang besar (Gambar 4)
Gambar 5. Perbandingan pola belang antara Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dengan Harimau Benggala (Panthera tigris tigris).
Perbandingan Harimau Jawa Dan Harimau Benggala |
Pola belang pada harimau Benggala biasanya dijadikan “standar” untuk menggambarkan sosok harimau, baik dalam film, iklan maupun karya seni lainnya. Hal ini wajar mengingat Harimau Benggala dapat ditemukan hampir di setiap kebun binatang di seluruh dunia. Sebagian besar Harimau putih yang menjadi maskot kebun binatang juga merupakan bagian dari subspesies Harimau Benggala.
Dari Gambar 5 terlihat jelas perbedaan pola belang dan postur tubuh Harimau Benggala dengan Harimau Jawa. Harimau Benggala memiliki postur yang lebih besar. Warna bulu tubuh sangat cerah dengan warna belang hitam yang kontras. Jumlah belang Harimau Benggala jauh lebih sedikit dibandingkan dengan harimau Jawa. Bentuk belang pun lebih lebar dengan jarak yang lebih renggang.
Gambar 5. Perbandingan pola belang Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dengan harimau Benggala (Panthera tigris tigris).
Perbandingan HarimauSumatra dan Harimau Benggala |
Meskipun berukuran jauh lebih kecil, raut muka Harimau Sumatera cenderung lebih mengintimidasi jika dibandingkan dengan Harimau Benggala. Dengan surai jenggotnya yang lebat, Harimau Sumatera tampak lebih garang dan sangar. Dari Gambar 5 di atas, terlihat jelas jika Harimau Sumatera memiliki belang yang lebih banyak dan lebih rapat. Sedangkan belang pada Harimau Benggala jumlahnya lebih sedikit namun lebih lebarGambar 6. Perbandingan pola belang Harimau Bali (Panthera tigris balica) dengan harimau Jawa (Panthera tigris sondaica).
Perbandingan Harimau Bali dan Harimau Jawa |
Benarkah Harimau Jawa telah Punah ?
Hingga pertengahan abad ke 19 (tahun 1850), Harimau Jawa masih banyak ditemukan di seluruh pelosok Pulau Jawa. Bagi penduduk lokal yang tinggal di daerah pinggiran pedesaan dan pemerintah kolonial Hindia Belanda saat itu, Harimau Jawa dianggap sebagai hama karena seringkali mencuri dan memangsa hewan ternak seperti kambing dan domba.
Dua Ekor Harimau Jawa di Sebuah KB Batavia |
Pembukaan lahan pertanian yang lebih luas akibat pertambahan penduduk yang pesat menyebabkan ruang hidup bagi harimau jawa semakin menyempit. Akibatnya timbul konflik antara penduduk lokal dengan harimau. Kasus penduduk yang tewas diterkam harimau pun semakin sering terdengar. Sejak saat itu nasib harimau Jawa kian tak pasti dan hingga kini masih menjadi misteri. Sebagian ahli satwa liar meyakini Taman Nasional Meru Betiri di Jawa Timur sebagai habitat terakhir bagi Harimau Jawa. Setidaknya hingga tahun 1980-an, 3 ekor harimau Jawa diperkirakan masih hidup di daerah tersebut.
Di awal tahun 1990-an, TN Meru Betiri yang didukung oleh WWF Indonesia berinisiatif memasang kamera jebak (camera trap) untuk memastikan adanya individu harimau Jawa yang masih tersisa. Kamera Jebak pun di pasang di 19 titik yang diduga menjadi daerah perlintasan harimau Jawa. Pemantauan dilakukan selama setahun penuh dari bulan Maret 1993 hingga Maret 1994. Selain dengan kamera, survei juga dilakukan terhadap jejak dan kotoran (faeces) yang ditinggalkan Harimau Jawa.
Hasil pemantauan selama setahun tersebut sungguh menyedihkan. Tak satu pun foto dan jejak harimau Jawa yang berhasil ditemukan. Bahkan, berdasarkan hasil survei tersebut, IUCN (1996) secara resmi menyatakan bahwa Harimau Jawa telah punah dari muka bumi untuk selamanya. Walaupun IUCN telah menetapkan status kepunahan harimau Jawa, sebagian masyarakat melaporkan masih melihat keberadaan kucing besar tersebut di kawasan hutan Meru Betiri. Hal ini juga didukung oleh mahasiswa dan pencinta alam yang menemukan jejak dan kotoran harimau Jawa selama melakukan penjelajahan di daerah tersebut.
Atas laporan tersebut, pihak Taman Nasional Meru Betiri pun berinisiatif melakukan survei kembali. Dengan dukungan kamera infra merah dari The Tiger Foundation Kanada, 12 jagawana yang telah dilatih sebelumnya kemudian memasang kamera jebak dan membuat peta observasi. Hasil survei selama setahun tersebut, memperkuat fakta punahnya harimau jawa karena tidak satu foto pun yang berhasil ditemukan. Bahkan, foto satwa yang menjadi makanan harimau pun termasuk jarang. Kekecewaan semakin bertambah lengkap dengan banyaknya foto pemburu yang terjebak kamera Infra merah…!
No picture, no evidence. Tidak adanya foto terbaru seolah menasbihkan kepunahan harimau Jawa. Namun hal ini dibantah oleh Didik Raharyono, seorang peneliti Harimau Jawa yang berdomisili di Cirebon. Sampel faeces, foto jejak dan bekas cakaran di batang pohon menjadi bukti bahwa harimau Jawa benar-benar masih ada. Penelitiannya selama beberapa tahun yang dikombinasikan dengan informasi dari rekan-rekan pencinta alam menunjukkan bahwa harimau Jawa masih eksis. Populasi harimau Jawa tersebut, umumnya tersebar di daerah hutan terpencil atau daerah pegunungan besar di pulau Jawa.
Taman Nasional Meru Betiri, Rumah Terakhir Harimau Jawa
Jejak-jejak kaki misterius di dekat kandang ternak yang ditemukan oleh penduduk pasca meletusnya gunung Merapi seolah membuktikan bahwa raja Rimba tersebut memang benar-benar masih ada. Survei yang lebih detail pun perlu dilakukan sebagai langkah awal untuk memastikan keberadaan harimau Jawa. Informasi dari penduduk yang masih sering melihat harimau di hutan sekitar tempat tinggalnya pun juga tak bisa dipandang sebelah mata. Pemburu harimau Jawa juga harus diajak bekerja sama karena merekalah yang paling mengenal seluk beluk Harimau yang menjadi buruannya. Jika kita semua peduli, kemungkinan punahnya Harimau Jawa masih dapat dicegah sebelum terlambat. Berapa lama lagikah misteri keberadaan Harimau Jawa ini akan terpecahkan ?. Hanya waktu yang bisa menjawabnya...