"SELAMAT DATANG DI BLOG GEOGRAFI LINGKUNGAN""(EKOGEO)"

Sunday, June 17, 2018

HARI MELAWAN DESERTIFIKASI DAN KEKERINGAN DI DUNIA TAHUN 2018


  

  Pada hari ini : Minggu, 17 Juni 2018 diperingati sebagai Hari Melawan Desertifikasi dan Kekeringan Dunia PBB atau UN World Day to Combat Desertification and Drought. Hari peringatan ini mengingatkan kita pada negara yang mengalami kekeringan yang berulang, desertifikasi (tipe degradasi lahan  di mana lahan yang relatif kering menjadi semakin gersang, kehilangan badan air, vegetasi, dan juga hewan liar) dan deforestasi (perubahan suatu kawasan dari hutan menjadi padang pasir) dan percepatan degradasi hutan (proses alih guna lahan) dan lingkungan.
   Sementara itu, kekhawatiran atas fenomena desertifikasi mendorong digelarnya sebuah konferensi lingkungan hidup bertaraf internasional. Pada tahun 1992 untuk pertama kalinya digelar Konferensi PBB untuk Lingkungan Hidup dan Pembangunan di Rio de Janeiro, Brazil. Di konferensi ini agenda pengendalian fenomena desertifikasi dibahas secara serius. Pasal 12 hasil dari sidang ini, yakni Agenda 21 sejatinya merupakan agenda masyarakat internasional untuk abad 21 dan fokus pada fenomena desertifikasi.
   Di agenda ini, PBB diharapkan bertindak serius menangani fenomena desertifikasi dan kekeringan sebagai sebuah kendala global serta membentuk komisi antar negara untuk menyusun konvensi internasional menangani fenomena penggurunan. Setelah tiga tahun sidang, komisi ini akhirnya berhasil menyusun isi konvensi desertifikasi internasional.
   17 Juni 1994, negara anggota PBB menandatangani perjanjian untuk menyadarkan masyarakatnya atas ancaman berbahaya desertifikasi. Tujuan dari perjanjian ini mengendalikan tekanan manusia di daerah kering. Perjanjian ini dikenal dengan Konvensi PBB untuk Memerangi Desertifikasi (UNCCD). Dengan demikian 24 tahun lalu, para pakar dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu lingkungan hidup, cuaca, botani dan geologi berkumpul memperingatkan pemimpin dunia akan kondisi bumi, di mana sedikitnya 5.169 juta hektar atau 39,7 persen dari 13000 juta hektar daerah kering di bumi terancam fenomena desertifikasi. Fenomena ini akan menimbulkan kerugian miliaran dolar di sektor pertanian dan ketahanan pangan global.
   Kini lebih dari 190 negara anggota konvensi ini saling bekerjasama untuk memulihkan kehidupan warga di daerah kering, menjaga serta memulihkan kondisi tanah sehingga mampu untuk diolah kembali. Mereka juga bekerjasama meminimalkan dampak kekeringan. Sekretariat UNCCD juga mendorong warga lokal berpartisipasi dalam memerangi fenomena desertifikasi dan perusakan bumi dan mempermudah kerjasama antar negara berkembang dan maju serta menstransfer teknologi. Upaya UNCCD tersebut dimaksudkan untuk memulihkan manajemen bumi yang berkelanjutan.
   Mencegah perusakan lahan pertanian di sekitar gurun pasir melalui penyebaran budaya dan menjaga tanaman demi melindungi tanah, pembibitan, penyebaran bibit, perawatan dan pengairan, mencegah ternak menginjak-injak lahan rumput dan keseimbangan dalam lingkungan alam termasuk tujuan dari konvensi ini. UNCCD dengan mengenalkan metode manajeman mulai dari bawah hingga atas, telah menjelaskan babak baru undang-undang internasional.
   Dokumen konvensi ini berulang kali menekankan partisipasi penuh dan konstruktif, khususnya kaum hawa. Peran lembaga swadaya masyarakat atau NGO sebagai penghubung antara rakyat dan seluruh instansi serta peluang meningkatkan kapasitas di masyarakat lokal untuk berpartisipasi juga termasuk salah satu hal yang ditekankan konvensi ini.
   Konvensi ini juga menentukan agenda kerja  mereka dalam enam pokok serta memprediksikan hasil yang dapat diraih dari setiap pokok tersebut. Peningkatan tingkat kesadaran dan wawasan publik serta pendidikan, batasan pengambilan kebijakan, sains dan teknologi, mempersiapkan peluang, menjamin sumber daya serta relokasi teknologi dan dukungan manajemen merupakan acuan yang telah ditentukan bagi pelaksanaan strategi konvensi ini.
   Meski saat ini negara-negara yang menghadapi kendala penggurunan (desertifikasi) tengah melaksanakan konvensi ini melalui pembangunan dan berbagai program tingkat nasional serta regional. Namun sampai saat ini, sejumlah daerah di Afrika, Asia, Amerika Latin, Laut Karibia, utara laut Miditerania serta sebagian wilayan tengah dan timur Eropa masih menghadapi fenomena desertifikasi.
   Setiap 12 tahun jutaan hektar tanah, sebanding dengan tiga kali luas Swiss dan memiliki kapasitas untuk menghasilkan 20 juta ton biji-bijian rusak akibat penggurunan. Kerusakan bumi yang mengakibatkan penurunan produksi makanan, air, dan meningkatkan angka kemiskinan ratusan juta manusia serta mempengaruhi dua miliar penghuni bumi adalah krisis senyap yang mengacam dunia. 
Dampak desertifikasi tidak terbatas pada musnahnya spesies dan ekosistem alam, namun juga meningkatkan serangan badai pasir dan menurunkan tingkat kesuburan tanah, pusat-pusat hunian manusia serta infrastruktur seperti jalan, jalur telekomunikasi dan listrik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa desertifikasi adalah kendala global dengan dampak serius bagi ragam flora maupun fauna, keamanan lingkungan hidup, akar kemiskinan, stabilitas sosial-ekonomi serta pembangunan di seluruh dunia. Dampak yang paling terasa adalah meluasnya gurun Sahara di Benua Afrika, yang dapat membahayakan kehidupan fauna termasuk manusia.
   Menurut para pakar pencegahan penggurunan hanya akan muncul ketika terjadi perubahan pola kecenderungan dan perilaku baik lokal maupun internasional. Perubahan ini setapak demi setapak membawa kita untuk memanfaatkan dengan baik bumi dan ketahanan pangan bagi masyarakat dunia yang terus berkembang. Dengan demikian desertifikasi dalam arti sebenarnya hanya bagian dari tujuan lebih besar yakni pembangunan permanen negara-negara yang terkena dampak kekeringan dan maraknya penggurunan.
   Desertifikasi bersama perubahan iklim serta musnahnya ragam flora dan fauna dikenal sebagai salah satu kendala terbesar pembangunan lestari. Oleh karena itu, Konvensi Internasional Penanggulangan Desertifikasi (UNCCD) mengejar tujuan seperti menciptakan partisipasi global untuk memutarbalik dan mencegah penggurunan, perusakan tanah dan mereduksi dampak kekeringan di wilayah yang menjadi korban demi menekan angka kemiskinan serta melindungi lingkungan hidup.
  Pastinya masyarakat internasional akan mampu mencegah eskalasi kerusakan bumi dengan melaksanakan langkah-langkah seperti ini. Pencegahan kerusakan bumi juga mampu menjaga ketahanan pangan, mereduksi kemiskinan dan kelaparan di kawasan pedesaan serta membantu menciptakan ketahanan dalam menghadapi krisis besar lingkungan hidup.
  Oleh karena itu, memerangi kerusakan bumi membutuhkan tekad global. Dewasa ini fenomena buruk desertifikasi membayangi sejumlah wilayah dunia dan jika tidak diambil langkah-langkah menjaga sumber daya alam dan lingkungan hidup, maka kondisi ini bisa meluas ke berbagai kawasan dunia lainnya dalam beberapa tahun mendatang.
  Dewasa ini terlah terbukti bahwa ancaman perubahan iklim, pemanasan global dan desertifikasi musuh bersama seluruh penghuni bumi. Oleh karena itu, selama masih ada kesempatan, seluruh negara harus komitmen untuk menciptakan dan mempromosikan solusi  komprehensif serta permanen dalam melawan fenomena desertifikasi dan melindungi bumi, karena bumi adalah sumber yang tidak dapat diperbarui serta amanat yang harus diberikan kepada generasi mendatang. 
   Di Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang mengalami desertifikasi dan kekeringan. Kekeringan yang terjadi di Indonesia pada saat ini mengakibatkan suatu daerah mengalami kekurangan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan dalam masa yang berkepanjangan. Kekeringan ini bisa terjadi karena dua faktor, yaitu faktor alamiah dan faktor antropogenik atau ketidakpatuhan manusia terhadap aturan.
   Berdasarkan faktor alamiah, kekeringan ini disebabkan karena kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman pada periode waktu tertentu dalam suatu wilayah yang luas. Sedangkan berdasarkan faktor antropogenik, kekeringan ini disebabkan karena ketidakpatuhan pengguna terhadap pola penggunaan air yang berlebihan serta adanya kerusakan-kerusakan kawasan-kawasan air dan sumber air. Kekeringan di Indonesia juga sangat berkaitan dengan fenomena El-Nino Southem Oscilation (ENSO). ENSO ini mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Dampak yang dapat terlihat dalam sektor pertanian adalah dengan bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan.
   Dampak dari kekeringan yang terjadi di Indonesia cukup banyak salah satu contohnya dalam bidang pertanian dan kegiatan pangan. Kita bisa lihat salah satunya, yaitu turunnya produksi tanaman sehingga tanaman mati karena produksi tanaman yang rendah, para petani mengalami kerugian secara material maupun finansial dan apabila kekeringan ini terjadi secara luas maka akan mengancam ketahanan pangan nasional.
  Bagaimana cara melawan desertifikasi dan kekeringan ini? Melawan desertifikasi dan kekeringan dapat melalui cara-cara seperti memeriksa penampungan air, memeriksa dan mematikan keran air baik di wastafel/bak air kamar mandi, memeriksa sanitasi air di lingkungan, menyiram beberapa tanah kering, menyiram tanaman dalam pot, green house, apotek hidup dan lain sebagainya. Tentunya, kita harus menggunakan prinsip yang berkelanjutan untuk mengatasi desertifikasi dan kekeringan di Indonesia.
   Mari kita melawan desertifikasi dan kekeringan! Dimulai dari negara tercinta kita Indonesia karena pasti akan banyak kerugian yang didapat jika kita membiarkan desertifikasi dan kekeringan ini. Mungkin, awal kerugian akan bermula pada para petani yang mengalami banyak kegagalan panen. Namun, jika terus menerus terjadi kegagalan panen maka kita pun akan menuai dampak kerugian seperti harga bahan pangan yang meningkat atau kelangkaan bahan pangan. Maka dari itu kita tingkatkan rasa kepedulian kita dan lakukan yang terbaik untuk negara dan bumi kita tercinta.

Sumber Referensi :  http://parstoday.com