Bulan Juni dan Juli ini adalah bulan yang paling ideal untuk melakukan perjalanan liburan yang banyak dimanfaatkan para pecinta alam untuk mendaki gunung. Selain memasuki masa liburan sekolah dan semester untuk pelajar dan Mahasiswa juga bulan ini sangat baik melakukan adventure di alam liar karena kondisi cuaca sangat mendukung. Di Indonesia Bulan Juni ini juga memasuki musim kemarau dalam arti cuaca cerah yang dapat dimanfaatkan menyalurkan hobi yang satu ini sambil menikmati panorama alam yang indah tiada duanya di gunung-gunung Pulau Jawa. Apabila anda melakukan hiking di Gunung-gunung di Jawa ini juga bersamaan dengan masa mekarnya bunga Edelweis yang menciptakan pemandangan indah mempesona. Sekedar bernostalgia Alun-alun Mandalawangi di gunung Pangrango dan Alun-alun Suryakencana di gunung Gede adalah tempat favorit Admin Blog melakukan refresing sambil menulis puisi dan lagu balada Lestarikan alam dan Setangkai Edelweis (1985-1986) yang menggambarkan keindahan menakjubkan lembah ini dengan hamparan bunga Edelweis yang sedang bermekaran. Namun untuk TN Gunung Gede Pangrango beberapa dekade terakhir selama bulan Juni sampai dengan Agustus pendakian di kawasan ini ditutup sementara untuk pemulihan ekosistem.
Walaupun demikian, dibalik indahnya gunung kita tetap harus memiliki dasar-dasar ilmu mendaki gunung, untuk berjaga karena alam yang semula bersahabat bisa berubah 180 derajat menjadi ancaman bagi nyawa apabila misalnya cuaca tiba-tiba berubah drastis dengan datangnya badai, karena diatas Gunung kita tidak tahu pasti kondisi cuaca yang bisa berubah sewaktu-waktu. Belum lagi kondisi kountur gunung yang terjal , jurang-jurang yang dalam, dan tebing curam yang harus dipanjat maupun menembus hutan tropis yang lebat dan mungkin hadangan jenis hewan buas dan berbisa yang tidak bisa kita prediksi. Belajar dari pengalaman sebagai guru terbaik dalam kehidupan kita, banyak sekali memberikan manfaat serta pelajaran - pelajaran penting mengenai kehidupan. Belajar tidak harus lewat buku atau media lainnya, tetapi belajarlah dari Alam karena disanalah gambaran kehidupan yang sesungguhnya.
Sebagai Pecinta Alam semua dididik dalam bagaimanapun keadaan, situasi dan kondisi. Dari situlah kita mengenal survive. Kali ini admin akan memberikan sedikit Tips melakukan Pendakian Gunung, karena jangan salah, dalam Pendakian Gunung kita tidak boleh sembarangan apa lagi sampai Asal-asalan, karena banyak para pendaki yang sok tahu yang ujung - ujungnya malah dicari ( karena tersesat) .
Untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan adanya kendala dan ancaman musibah, baik yang disebabkan oleh situasi dan kondisi alam maupun oleh kelalaian manusianya sendiri, maka perlu disusun rencana pendakian, minimal tidak mengabaikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Informasi jalur, medan dan cuaca. Menghimpun informasi dari berbagai sumber akan dapat membantu kelancaran dan keamanan perjalanan pendakian. Sumber informasi didapat antara lain :
a. Pendaki yang sudah berpengalaman.
b. Tulisan tentang pendakian di media massa.
c. Berita musibah dalam pendakian.
d. Instansi terkait (PHPA/Taman Nasional/BKSDA)
e. Aparat desa/kecamatan setempat dan penduduk yang terdekat dengan lokasi pendakian.
2. Keselamatan dan kondisi fisik. Mendaki gunung bukanlah kegiatan darmawisata, tetapi cenderung merupakan olahraga petualangan di alam bebas dan menguras tenaga. Oleh karena itu, setiap orang yang akan melakukan pendakian harus sehat jasmani dan rohani serta prima secara fisik. Jangan sekali-kali memaksakan diri jika kesehatan dan kondisi fisik memang sedang lemah, karena akan berakibat fatal dalam pendakian. Bagi calon pendaki wanita yang sedang haid/menstruasi sebaiknya tidak melakukan pendakian demi keamanannya. Berdasarkan catatan Pengelola TN Gede Pangrango mayoritas pendaki wanita yang meninggal pada tahun 2013 hingga 2015, disebabkan karena sedang haid. Data April-Mei 2015 terdapat 25 wanita dievakuasi dari kawasan TNGGP, dan 20 diantaranya sedang haid sehingga tidak sanggup untuk melakukan pendakian. Alasannya karena pada saat sedang haid, seorang wanita sedang mengalami kekurangan darah, sehingga berpotensi mengalami kejang perut dengan sakit luar biasa pada perut, punggung, pinggul, dan menurunnya nafsu makan. Akibatnya mereka akan kekurangan energi untuk metabolisme, dan kurang energi untuk menjaga suhu tubuh hingga akhirnya mengalami hipothermia.
3. Biaya perjalanan. Untuk mencapai lokasi pendakian, tidak terlepas dari sarana transportasi. Perjalanan dari dan ke tempat tujuan yang harus menggunakan jasa angkutan umum, memerlukan biaya yang tidak sedikit. Bagi pendaki yang merasa dirinya sudah sebagai “anak gunung” yang terbiasa hidup dalam segala cuaca dan tahan bantingan, tidak akan menjadi masalah kalau ternyata harus bermalam di terminal/stasiun. Mereka tidak perlu bermalam di hotel atau penginapan. Akan tetapi dalam menghadapi tarif angkutan umum yang sudah pasti dan tidak bisa ditawar lagi, maka akan menjadi masalah apabila tidak membawa dana yang cukup. oleh karena itu, dalam merencanakan pendakian, pos pengeluaran untuk biaya transportasi harus dikalkulasi secara benar.
4. Kelengkapan identitas diri. KTP, kartu pelajar/mahasiswa atau identitas lainnya dan beberapa lembar foto copynya harus dibawa, karena akan diperlukan ketika melapor/meminta izin kepada pihak berwenang. Sehingga apabila terjadi musibah, akan memudahkan mendapat pertolongan dan identifikasi. Bila memungkinkan, sebaiknya pendaki memakai kalung identitas yang terbuat dari logam.
Selanjutnya setelah anda mengetahui faktor-faktor yang harus anda ketahui dalam merencanakan pendakian gunung, tahapan yang harus diperhatikan adalah memenage seluruh pelaksanaan kegiatan pendakian tersebut. Disini akan di bahas mulai dari Persiapan pendakian sampai persiapan turun pendakian, mudah - mudahan saja bermanfaat.
A. Persiapan Pendakian
Perlengkapan pakaian dan logistik.
a. Perlengkapan pakaian - T-shirt dan jaket yang dapat menyerap keringat. Untuk memudahkan identifikasi dalam pencarian bila terkena musibah, sebaiknya pilih yang berwarna kontras.
- Usahakan jangan memakai celana jeans karena akan menyerap dingin dan akan menjadi berat jika basah. Sebaiknya memakai celana kain model tentara yang banyak kantongnya.
- Sepatu gunung dan sandal gunung, kaos kaki panjang, sarung tangan wol, topi kupluk, celana pendek, kemeja flannel, kain sarung, handuk kecil, sabun mandi dan sikat gigi beserta pasta gigi.
- Sleeping bag dan matras, ponco/jas hujan dan plastik lembaran.
- Lampu senter (cadangan batrai jangan lupa), beberapa gulung tali pramuka, pisau lipat serbaguna.
- Kompor gas, mesting/panci masak tentara, korek api gas dan lilin, piring plastik beserta cangkir dan sendok makan.
- Obat-obatan P3K.
- Tenda, dum/bivak, peta topografi, kompas dan peluit.
- Perlengkapan survivor seperti jarum jahit, benang, silet, gunting, karet ban mobil, mata kail dan kailnya,
- Pakaian cadangan, baterai dan kamera dimasukan ke dalam kantong plastik agar tidak lembab terkena embun hujan.
b. Perlengkapan logistik
- Makanan dan minuman yang biasa sering dibawa pendaki gunung antara lain : mie kering, roti, biskuit, telur asin, minuman serbuk kemasan, gula pasir, gula aren, garam dapur, minyak ikan, madu, abon dan susu.
- Air minum kemasan botol plastik. Apabila sudah kosong botolnya bisa dimanfaatkan lagi untuk tempat air.
- Kalau bisa membawa beras, asalkan bisa mendapatkan air yang cukup untuk memasaknya.
- Usahakan jangan memakai celana jeans karena akan menyerap dingin dan akan menjadi berat jika basah. Sebaiknya memakai celana kain model tentara yang banyak kantongnya.
- Sepatu gunung dan sandal gunung, kaos kaki panjang, sarung tangan wol, topi kupluk, celana pendek, kemeja flannel, kain sarung, handuk kecil, sabun mandi dan sikat gigi beserta pasta gigi.
- Sleeping bag dan matras, ponco/jas hujan dan plastik lembaran.
- Lampu senter (cadangan batrai jangan lupa), beberapa gulung tali pramuka, pisau lipat serbaguna.
- Kompor gas, mesting/panci masak tentara, korek api gas dan lilin, piring plastik beserta cangkir dan sendok makan.
- Obat-obatan P3K.
- Tenda, dum/bivak, peta topografi, kompas dan peluit.
- Perlengkapan survivor seperti jarum jahit, benang, silet, gunting, karet ban mobil, mata kail dan kailnya,
- Pakaian cadangan, baterai dan kamera dimasukan ke dalam kantong plastik agar tidak lembab terkena embun hujan.
b. Perlengkapan logistik
- Makanan dan minuman yang biasa sering dibawa pendaki gunung antara lain : mie kering, roti, biskuit, telur asin, minuman serbuk kemasan, gula pasir, gula aren, garam dapur, minyak ikan, madu, abon dan susu.
- Air minum kemasan botol plastik. Apabila sudah kosong botolnya bisa dimanfaatkan lagi untuk tempat air.
- Kalau bisa membawa beras, asalkan bisa mendapatkan air yang cukup untuk memasaknya.
Catatan :
1. Bawa logistik secukupnya sesuai dengan lamanya pendakian.
2. Jangan membawa makanan yang mudah basi.
3. Logistik jangan dipusatkan pada satu orang saja.
4. Untuk seorang pendaki rata-rata membutuhkan 400 – 500 kalori per hari.
5. Hindari minuman beralkohol agar tidak lepas kontrol dan hilang keseimbangan.
1. Bawa logistik secukupnya sesuai dengan lamanya pendakian.
2. Jangan membawa makanan yang mudah basi.
3. Logistik jangan dipusatkan pada satu orang saja.
4. Untuk seorang pendaki rata-rata membutuhkan 400 – 500 kalori per hari.
5. Hindari minuman beralkohol agar tidak lepas kontrol dan hilang keseimbangan.
B. Teknik Packing
Packing adalah menyusun perlengkapan ke dalam ransel. Kenyamanan dan efisiensi ransel menempel pada tubuh selain ditentukan secara langsung oleh desain ransel juga ditentukan oleh cara penyusunan barangnya. Yang menjadi dasar Packing adalah keseimbangan beban. Ini bergantung kepada cara kita menumpukan berat beban pada tubuh sedemikian rupa, sehingga kaki dapat berjalan secara efisien.Dalam batas batas tertentu, rangka yang dimiliki oleh ransel banyak memberikan kenyamanan. Rangka ini membuat posisi tubuh lebih nyaman saat menggendong beban. Namun bagaimanapun canggihnya desain ransel yang kita miliki, akan sedikit artinya apabila kita tidak mampu menyusun barang dengan baik.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah :
1. Tempatkanlah barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin ke badan. Barang barang yang relatif ringan (sleeping bag, pakaian tidur) ditempatkan di bagian bawah.
2. Letakkan barang barang yang sewaktu waktu diperlukan (ponco, alat P3K, kamera,dll) pada bagian atas atau pada kantung kantung luar ransel.
3. Kelompokkan barang barang dan masukkan ke dalam kantung kantung plastik yang tidak tembus air, terutama pakaian tidur atau pakaian cadangan, kertas kertas, buku, dll.
4. Masukan benda benda yang mudah pecah ke dalam wadah yang kuat dan diisi juga dengan benda benda yang dapat menahan goncangan, seperti kertas, kain, busa, dll.
5. Matras tidur yang dimasukkan kedalam ransel dapat membantu mempertahankan bentuk ransel dan mempermudah penyusunan barang ke dalam ransel, sehingga menjadi padat, rapi dan efisien.
6. Bila perlu bawalah tas tambahan yang lebih memudahkan kita untuk menjangkau barang barang yang diperlukan, seperti tas pinggang, tas sandang, dll
C. Pendakian
Nah..disinilah intinya pada saat Pendakian, banyak yang harus diperhatikan oleh anda semua. Beberapa hal yang harus di simak antara lain :
1. Ketahanan mental dan percaya diri
Jalur pendakian bukanlah jalan raya bebas hambatan, tetapi merupakan jalan setapak dengan kondisi bervariasi dan terkadang membingungkan dan membosankan. Belum lagi harus melewati hutan hujan tropis yang masih jarang dilewati yang penuh dengan semak belukar, padang alang-alang, sabana yang luas, batang pohon yang tumbang dan menutup jalur, jembatan batang pohon di atas jurang, melewati tebing, dan jurang yang terjal. Terkadang juga dihadang oleh medan lereng pasir dan batuan vulkanik yang labil, tanah berdebu, jalur licin dan rawan longsor, tiupan angin yang kencang serta perubahan cuaca panas dan dingin yang menyengsarakan.
Beruntung bila selama pendakian tidak dihadang oleh binatang buas, seperti harimau, macan tutul, ular, babi hutan dan monyet/beruk. Untuk mengantisipasi kejadian-kejadian seperti itu, tentu saja harus diimbangi dengan mental yang kuat, semangat tinggi dan rasa percaya diri serta tidak lupa berdo’a memohon perlindungan kepada Tuhan YME. Usahakan selama perjalanan pendakian jangan banyak mengeluh dan banyak bertanya jauh dekatnya lokasi tujuan. Hal tersebut secara psikologis dapat menurunkan semangat dan menimbulkan rasa putus asa serta tidak percaya diri, terutama bagi pendaki wanita dan pemula atau pendaki yang baru pertama kali melakukan pendakian di gunung tersebut.
2. Disiplin dan konsentrasi
Di setiap gunung yang menjadi sasaran pendakian, pada umumnya terdapat jalur setapak dengan kondisi yang bervariasi. Pemandu arah atau jalur adalah rambu-rambu pada pohon yang telah dibuat oleh para pendaki terdahulu, OPA atau petugas PHPA. Rambu-rambu arah dalam hutan bisa berupa tanda panah yang terbuat dari guntingan seng, torehan cat atau goresan pada batang pohon ataupun ikatan tali raffia pada dahan pohon. Berjalanlah pada jalur resmi atau yang sudah sering dilewati oleh pendaki lain. Buat tanda jejak dengan ranting pohon bila menemui jalur yang meragukan, seperti jalur yang bercabang atau sudah tertutup semak, sehingga jika ingin kembali pada jalur awal tidak akan kehilangan jejak. Kalau selama pendakian tidak ingin tersesat sebaiknya jangan coba-coba membuat jalur baru atau jalur pintas sendiri. Kecuali bagi pendaki senior yang telah berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang SAR (search and resque).
3. Memelihara kekompakan
Rasa kebersamaan dan kekompakan sesama pendaki dalam suatu pendakian mutlak diperlukan. Toleransi dan keakraban tidak terbatas dengan sesama teman satu tim/rombongan sendiri, tetapi juga dengan para pendaki di luar rombongannya sendiri. Solidaritas perlu diciptakan karena berada dalam kawasan alam bebas dan rawan bahaya, sama-sama akan menghadapi masalah yang tidak jauh berbeda, seperti sakit, kekurangan makanan/minuman, Hypothermia, kecelakaan dan bisa mungkin kematian.
4. Berjalan dan langkah kaki
Bila melakukan pendakian secara berombongan, rombongan dibagi menjadi beberapa regu. Tiap regu (7-10 orang) dipimpin oleh senior atau orang yang sudah mengenal jalur dan medan sebagai pemandu. Dalam setiap regu pendaki wanita dan pria dicampur. Pada jalur yang sempit atau punggung jurang harus ekstra hati-hati, langkah kaki diperlambat tidak saling mendahului dan berjalan mengikuti jalur resmi yang sudah ada. Ingat konsentrasi harus terpusat pada jalur dan kondisi medan sekitar terutama dalam pendakian di malam hari.
Untuk mengatur kondisi fisik dari kelelahan dalam melakukan perjalanan menanjak, sebaiknya setiap 1 jam berjalan, berhenti sejenak tidak lebih dari 10 menit. Pada saat itu dimanfaatkan untuk menambah kalori dengan memakan makanan ringan dan minum air sehemat mungkin. Irama langkah kaki selama dalam pendakian hendaknya disesuaikan dengan kebiasaan langkah sendiri. Jangan memaksakan mengikuti langkah teman pendaki yang lain, apalagi yang langkahnya cepat dan panjang. Berjalanlah dengan perasaan senang dan optimis. Tujuan utama akan sampai dipuncak dan kembali turun dengan sehat dan selamat. Ketika berjalan di medan berpasir menuju puncak seperti gunung Semeru, kaki sering melorot dan ambles ke dalamnya. Adapun tekniknya adalah begitu kaki bergerak akan melorot, segera buka kearah luar kedua belah telapak kaki dan injaklah batuan vulkanik yang diperkirakan kuat dan tidak akan longsor.
5. Membawa beban dalam ransel
Pergunakanlah ransel yang ukurannya tidak terlalu tinggi bila sudah diisi penuh perbekalan. Hal ini akan menyulitkan serta menghambat perjalanan bila harus lewat di bawah batang pohon tumbang. Untuk menjaga keseimbangan dan memusatkan titik beban di kedua belah pundak, sebaiknya titik berat beban jatuh di bagian atas punggung.
6. Pendakian rombongan
Membawa rombongan dalam suatu pendakian akan menghadapi banyak kendala, baik yang datang dari dalam rombongan sendiri maupun yang disebabkan oleh kondisi alam. Apalagi bila diantara anggota rombongan belum ada yang mengenal kondisi medan dan jalur. Usahakan untuk sekurang-kurangnya menguranngi kendala yang akan terjadi, yaitu dengan terlebih dahulu mengadakan survey dan orientasi medan oleh beberapa anggota rombongan. Maksudnya untuk mendata situasi dan kondisi medan, jalur, lokasi untuk kemah, lokasi sumber air, dan memberi rambu-rambu arah serta tanda bahaya. Dengan memperhitungkan waktu tempuh, maka dapat memperkirakan persediaan logistik dan perlengkapan yang diperlukan. Demikian juga mengenai transportasi dan biaya perjalanan.
7. Waktu pendakian
a. Pendakian bisa dilakukan pada siang atau malam hari. Bagi seorang pendaki pemula yang belum mengenal medan dan jalur sebaiknya melakukan pendakian pada pagi hari atau bila malam hari bisa bergabung dengan pendaki lain yang sudah berpengalaman.
b. Bila terjadi kabut tebal, hujan maupun badai sebaiknya menunda pendakian atau membatalkannya, terutama pendakian ke puncak gunung yang lerengnya didominasi pasir dan batuan vulkanik atau pada jalur yang rawan longsor.
c. Selama perjalanan pada malam hari, jagalah selalu kewaspadaan dan konsentrasi pada jalur dan kondisi medan sekitarnya. Terkadang pendaki yang tidak konsentrasi akan kehilangan jalur, sedangkan keluar dari jalur resmi akan berakibat fatal, tersesat dan mungkin juga bisa masuk jurang.
Jalur pendakian bukanlah jalan raya bebas hambatan, tetapi merupakan jalan setapak dengan kondisi bervariasi dan terkadang membingungkan dan membosankan. Belum lagi harus melewati hutan hujan tropis yang masih jarang dilewati yang penuh dengan semak belukar, padang alang-alang, sabana yang luas, batang pohon yang tumbang dan menutup jalur, jembatan batang pohon di atas jurang, melewati tebing, dan jurang yang terjal. Terkadang juga dihadang oleh medan lereng pasir dan batuan vulkanik yang labil, tanah berdebu, jalur licin dan rawan longsor, tiupan angin yang kencang serta perubahan cuaca panas dan dingin yang menyengsarakan.
Beruntung bila selama pendakian tidak dihadang oleh binatang buas, seperti harimau, macan tutul, ular, babi hutan dan monyet/beruk. Untuk mengantisipasi kejadian-kejadian seperti itu, tentu saja harus diimbangi dengan mental yang kuat, semangat tinggi dan rasa percaya diri serta tidak lupa berdo’a memohon perlindungan kepada Tuhan YME. Usahakan selama perjalanan pendakian jangan banyak mengeluh dan banyak bertanya jauh dekatnya lokasi tujuan. Hal tersebut secara psikologis dapat menurunkan semangat dan menimbulkan rasa putus asa serta tidak percaya diri, terutama bagi pendaki wanita dan pemula atau pendaki yang baru pertama kali melakukan pendakian di gunung tersebut.
2. Disiplin dan konsentrasi
Di setiap gunung yang menjadi sasaran pendakian, pada umumnya terdapat jalur setapak dengan kondisi yang bervariasi. Pemandu arah atau jalur adalah rambu-rambu pada pohon yang telah dibuat oleh para pendaki terdahulu, OPA atau petugas PHPA. Rambu-rambu arah dalam hutan bisa berupa tanda panah yang terbuat dari guntingan seng, torehan cat atau goresan pada batang pohon ataupun ikatan tali raffia pada dahan pohon. Berjalanlah pada jalur resmi atau yang sudah sering dilewati oleh pendaki lain. Buat tanda jejak dengan ranting pohon bila menemui jalur yang meragukan, seperti jalur yang bercabang atau sudah tertutup semak, sehingga jika ingin kembali pada jalur awal tidak akan kehilangan jejak. Kalau selama pendakian tidak ingin tersesat sebaiknya jangan coba-coba membuat jalur baru atau jalur pintas sendiri. Kecuali bagi pendaki senior yang telah berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang SAR (search and resque).
3. Memelihara kekompakan
Rasa kebersamaan dan kekompakan sesama pendaki dalam suatu pendakian mutlak diperlukan. Toleransi dan keakraban tidak terbatas dengan sesama teman satu tim/rombongan sendiri, tetapi juga dengan para pendaki di luar rombongannya sendiri. Solidaritas perlu diciptakan karena berada dalam kawasan alam bebas dan rawan bahaya, sama-sama akan menghadapi masalah yang tidak jauh berbeda, seperti sakit, kekurangan makanan/minuman, Hypothermia, kecelakaan dan bisa mungkin kematian.
4. Berjalan dan langkah kaki
Bila melakukan pendakian secara berombongan, rombongan dibagi menjadi beberapa regu. Tiap regu (7-10 orang) dipimpin oleh senior atau orang yang sudah mengenal jalur dan medan sebagai pemandu. Dalam setiap regu pendaki wanita dan pria dicampur. Pada jalur yang sempit atau punggung jurang harus ekstra hati-hati, langkah kaki diperlambat tidak saling mendahului dan berjalan mengikuti jalur resmi yang sudah ada. Ingat konsentrasi harus terpusat pada jalur dan kondisi medan sekitar terutama dalam pendakian di malam hari.
Untuk mengatur kondisi fisik dari kelelahan dalam melakukan perjalanan menanjak, sebaiknya setiap 1 jam berjalan, berhenti sejenak tidak lebih dari 10 menit. Pada saat itu dimanfaatkan untuk menambah kalori dengan memakan makanan ringan dan minum air sehemat mungkin. Irama langkah kaki selama dalam pendakian hendaknya disesuaikan dengan kebiasaan langkah sendiri. Jangan memaksakan mengikuti langkah teman pendaki yang lain, apalagi yang langkahnya cepat dan panjang. Berjalanlah dengan perasaan senang dan optimis. Tujuan utama akan sampai dipuncak dan kembali turun dengan sehat dan selamat. Ketika berjalan di medan berpasir menuju puncak seperti gunung Semeru, kaki sering melorot dan ambles ke dalamnya. Adapun tekniknya adalah begitu kaki bergerak akan melorot, segera buka kearah luar kedua belah telapak kaki dan injaklah batuan vulkanik yang diperkirakan kuat dan tidak akan longsor.
5. Membawa beban dalam ransel
6. Pendakian rombongan
Membawa rombongan dalam suatu pendakian akan menghadapi banyak kendala, baik yang datang dari dalam rombongan sendiri maupun yang disebabkan oleh kondisi alam. Apalagi bila diantara anggota rombongan belum ada yang mengenal kondisi medan dan jalur. Usahakan untuk sekurang-kurangnya menguranngi kendala yang akan terjadi, yaitu dengan terlebih dahulu mengadakan survey dan orientasi medan oleh beberapa anggota rombongan. Maksudnya untuk mendata situasi dan kondisi medan, jalur, lokasi untuk kemah, lokasi sumber air, dan memberi rambu-rambu arah serta tanda bahaya. Dengan memperhitungkan waktu tempuh, maka dapat memperkirakan persediaan logistik dan perlengkapan yang diperlukan. Demikian juga mengenai transportasi dan biaya perjalanan.
7. Waktu pendakian
a. Pendakian bisa dilakukan pada siang atau malam hari. Bagi seorang pendaki pemula yang belum mengenal medan dan jalur sebaiknya melakukan pendakian pada pagi hari atau bila malam hari bisa bergabung dengan pendaki lain yang sudah berpengalaman.
b. Bila terjadi kabut tebal, hujan maupun badai sebaiknya menunda pendakian atau membatalkannya, terutama pendakian ke puncak gunung yang lerengnya didominasi pasir dan batuan vulkanik atau pada jalur yang rawan longsor.
c. Selama perjalanan pada malam hari, jagalah selalu kewaspadaan dan konsentrasi pada jalur dan kondisi medan sekitarnya. Terkadang pendaki yang tidak konsentrasi akan kehilangan jalur, sedangkan keluar dari jalur resmi akan berakibat fatal, tersesat dan mungkin juga bisa masuk jurang.
D. Teknik berjalan di gunung
Pada dasarnya, teknik berjalan yang benar adalah untuk menjaga kesimbangan tubuh. Keseimbangan ini diperlukan terutama untuk mengontrol semua gerakan langkah kita agar lebih kuat dan kokoh. Ini akan memberikan kenikmatan, kebebasan, serta keluwesan bagi pendaki gunung.1. Metode Lock-Knee Cobalah berdiri di anak tangga dengan kedua kaki, lutut didorong ke belakang, sehingga anda dalam posisi tegak. Langkahkan kaki kanan anda ke anak tangga berikutnya. Waktu mengangkat badan, saat kedua kaki dalam posisi sama tinggi, kaki kanan anda yang sedang menahan berat badan langsung anda kunci dengan cara menekan lutut ke belakang. Lalu teruskan dengan kaki kiri ke anak tangga berikutnya.
Praktekanlah metode di atas saat anda melakukan perjalanan. Berjalan dengan metode Lock-knee dengan sendirinya medorong tubuh untuk selalu tegak. Hal ini sangat menguntungkan di medan yang miring. Posisi tubuh yang tegak menambah mantap pijakan kaki serta menjaga keseimbangan badan. Tetapi jika tubuh berkurang tegaknya, Ini memudahkan terpeleset, terutama di medan berkerikil.
2. Berjalan Pelan
Berjalan pelan tetapi dengan langkah yang kuat dan sedikit beristirahat akan lebih baik daripada berjalan terlalu cepat tetapi sering berhenti untuk beristirahat. Seorang anggota yang baik akan berjalan dalam waktu yang lama tanpa istirahat – bisa dua sampai tiga jam.
Jika kita melakukannya dan tidak merasa capai, itu menandakan bahwa stamina kita baik. Tetapi semuanya memerlukan latihan dan pengalaman. Jika kita beristirahat setiap setengah jam kurang, tandanya kita terlalu capai dan memaksakan diri. Atau dalam satu jam kita sering berhenti untuk istirahat berarti kita berjalan terlalu cepat. Jika anda perlu istirahat, pilihlah tempat yang nyaman, indah serta leluasa. Ini akan membantu mengurangi rasa lelah.
3.Perjalanan Turun
Sebelum melakukan perjalanan turun, terutama pada medan yang terjal, sebaiknya tali sepatu diikat lebih kencang. Ini akan membantu menahan bagian belakang kaki kita sehingga bagian depan kaki dan jari-jari tidak sakit oleh tekanan bagian depan sepatu kita. Perjalanan turun benar-benar akan menguji kekuatan otot-otot kaki, terutama jika membawa beban yang berat. Lakukan dengan hati-hati karena ada kecenderungan dorongan ke arah depan akibat beban yang kita bawa yang bisa memudahkan jatuh atau terguling. Pada saat melangkah, jejakkan kaki sehingga seluruh tapak sepatu menyentuh permukaan tanah. Usahakan badan selalu tegak dan condong ke arah depan berarti menghilangkan keseimbangan dan mengurangi kekuatan pijakan kaki. Pilihlah jalan yang landai, jangan memotong lewat lereng yang terjal. Beristirahatlah setelah melakukan perjalanan turun yang panjang untuk menghindari cedera otot.
4. Berjalan dalam kelompok
Disarankan dibentuk oleh lebih dari 3 orang anggota. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa jika salah satu mendapat kecelakaan atau hal yang tidak diduga lainnya, maka yang dua orang lagi dapat menolongnya. Anggota yang terlalu banyak juga menambah persoalan tersendiri, mulai dari ukuran-ukuran perlengkapan yang dibawa sampai pada variasi irama jalan dan variasi kemauan setiap orang yang berbeda-beda. PIlihlah ketua regu jika hal ini dianggap penting. Buatlah keputusan secara demokratis. Sebaiknya sebuah regu tidak berpencar, kalaupun terpaksa perhatikan selalu pembagian perlengkapan dan bahan makanan. Kegiatan-kegiatan di alam bebas biasanya penuh bahaya dan resiko, karena itu berjalan seorang diri sebaiknya dihindari. Tak seorangpun tahu pasti apa yang akan terjadi pada dirinya.
Umumnya semua diawali dengan tersesat. Bukan waktu naik gunung, namun saat turun gunung. Skenario kronologis yang sangat umum adalah, ketika pendaki keluar jalur. Yang tadinya dipunggungan, terbelokan masuk ke lembah. Baik tak sengaja, akibat kehilangan kesiagaan diri. Atau disengaja, karena mendengar iming-iming suara gemercik air, ditengah kehausan luar biasa yang melanda. Tanpa makan orang bisa bertahan sampai 3 minggu, namun tanpa air, paling hanya bisa hidup selama 2 – 3 hari saja, akibat dehidrasi dan heat-stroke.
Dulu, ditahun 70 an awal, sempat berkembang pemikiran, jika tersesat digunung, masuk lembah saja, dan temukan sungai. Sungai pada suatu saat akan mengalir masuk ke kampung, dimana bantuan pertolongan tersedia. Nampak sebuah argumentasi logis, namun tidak pada faktanya.
Lembah yang bersungai, cenderung tergerus sisi-sisinya, menyisakan tebing curam, yang bisa jadi jebakan. Bisa dituruni, namun tidak untuk dinaiki kembali. Gerusan itu kadang harus melompat, menyediakan sekian banyak air terjun, yang licin dan curam. Sungai di lembah cenderung lembab berlumut, akibatnya pakaian dengan mudah menjadi basah. Lalu suhu tubuh melorot, api tak nyala karena basah, ketika malam tiba, bahaya hypotermia sudah tepat di pelupuk mata.
Khusus gunung berapi, gas racun lebih berat dari udara, sehingga dengan mudah mengendap di daerah lembah. Sekali terhisap anda bisa lewat. Saat ini, semua sepakat, seluruh pendaki gunung, naik dan turun harus tetap dipunggungan. Jangan pernah sekali sekali masuk ke lembah, jika tidak ingin dikenai resiko musibah falal. Namun hal ini akan berdampak pada seluruh kemampuan, perencanaan, persiapan, pelaksanaannya dilapangan.
Seperti contoh berikut :
1. Berjalan dipunggungan
Caranya lihat kiri dan kanan. Jika sebelah kiri / kanan gelap, maka anda berjalan dilereng menuju lembah. Jika kedua sisi gelap, artinya anda sudah didalam lembah. Jika kedua sisi terang artinya anda aman dan tetap dipunggungan. Saat dilereng, bisa saja ada sejenis paku yang merambat ( pakis) Tertutup humus sehingga nampak seperti tanah, tapi saat diinjak anda bisa terjeblos pada jurang dalam dibawahnya.
2. Tetap dipunggungan
Jika terjadi sesuatu, tetap mengambil posisi dipunggungan. Team SAR manapun akan memulai penyisiran dari punggungan, sebagai string-line baku. Keberadaan anda disana, memudahkan anda untuk segera ditemukan. Selain itu, punggungan akan lebih memudahkan untuk melakukan komunikasi.
3. Hemat Air
Ingat, aliran air hanya ada dilembah, dan jarang ditemukan di punggungan. Akibatnya anda harus membawa perbekalan air yang cukup. Setidaknya 1/3 dari berat ransel anda adalah air. Yaitu untuk minum dan masak. Kalau kebetulan menemukan genangan air, segera penuhi kembali jarigen air yang anda bawa, sehingga selalu 1/3 berat ransel adalah air. Jangan pernah tergoda dengan ringannya ransel, akibat air berkurang.
4. Air selama berjalan
Selama berjalan, usahakan agar tidak banyak meminum air di velples jika tak perlu. Khawatir tak mampu menahan diri, untuk meminum kebanyakan, yang bisa membuat anda justru sulit bergerak. Sebagai pengganti, cari air di lapangan. Bisa dari oyot pohon, batang pisang, kentang tanah, lumut, dll.
5. Dll
Yang paling berbahaya adalah sebuah pemikiran.
Saat puncak gunung di gapai, maka tantangan terberat lewat sudah, sekarang tinggal pulang dengan santai. Biar ransel ringan, lalu makanan dihabiskan, cadangan air minum terbuang-buang.Padahal, jauh lebih berbahaya turun gunung ketimbang naik gunung
Jauh lebih memakan korban saat turun, ketimbang waktu naik.
Teknik Istirahat
Buat seorang pehobi mendaki gunung berpengalaman, berjalan terus-menerus selama dua sampai tiga jam tanpa istirahat bukanlah berat. Tingginya jam jalan dan latihan yang terus-menerus membuat stamina dan kekuatan seperti itu bisa diperoleh. Buat ukuran kita, para awam dapat berjalan satu jam terus-menerus dengan diselingi istirahat selama sepuluh menit adalah wajar.
Disarankan dibentuk oleh lebih dari 3 orang anggota. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa jika salah satu mendapat kecelakaan atau hal yang tidak diduga lainnya, maka yang dua orang lagi dapat menolongnya. Anggota yang terlalu banyak juga menambah persoalan tersendiri, mulai dari ukuran-ukuran perlengkapan yang dibawa sampai pada variasi irama jalan dan variasi kemauan setiap orang yang berbeda-beda. PIlihlah ketua regu jika hal ini dianggap penting. Buatlah keputusan secara demokratis. Sebaiknya sebuah regu tidak berpencar, kalaupun terpaksa perhatikan selalu pembagian perlengkapan dan bahan makanan. Kegiatan-kegiatan di alam bebas biasanya penuh bahaya dan resiko, karena itu berjalan seorang diri sebaiknya dihindari. Tak seorangpun tahu pasti apa yang akan terjadi pada dirinya.
Bahaya Dan Resiko Turun Gunung
Secara statistik kita tahu, pembunuh utama para pendaki, bukan terpeleset di jurang, bukan tergantung di tebing, bukan dipatuk ular berbisa, bukan kena gas beracun, dll. Pembunuh utamanya adalah hypotermia. Sebuah kondisi, ketika suhu tubuh menurun melewati ambang batas minimal yang diperbolehkan. Ketika kelaparan, baju basah, sehingga suhu tubuh turun akibat “terhisap” udara dingin disekeliling. Saat gigilan otot waktu kedinginan berhenti, lalu diganti kantuk yang luar biasa. Dan saat tertidur, maka sang malaikat maut kan menjemput.Umumnya semua diawali dengan tersesat. Bukan waktu naik gunung, namun saat turun gunung. Skenario kronologis yang sangat umum adalah, ketika pendaki keluar jalur. Yang tadinya dipunggungan, terbelokan masuk ke lembah. Baik tak sengaja, akibat kehilangan kesiagaan diri. Atau disengaja, karena mendengar iming-iming suara gemercik air, ditengah kehausan luar biasa yang melanda. Tanpa makan orang bisa bertahan sampai 3 minggu, namun tanpa air, paling hanya bisa hidup selama 2 – 3 hari saja, akibat dehidrasi dan heat-stroke.
Evakuasi Pendaki Gunung Yang mengalami Kecelakaan |
Lembah yang bersungai, cenderung tergerus sisi-sisinya, menyisakan tebing curam, yang bisa jadi jebakan. Bisa dituruni, namun tidak untuk dinaiki kembali. Gerusan itu kadang harus melompat, menyediakan sekian banyak air terjun, yang licin dan curam. Sungai di lembah cenderung lembab berlumut, akibatnya pakaian dengan mudah menjadi basah. Lalu suhu tubuh melorot, api tak nyala karena basah, ketika malam tiba, bahaya hypotermia sudah tepat di pelupuk mata.
Khusus gunung berapi, gas racun lebih berat dari udara, sehingga dengan mudah mengendap di daerah lembah. Sekali terhisap anda bisa lewat. Saat ini, semua sepakat, seluruh pendaki gunung, naik dan turun harus tetap dipunggungan. Jangan pernah sekali sekali masuk ke lembah, jika tidak ingin dikenai resiko musibah falal. Namun hal ini akan berdampak pada seluruh kemampuan, perencanaan, persiapan, pelaksanaannya dilapangan.
Seperti contoh berikut :
1. Berjalan dipunggungan
Caranya lihat kiri dan kanan. Jika sebelah kiri / kanan gelap, maka anda berjalan dilereng menuju lembah. Jika kedua sisi gelap, artinya anda sudah didalam lembah. Jika kedua sisi terang artinya anda aman dan tetap dipunggungan. Saat dilereng, bisa saja ada sejenis paku yang merambat ( pakis) Tertutup humus sehingga nampak seperti tanah, tapi saat diinjak anda bisa terjeblos pada jurang dalam dibawahnya.
2. Tetap dipunggungan
Jika terjadi sesuatu, tetap mengambil posisi dipunggungan. Team SAR manapun akan memulai penyisiran dari punggungan, sebagai string-line baku. Keberadaan anda disana, memudahkan anda untuk segera ditemukan. Selain itu, punggungan akan lebih memudahkan untuk melakukan komunikasi.
3. Hemat Air
Ingat, aliran air hanya ada dilembah, dan jarang ditemukan di punggungan. Akibatnya anda harus membawa perbekalan air yang cukup. Setidaknya 1/3 dari berat ransel anda adalah air. Yaitu untuk minum dan masak. Kalau kebetulan menemukan genangan air, segera penuhi kembali jarigen air yang anda bawa, sehingga selalu 1/3 berat ransel adalah air. Jangan pernah tergoda dengan ringannya ransel, akibat air berkurang.
4. Air selama berjalan
Selama berjalan, usahakan agar tidak banyak meminum air di velples jika tak perlu. Khawatir tak mampu menahan diri, untuk meminum kebanyakan, yang bisa membuat anda justru sulit bergerak. Sebagai pengganti, cari air di lapangan. Bisa dari oyot pohon, batang pisang, kentang tanah, lumut, dll.
5. Dll
Yang paling berbahaya adalah sebuah pemikiran.
Saat puncak gunung di gapai, maka tantangan terberat lewat sudah, sekarang tinggal pulang dengan santai. Biar ransel ringan, lalu makanan dihabiskan, cadangan air minum terbuang-buang.Padahal, jauh lebih berbahaya turun gunung ketimbang naik gunung
Jauh lebih memakan korban saat turun, ketimbang waktu naik.
Teknik Istirahat
Buat seorang pehobi mendaki gunung berpengalaman, berjalan terus-menerus selama dua sampai tiga jam tanpa istirahat bukanlah berat. Tingginya jam jalan dan latihan yang terus-menerus membuat stamina dan kekuatan seperti itu bisa diperoleh. Buat ukuran kita, para awam dapat berjalan satu jam terus-menerus dengan diselingi istirahat selama sepuluh menit adalah wajar.
Saat istirahat juga banyak faktor yang harus diperhatikan. Seperti, duduklah dengan kaki menyelonjor lurus ke depan. Karena hal ini dapat melancarkan kembali aliran darah yang sebelumnya hanya terpusat ke kaki. Usahakan cari tempat yang tidak terlalu berangin, karena angin dapat mengerutkan otot yang sedang beristirahat tersebut.
Minum air yang berenergi dan bukalah sedikit makanan ringan yang kita bawa, untuk mempercepat proses recovery pada tubuh. Pendapat yang mengira bahwa meneguk minuman keras di gunung itu baik adalah salah adanya. Memang kehangatan bisa kita dapat dari minuman tersebut tapi pembuluh darah dalam kulit menjadi mengembang dan memberi kesempatan udara dingin masuk ke dalam tubuh. Kehangatan sesaat yang kita terima tidak seimbang dengan akibat setelahnya, yaitu kedinginan dalam jangka waktu lama. Lagipula tak baik bila meminum minuman keras bila sedang dalam berjalan di gunung, selain bisa mengakibatkan mabuk yang bisa berdampak bahaya untuk si pendaki sendiri.
Atur waktu istirahat, jangan terlalu lama juga. Selain sayang pada otot-otot kaki yang sudah memanas dan kencang menjadi mengendur karena kelamaan istirahat. Tapi, bila dirasakan Anda memerlukan istirahat lebih lama dari biasanya itu pertanda Anda berjalan terlalu cepat. Dan bila tiba-tiba tiap setengah jam atau kurang Anda merasa membutuhkan istirahat itu berarti pertanda tubuh kita sudah terlalu lemah dan lelah. Masalah kelelahan ini haruslah dipertimbangkan masak-masak. Bila hal ini terjadi tak jauh dari puncak tempat tujuan mungkin kita bisa memaksakan untuk mencapainya. Tapi, bila terjadi di tengah perjalanan dan puncak tempat tujuan kita masih terasa jauh dari depan mata lebih disarankan mengambil istirahat panjang, kalau perlu dirikan tenda untuk beristirahat. Memilih lokasi istirahat juga harus memperhatikan banyak hal. Pilihlah lokasi istirahat yang memiliki pemandangan indah, karena paling tidak secara psikologis menikmati pemandangan dapat mengurangi perasaan lelah yang timbul selama dalam perjalanan. Makan dan minum secukupnya, kalau perlu dimasak dahulu agar hangat dan segar. Baik juga kalau kita memakan sedikit garam untuk menghindari keram.
Medan
Selanjutnya yang perlu diperhatikan saat berjalan di gunung adalah memperhatikan betul medan yang akan kita tempuh. Medan yang berumput dan terjal kadang membahayakan, apalagi saat basah karena hujan atau embun pada pagi hari. Bila kita tak berhati-hati melewatinya, tergelincirlah akibatnya. Apalagi bila kita memakai sepatu yang tidak mempunyai sol ber-‘kembang’ yang layak. Sama juga seperti pada medan yang berlumpur dan becek, cenderung licin dan berbahaya. Di daerah yang penuh kerikil dan batu-batu tajam disarankan berhati-hati dan tidak bertindak ceroboh. Tidak berbeda juga di saat kita menemui daerah dengan batu-batu besar seperti saat di sungai. Kalau bisa melompat dari satu batu ke batu lainnya lebih disarankan.
Tapi ini memerlukan kecepatan gerak dan ketepatan dalam melangkah, karena kadang batu tempat kita berpijak sudah bergulir saat kita akan pindah ke batu yang lain. Faktor kelelahan dan pengalaman juga bisa menjadi acuan bila ingin meloncat-loncat seperti ini. Bila kita sudah terlalu lelah cara yang paling aman adalah dengan menaiki satu per satu batu-batu tersebut dan memeriksa dahulu batu-batu yang akan dipijak agar tidak bergulir nantinya. Lain lagi bila menemui daerah dengan karakter berpasir. Berjalan mendaki di daerah seperti ini lebih sukar daripada berjalan di atas tanah keras. Setiap kali dua kali melangkah ke atas tanah akan melorot ke bawah sebanyak satu langkah. Kadang-kadang perlulah menyepakkan kaki agar tanah memadat dan tidak melorot lagi. Bila kita menjadi orang kedua kita bisa mempergunakan jalur yang pernah dilalui orang pertama, hal ini bisa menghemat tenaga karena tanah berpasir bekas jejak menjadi lebih padat dan keras.
Juga jangan cepat percaya pada pepohonan kecil-kecil yang berada di pinggir-pinggir tebing. Seringkali pohon tersebut tak cukup kuat untuk menahan tubuh kita, sehingga gampang tercabut saat kita memakainya untuk menahan bobot badan. Pakailah pohon-pohon tersebut hanya sebagai keseimbangan saja. Jangan terburu-buru mengambil keputusan memotong lintasan yang sudah ada. Memang kadang lintasan tersebut terasa jauh bila kita melewatinya. Tapi percayalah, hal tersebut biasanya dikarenakan faktor mengikuti bentukan alam yang ada di daerah tersebut. Memang itu adanya jalur yang terbaik. Juga biasanya jalur-jalur memotong itu lebih sulit adanya, lebih baik jalan sedikit melingkar tapi dapat menghemat tenaga daripada mengikuti lintasan memotong tapi terkuras tenaga.
Tapi ini memerlukan kecepatan gerak dan ketepatan dalam melangkah, karena kadang batu tempat kita berpijak sudah bergulir saat kita akan pindah ke batu yang lain. Faktor kelelahan dan pengalaman juga bisa menjadi acuan bila ingin meloncat-loncat seperti ini. Bila kita sudah terlalu lelah cara yang paling aman adalah dengan menaiki satu per satu batu-batu tersebut dan memeriksa dahulu batu-batu yang akan dipijak agar tidak bergulir nantinya. Lain lagi bila menemui daerah dengan karakter berpasir. Berjalan mendaki di daerah seperti ini lebih sukar daripada berjalan di atas tanah keras. Setiap kali dua kali melangkah ke atas tanah akan melorot ke bawah sebanyak satu langkah. Kadang-kadang perlulah menyepakkan kaki agar tanah memadat dan tidak melorot lagi. Bila kita menjadi orang kedua kita bisa mempergunakan jalur yang pernah dilalui orang pertama, hal ini bisa menghemat tenaga karena tanah berpasir bekas jejak menjadi lebih padat dan keras.
Juga jangan cepat percaya pada pepohonan kecil-kecil yang berada di pinggir-pinggir tebing. Seringkali pohon tersebut tak cukup kuat untuk menahan tubuh kita, sehingga gampang tercabut saat kita memakainya untuk menahan bobot badan. Pakailah pohon-pohon tersebut hanya sebagai keseimbangan saja. Jangan terburu-buru mengambil keputusan memotong lintasan yang sudah ada. Memang kadang lintasan tersebut terasa jauh bila kita melewatinya. Tapi percayalah, hal tersebut biasanya dikarenakan faktor mengikuti bentukan alam yang ada di daerah tersebut. Memang itu adanya jalur yang terbaik. Juga biasanya jalur-jalur memotong itu lebih sulit adanya, lebih baik jalan sedikit melingkar tapi dapat menghemat tenaga daripada mengikuti lintasan memotong tapi terkuras tenaga.
Jadi, patut diulang lagi. Ucapan-ucapan yang mengatakan bahwa naik gunung itu susah adalah bohong belaka. Ternyata kita bisa menikmatinya, dan bahaya-bahaya yang timbul di sana sebenarnya bisa diminimalkan dengan cara meningkatkan pengetahuan tentang kegiatan pendakian gunung maupun perjalanan petualangan di alam bebas tersebut. Dan dengan menjadikan sebuah perjalanan menjadi sebuah seni adalah cara tersendiri dalam menikmati ciptaan-Nya sekaligus mensyukuri atas semua nikmat dan karunia yang diberikan Allah, Tuhan Yang Maha Esa kepada kita.
Sumber Referensi : Wapala TGA, Swetadwipa.Blogspot.Com,GreenCampusOutdoor.Com
Sumber Referensi : Wapala TGA, Swetadwipa.Blogspot.Com,GreenCampusOutdoor.Com