Penyebaran Harimau sumatera merata di 8 Provinsi di Sumatera yaitu Nengroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Sedangkan di Provinsi Riau Kepulauan dan Bangka Belitung tidak ditemukan popolasi Harimau Sumatera. Namun keberadaan populasi Harimau semakin terancam, dengan menyusutnya luas hutan dengan dibukanya perkebunan oleh masyarakat terutama perkebunan Kelapa sawit . Sedangkan ruang gerak jelajah Harimau Sumatera terhambat oleh semakin menyempitnya habitat mereka dengan semakin bertambahnya luas pemukiman dan lahan pertanian penduduk. Taman Nasional dan Cagar Alam yang diharapkan mampu menjadi tempat hunian terakhir Harimau Sumatera belum mampu sepenuhnya berfungsi dengan baik, karena masih banyak habitat Harimau sumatera yang berada di luar wilayah konservasi dan hewan-hewan buas ini terjebak dan tercecer di kantong-kantong hutan kecil yang dikelilingi wilayah pemukiman dan pertanian penduduk. Akibatnya benturan dengan penduduk tidak terhindarkan. Maka terjadilah konflik antara manusia dengan Harimau yang sudah pasti akan memakan korban. Puluhan ekor ternak milik penduduk menjadi korban, bahkan ada manusia yang menjadi korban juga. Pada akhirnya Harimau Sumatera akan kalah dan tersingkir selamanya dari habitatnya bahkan punah di beberapa kantong hutan terakhir yang tersisa.
Animasi Harimau Sumatera
Untuk mencegah kepunahan Harimau Sumatera dari habitat terakhirnya perlu upaya pihak terkait dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup bekerjasama dengan Balai Konservasi Daerah setempat untuk memindahkan Harimau-Harimau sumatera yang terjebak di kantong-kantong hutan kecil diluar Taman Nasional dan Cagar Alam ke habitat baru yang aman dan terlindungi. Perlu juga diberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak menghakimi dengan membunuh Harimau sumatera di wilayahnya karena sangsi hukum tetap diberlakukan terhadap warga yang telah membunuh Hewan yang secara nasional dilindungi oleh Undang-undang. Atau kalau mau obyektif dan berpihak pada sang raja Hutan, jadikan wilayah kantong-kantong hutan yang tersisa menjadi Cagar Alam atau Suaka Margasatwa untuk melindungi Harimau Sumatera, sedangkan masyarakat direlokasi ke tempat lain. Hal ini bisa dilihat misalnya di kawasan Hutan Senapis Riau, wilayah non konservasi ini diperkirakan masih terdapat lebih dari 25 ekor Harimau Sumatera. Rasanya pantas daerah ini dijadikan Cagar Alam karena dengan populasi yang masih cukup banyak Harimau Sumatera di hutan Senapis ini bisa bertahan dan terlindungi. Namun wilayah kantong hutan yang hanya menyisakan 3-5 ekor Harimau Sumatera, memang sebaiknya Harimau sumateralah yang harus direlokasi ke Taman Nasional-Taman Nasional di Pulau Sumatera yang lain.
Konflik yang terjadi antara Manusia dan Harimau Sumatera beberapa diantaranya terjadi seperti contoh dibawah ini (Dikutip dari beberapa harian online)
Kapolres Aceh Tamiang AKBP Dicky Sondani ketika dihubungi merdeka.com, Sabtu malam (6/7) menjelaskan, penyebab harimau Sumatera menyerang ke-6 orang itu karena anaknya dibunuh. Awalnya memang ada enam orang pencari kayu, tapi satu orang tewas diterkam harimau yang kalap itu.
Hingga kini upaya evakuasi juga belum dilakukan karena di masih berbahaya. Harimau yang marah karena anaknya dibunuh masih mengintai mereka dan belum mau pergi. Aparat gabungan sudah dikerahkan masuk ke dalam hutan tropis yang masih lebat tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Ke-6 orang yang berangkat ke dalam hutan leuser pada Kamis malam itu adalah David, Adi Susilo, Mujiono, Budi Setiawan, Suriadi dan Awaludin. Tapi David tewas diterkam si raja hutan. Sementara 5 orang berhasil menyelamatkan diri dengan cara memanjat pohon.
Salah satu dari mereka lalu menghubungi warga, dan meminta bantuan karena teman mereka ada yang meninggal diterkam. Menurut Dicky, setidaknya butuh waktu 2-3 hari bila hendak masuk ke sana. Di dalam hutan juga masih banyak habitat harimau Sumatera dan gajah.
Konflik yang terjadi antara Manusia dan Harimau Sumatera beberapa diantaranya terjadi seperti contoh dibawah ini (Dikutip dari beberapa harian online)
5 Harimau Sumatera Serang Pencari Kayu, Karena Anaknya Dibunuh (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Tahun 2014)
Merdeka.com - Hingga Sabtu malam ini ke-5 pencari kayu alim (yang biasanya digunakan sebagai bahan minyak wangi) masih terjebak di atas pohon di pedalaman hutan Leuser, di puncak Sungai Rengas, Tenggulun masuk wilayah Kabupaten Aceh Tamiang. Mereka tidak bisa turun karena ditunggu empat harimau Sumatera yang mengamuk.Kapolres Aceh Tamiang AKBP Dicky Sondani ketika dihubungi merdeka.com, Sabtu malam (6/7) menjelaskan, penyebab harimau Sumatera menyerang ke-6 orang itu karena anaknya dibunuh. Awalnya memang ada enam orang pencari kayu, tapi satu orang tewas diterkam harimau yang kalap itu.
"Mereka itu mencari kayu. Tapi entah kenapa mereka memasang jerat. Katanya untuk menjerat kijang, tapi malah anak harimau yang kena, terus mati. Ya, ngamuklah induknya, lalu menyerang mereka. Satu orang mati, sisanya manjat pohon. Itu salah mereka sendiri," kata Dicky.
Hingga kini upaya evakuasi juga belum dilakukan karena di masih berbahaya. Harimau yang marah karena anaknya dibunuh masih mengintai mereka dan belum mau pergi. Aparat gabungan sudah dikerahkan masuk ke dalam hutan tropis yang masih lebat tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Ke-6 orang yang berangkat ke dalam hutan leuser pada Kamis malam itu adalah David, Adi Susilo, Mujiono, Budi Setiawan, Suriadi dan Awaludin. Tapi David tewas diterkam si raja hutan. Sementara 5 orang berhasil menyelamatkan diri dengan cara memanjat pohon.
Salah satu dari mereka lalu menghubungi warga, dan meminta bantuan karena teman mereka ada yang meninggal diterkam. Menurut Dicky, setidaknya butuh waktu 2-3 hari bila hendak masuk ke sana. Di dalam hutan juga masih banyak habitat harimau Sumatera dan gajah.
Harimau Sumatera kembali Mengamuk, Terkam Sejumlah Warga di Riau (Tahun 2011)
REPUBLIKA.CO.ID,PEKANBARU--Harimau Sumatra dikabarkan mengamuk dan menerkam beberapa warga Desa Simpang Gaung, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, yang merupakan karyawan PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa.
Kepala Desa Simpang Gaung Effendi di Pekanbaru, Sabtu, mengabarkan, sejauh yang diketahuinya, harimau liar yang berkeliaran di sekitar lahan perusahaan PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa di Desa Teluk Kabung, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir itu mengamuk sejak beberapa pekan terakhir.
"Setahu saya, sebelum Lebaran (Idul Fitri 1432 Hijriyah-red) ada sekitar empat orang pekerja yang diterkam harimau. Namun kondisinya tidak begitu parah, hanya mengalami luka cakar," katanya. Effendi menjelaskan, keempat orang warganya tersebut merupakan pekerja atau karyawan PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa yang sering ke lokasi hutan untuk menebang pohon.
Setelah peristiwa naas menimpa keempat pekerja perusahaan yang bergerak dibidang usaha kehutanan, pertanian dan perkebunan itu, kata Kades, kondisi di sekitar wilayahnya dan beberapa desa yang berada di satu kecamatan sama cukup mencekam.
Beberapa warga khususnya yang bekerja di PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa menurutnya terus menerus merasa kuatir "takut-takut" hewas buas itu kembali muncul dan menerkam manusia.
Kekuatiran sejumlah warga tersebut, kata Effendi, ternyata terbukti. Beberapa hari setelah perayaan Idul Fitri 1432 Hijriyah yang jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011, kata dia, beberapa warga desa tetangga yang juga karyawan pada perusahaan yang sama kembali diterkam hewan "loreng" itu.
"Informasinya, setelah Lebaran kemarin, ada sekitar dua atau tiga orang yang kembali diterkam harimau. Satu kabarnya meninggal dunia," tuturnya.
Sejumlah warga di Indragiri Hilir, mengakui konflik harimau di lahan Hutan Tanam Industri (HTI) milik PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa sudah berlangsung sejak lama tanpa ada antisipasi dari pihak pemerintah maupun perusahaan swasta tersebut.
Kepala Desa Simpang Gaung Effendi di Pekanbaru, Sabtu, mengabarkan, sejauh yang diketahuinya, harimau liar yang berkeliaran di sekitar lahan perusahaan PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa di Desa Teluk Kabung, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir itu mengamuk sejak beberapa pekan terakhir.
"Setahu saya, sebelum Lebaran (Idul Fitri 1432 Hijriyah-red) ada sekitar empat orang pekerja yang diterkam harimau. Namun kondisinya tidak begitu parah, hanya mengalami luka cakar," katanya. Effendi menjelaskan, keempat orang warganya tersebut merupakan pekerja atau karyawan PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa yang sering ke lokasi hutan untuk menebang pohon.
Setelah peristiwa naas menimpa keempat pekerja perusahaan yang bergerak dibidang usaha kehutanan, pertanian dan perkebunan itu, kata Kades, kondisi di sekitar wilayahnya dan beberapa desa yang berada di satu kecamatan sama cukup mencekam.
Beberapa warga khususnya yang bekerja di PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa menurutnya terus menerus merasa kuatir "takut-takut" hewas buas itu kembali muncul dan menerkam manusia.
Kekuatiran sejumlah warga tersebut, kata Effendi, ternyata terbukti. Beberapa hari setelah perayaan Idul Fitri 1432 Hijriyah yang jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011, kata dia, beberapa warga desa tetangga yang juga karyawan pada perusahaan yang sama kembali diterkam hewan "loreng" itu.
"Informasinya, setelah Lebaran kemarin, ada sekitar dua atau tiga orang yang kembali diterkam harimau. Satu kabarnya meninggal dunia," tuturnya.
Sejumlah warga di Indragiri Hilir, mengakui konflik harimau di lahan Hutan Tanam Industri (HTI) milik PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa sudah berlangsung sejak lama tanpa ada antisipasi dari pihak pemerintah maupun perusahaan swasta tersebut.
Sumber : antara
Harimau Jambi Mangsa 6 Orang (Jambi Tahun 2009)
Sriwijaya Post -Selasa, 24 Februari 2009 06:54 WIB
JAMBI, SRIPO — Habitat harimau (Panthera Tigris Sumatraensis) di Jambi mulai terusik. Binatang buas yang berdaya jelajah 50 kilometer sampai 120 kilometer per hari itu kehabisan mangsa. Saking laparnya, sedikitnya enam korban manusia dimangsanya di Kabupaten Muarojambi. Kebanyakan korban dibinasakan hingga tidak berkutik, sekujur tubuh korban dicabik-cabik. Organ tubuh seperti jantung dan hati tak luput disantap.
Korban terakhir adalah Khoiri. Pendatang asal Mesuji Lampung itu tewas diterkam harimau, Minggu (22/2) malam ketika sedang istirahat di pondoknya Dusun Gelam, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muarojambi. Lokasi kejadian termasuk pada kawasan lintasan Harimau (tiger area) tak jauh dari Taman Nasional Berbak (TNB).
Sampai berita ini diturunkan, masyarakat di sekitar lokasi kejadian tidak berani melakukan aktivitas berladang. Desa Sungai Gelam, menjadi heboh dan populer. Menurut keterangan yang dikumpulkan di lapangan, Senin (23/2) kejadian itu sangat cepat.
Dalam pondok itu ada enam pekerja yang sedang istirahat. Mereka seharian membuka dan menebang kayu di hutan produksi tersebut. Tibatiba Si Raja Hutan masuk ke pondok. Khoiri langsung diterkam Ia lalu diseret beberapa meter dari pondoknya. Sedangkan teman korban kabur menyelamatkan diri dan sebagian memanjat pohon.
Kondisi mayat Khoiri sangat memilukan dan nyaris sudah tidak bisa dikenal. Sekujur tubuhnya terkena cakaran dan gigitan. Ada beberapa bagian terpotong-potong seperti paha dan tangan. Bagian perutnya, terburai dan tinggal usus saja. Hati dan jantungnya hilang diduga disantap datuk.
Sementara bagian belakang kepalanya terdapat bekas cakaran yang menganga. Isi kepalanya nyaris kosong. Kondisi mayat Khoiri nyaris sama dengan lima mayatnya sebelumnya, seperti Mat Ali (50) dan anaknya, Nana Deri (17) warga Paal VII Sungai Gelam, yang diterkam Jumat (20/2) lalu di pondoknya. Mayat Deri diseret beberapa meter dari pondok.
DitangkapHarimau itu akhirnya bisa ditangkap Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Harimau betina ditangkap lewat perangkap yang dipasang tak jauh dari lokasi kejadian. Perangkap yang diumpan kambing itu ternyata dimasuki harimau dan terkunci.
Kini, Salma demikian nama harimau itu dititipkan di Kebun Binatang Taman Rimbo. Harimau yang diduga memangsa tiga korban sebelumnya, dalam waktu dekat akan dilepas ke habitatnya. Pelepasan itu menunggu tibanya JPS Collar alat deteksi yang akan dipasang di lehernya. Satu unit alat ini berharga 4.000 dollar AS atau sekitar Rp 40 juta didatangkan dari Australia atau Swedia.
Kepala BKSDA Jambi Didy Wurjanto yang dihubungi Senin kemarin membenarkan, peristiwa harimau menerkam manusia. Nama korban yang diterkam, Minggu (22/2) malam teridentifikasi bernama Khoiri. Namun Didy belum tahu berapa usianya. Korban adalah pekerja penebang kayu yang didatangkan oleh seorang cukong, dimodali dan dibangun pondok darudat di dalam hutan produksi.
Menurut laki-laki asal Solo itu, keberingasan harimau dilatarbelakangi habitatnya sudah terganggu atau anaknya diambil orang.
“Ada dua alasan kenapa harimau marah. Pertama karena habitatnya terganggu, sehingga sulit mendapatkan makanan. Kedua, karena anaknya diambil,” ujarnya.
Perburuan Harimau Sumatera telah berlangsung sejak lama. Bahkan sejak zaman Hindia Belanda. Saat itu banyak Harimau Sumatera yang mati, karena menjadi salah satu target utama, terutama pemburu asal negeri Belanda.
Dengan menggunakan senapan, kucing besar itu dikejar dan ditembak. Masa itu, hanya orang-orang Belanda yang memiliki senapan.
Dari KITLV Digital Media Library, situs yang mengoleksi foto digital repro dari foto-foto tempo dulu milik orang-orang dan Pemerintah Belanda di Indonesia, (22/8/2017), Padangkita.com menemukan beberapa dokumentasi “pembantaian” Harimau Sumatera oleh orang Belanda di Pesisir Selatan.
Salah seorang “pembantai” itu adalah E.G.A. Lapré, seorang Controleur (penanggungjawab wilayah) di Painan.
Dari foto-foto di KITLV tersebut, ditemukan beberapa foto E.G.A. Lapré sedang berpose dengan harimau buruannya yang telah mati. Pada bagian judul foto juga dilengkapi berbagai keterangan, terutama lokasi harimau ditembak, serta waktu foto diambil, pada 1933 hingga 1938.
Berdasarkan dokumentasi KITLV itu, E.G.A. Lapré ternyata tidak hanya mendokumentasikan dirinya bersama Harimau Sumatera, namun juga dengan satwa lainnya yang juga telah mati ditembak. Ada rusa dengan tanduk cabang, burung berpelatuk besar, burung sayap lebar (diperkirakan elang), dan babi hutan.
Beberapa foto menunjukkan beberapa pose harimau yang diperlakukan secara tidak layak. Harimau yang telah mati ditembak, didirikan dengan kayu penyangga, sehingga terkesan masih hidup. Bahkan pada beberapa foto, terlihat E.G.A. Lapré berpose dengan tersenyum bersama harimau yang disangga kepalanya dengan kayu. Ada juga E.G.A. Lapré yang berpose bersama harimau mati dengan mengajak istri dan anaknya yang bernama Freddy.
Berikut beberapa foto E.G.A. Lapré yang dilansir Padangkita.com dari KITLV.
Sumber Referensi : Merdeka.Com, Republika.Com, Sriwijaya Pos,Padangkita.Com
Pembantaian Harimau Sumatera Pada Masa Kolonial Belanda
Padangkita.com – Harimau Sumatera saat ini adalah satwa langka yang dilindungi undang-undang. Keberadaannya kini masuk klasifikasi satwa kritis yang terancam punah. Populasinya diperkirakan hanya tinggal 400 hingga 500 ekor. Perburuan Harimau Sumatera dinilai salah satu sebab populasinya berkurang. Tak salah jika para pemburu satwa langka ini diancam dengan jerat hukum yang tinggi.Perburuan Harimau Sumatera telah berlangsung sejak lama. Bahkan sejak zaman Hindia Belanda. Saat itu banyak Harimau Sumatera yang mati, karena menjadi salah satu target utama, terutama pemburu asal negeri Belanda.
Dengan menggunakan senapan, kucing besar itu dikejar dan ditembak. Masa itu, hanya orang-orang Belanda yang memiliki senapan.
Dari KITLV Digital Media Library, situs yang mengoleksi foto digital repro dari foto-foto tempo dulu milik orang-orang dan Pemerintah Belanda di Indonesia, (22/8/2017), Padangkita.com menemukan beberapa dokumentasi “pembantaian” Harimau Sumatera oleh orang Belanda di Pesisir Selatan.
Salah seorang “pembantai” itu adalah E.G.A. Lapré, seorang Controleur (penanggungjawab wilayah) di Painan.
Dari foto-foto di KITLV tersebut, ditemukan beberapa foto E.G.A. Lapré sedang berpose dengan harimau buruannya yang telah mati. Pada bagian judul foto juga dilengkapi berbagai keterangan, terutama lokasi harimau ditembak, serta waktu foto diambil, pada 1933 hingga 1938.
Berdasarkan dokumentasi KITLV itu, E.G.A. Lapré ternyata tidak hanya mendokumentasikan dirinya bersama Harimau Sumatera, namun juga dengan satwa lainnya yang juga telah mati ditembak. Ada rusa dengan tanduk cabang, burung berpelatuk besar, burung sayap lebar (diperkirakan elang), dan babi hutan.
Beberapa foto menunjukkan beberapa pose harimau yang diperlakukan secara tidak layak. Harimau yang telah mati ditembak, didirikan dengan kayu penyangga, sehingga terkesan masih hidup. Bahkan pada beberapa foto, terlihat E.G.A. Lapré berpose dengan tersenyum bersama harimau yang disangga kepalanya dengan kayu. Ada juga E.G.A. Lapré yang berpose bersama harimau mati dengan mengajak istri dan anaknya yang bernama Freddy.
Berikut beberapa foto E.G.A. Lapré yang dilansir Padangkita.com dari KITLV.
EGA Lapre bersama Harimau yang dibunuh Tgl 18-11-1937 |
EGA.Lapre (Controleur di Painan, Sumatera Barat) bersama seorang rekannya dan dua orang pribumi bersama Harimau yang mati dibunuh di Paninan tahun 1933 (Foto Kit.Lv.Nl) |
EGA Lapre (Contoleur di Painan) bersama Harimau yang Dibunuh pada Foto Tgl 23-1-1938 |
Sumber Referensi : Merdeka.Com, Republika.Com, Sriwijaya Pos,Padangkita.Com