Supermoon (Blood Moon Lunar Eclipse)
Malam ini, Rabu 31 Januari 2018, sebuah peristiwa gerhana Bulan total bakal teramati di langit seluruh penjuru Indonesia. Indonesia menjadi salah satu lokasi terbaik untuk mengamati peristiwa yang satu ini. Mulai dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, semua masyarakat Indonesia berkesempatan untuk melihat peristiwa langka yang terjadi pada satu-satunya satelit alami milik Bumi kita ini.
Sekadar untuk mengingat kembali, gerhana Bulan total terjadi saat keseluruhan wajah Bulan tertutup oleh bayangan Bumi. Itu terjadi bila Bumi berada di antara Matahari dan Bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai Bulan karena terhalangi oleh Bumi. Dengan kata lain, gerhana Bulan total terjadi saat fase Bulan purnama. Tetapi, tidak setiap Bulan purnama akan terjadi gerhana Bulan total. Hal ini disebabkan karena orbit Bulan miring 5 derajat saat mengelilingi Matahari.
Terjadinya Gerhana Bulan
Pada 31 Januari 2018 malam ini, bidang orbit Bulan berpotongan langsung dengan ekliptika Bumi, membuatnya akan masuk bayangan umbra Bumi sehingga Bulan akan tergerhanai dalam peristiwa gerhana Bulan total. Menariknya, gerhana Bulan total 31 Januari 2018 ini memiliki banyak keistimewaan.
Terjadi Saat Supermoon
Posisi Bulan pada saat gerhana Bulan total 31 Januari 2018 akan bertepatan pada momen ia mencapai titik perigee, atau jarak terdekat dengan Bumi. Hal ini jelas akan membuat Bulan tampak lebih besar dan lebih terang di langit malam. Para astronom menyebutnya sebagai Bulan purnama perigee, namun tampaknya kini lebih akrab disebut sebagai Supermoon. Ya, gerhana Bulan total 31 Januari 2018 ini akan bertepatan dengan peristiwa Supermoon!
Supermoon 31 Januari 2018 akan membawa Bulan berada pada jarak sekitar 360.000 kilometer jauhnya dari Bumi. Hal itu akan membuat Bulan tampak dengan diameter sudut sebesar 33'09", cukup besar bila dibandingkan Bulan purnama yang terjadi pada biasanya. Supermoon sendiri bisa terjadi karena jalur orbit Bulan saat mengelilingi Bumi tak melingkar sempurna, melainkan lonjong. Itu artinya, Bulan bisa saja berada ada jarak terdekat dan terjauh dengan Bumi. Bila itik terdekat Bulan dengan Bumi disebut perigee, maka titik terjauhnya disebut apogee.
Terjadi Saat "Blue Moon"
Bulan tidak akan tampak berwarna biru. Blue Moon atau Bulan Biru hanyalah istilah untuk menyebut Bulan purnama kedua yang terjadi pada satu bulan kalender masehi. Pada Januari 2018 ini, fase Bulan purnama akan terjadi dua kali, yang pertama tanggal 2 Januari, dan yang kedua pada 31 Januari. Bulan purnama kedua tersebut bertepatan dengan peristiwa gerhana Bulan total! Secara astronomis, Bulan Biru terjadi pada pukul 20:27 WIB, saat puncak gerhana Bulan total terjadi.Bulan Biru yang Semerah Darah
Bukannya berwarna biru, pada puncak gerhana Bulan total terjadi justru ia akan muncul dalam rona kemerahan, yang kadang disebut semerah darah. Tapi, tahukah Anda mengapa gerhana Bulan total justru membuat Bulan tampak merah? Bukankah seharusnya gelap karena cahaya Matahari yang menyinarinya terhalang oleh Bumi kita? Bumi memang menghalangi Bulan dari Matahari, tapi walaupun cahaya Matahari yang seharusnya menyiari Bulan telah tertutup oleh Bumi saat puncak gerhana total terjadi, ternyata atmosfer Bumi lah yang berperan dalam membiaskan cahaya merah dari Matahari, sehingga Bulan tidak tampak gelap total, melainkan merah.
Blue Moon
Jika Bumi tidak memiliki atmosfer, maka saat Bulan berada sepenuhnya di dalam bayangan Bumi saat gerhana total terjadi, Bulan akan tampak gelap dan bahkan mungkin tak terlihat. Namun berkat atmosfer Bumi, kenampakan Bulan pun akan jauh lebih indah. Atmosfer Bumi sendiri meluas sekitar 80 kilometer di atas permukaan Bumi. Selama gerhana Bulan total, saat Bulan masuk dalam bayangan umbra Bumi, ada lingkaran yang melingkar di sekitar Bumi bila kita melihatnya dari permukaan Bulan, yang tidak lain merupakan cincin atmosfer kita. Sinar Matahari terdiri dari berbagai frekuensi. Saat sinar Matahari menerobos atmosfer kita, cahaya berfrekuensi tinggi seperti hijau, biru, dan ungu lebih mudah dihamburkan molekul atmosfer Bumi dibandingkan cahaya berfrekuensi rendah seperti cahaya kuning, oranye dan merah. Penghamburan cahaya berfrekuensi tinggi ini menyebabkan langit berwarna biru di kala siang. Dengan begitu, cahaya kuning, oranye, dan merah akan dengan mudah melewati atmosfer dengan jalur yang lurus dan hampir tidak akan memantul jika berinteraksi dengan molekul gas di atmosfer. Pembiasan atmosfer akan mengubah arah cahaya tersebut ke arah umbra Bumi, atau bayangan gelap Bumi. Jika ada objek langit di umbra, seperti Bulan saat gerhana total misalnya, maka cahaya yang terbiaskan akan menyinari Bulan dan dipantulkan menuju sisi malam Bumi (lokasi pengamatan kita). Ketika kita mengamatinya, kita akan melihat warna merah pada Bulan. Apa yang lebih istimewa selain peristiwa gerhana Bulan total yang bertepatan dengan Supermoon dan Blue Moon sekaligus? Sayangnya, Super-Red-Blue-Moon ini terjadi saat musim hujan sedang berlangsung di Indonesia. Dengan begitu, pengamatan peristiwa langka ini terancam terhalang awan atau bahkan lokasi pengamatan Anda sedang diguyur hujan. Proses Terjadinya Gerhana Bulan
Proses Terjadinya Gerhana Bulan .Gerhana Bulan total 31 Januari 2018 cukup menarik karena terjadi berbarengan dengan peristiwa lunar perigee, atau jarak terdekat Bulan dengan Bumi kita. Hal ini akan berdampak pada sedikit lebih besarnya ukuran diameter sudut Bulan saat gerhana nanti.Di Indonesia, gerhana Bulan total ini bisa diamati dari awal hingga akhir. Negara kita menjadi salah satu wilayah terbaik untuk mengamatinya karena berada di sisi malam Bumi saat gerhana ini terjadi.
Peta Garis Lintasan Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018
Gerhana terjadi saat Bulan baru terbit di Indonesia, yang diawali dengan masuknya Bulan ke bayangan penumbra (bayangan terang) Bumi pada pukul 17.51 WIB (18.51 WITA, 19.51 WIT). Arahkan pandangan Anda ke langit timur, dan temukan sisi bawah Bulan yang mulai tampak gelap sedikit di fase awal ini. Namun, karena Bulan nantinya belum terbit dan langit juga masih terang karena Matahari belum terbenam untuk wilayah Indonesia Barat, maka baru wilayah Indonesia Tengah dan Indonesia Timur saja yang bisa melihat proses gerhana Bulan penumbra ini. Selanjutnya, Bulan akan terus bergerak semu melintasi bayangan Bumi. Hingga pada pukul 18.48 WIB (19.48 WITA, 20.48 WIT), kontak pertama Bulan dengan bayangan umbra (bayangan gelap) Bulan akan terjadi. Pada fase kedua ini, Bulan akan tampak "tergigit". Bulan juga sudah terbit untuk wilayah Indonesia Barat saat memasuki fase kedua ini, sehingga kini seluruh Indonesia sudah bisa menyaksikannya bersama-sama."Gigitan" pada wajah Bulan akibat terhalang bayangan Bumi ini akan membesar. Posisi Bulan juga akan meninggi dari cakrawala timur daerah Anda. Anda akan melihat Bulan purnama yang tidak biasanya hingga pukul 19.51 WIB (20.51 WITA, 21.51 WIT). Pada saat itu, Bulan yang tadinya gelap akan berubah warna menjadi merah. Ya, fase awal totalitas gerhana Bulan telah terjadi. Bulan tampak merah karena cahaya berfrekuensi rendah dari Matahari dibiaskan oleh atmosfer Bumi ke bagian tengah bayangan umbranya. Karena Bulan berada di tengah umbra saat puncak gerhana total, maka merahlah wajah Bulan. Fase totalitas gerhana Bulan total 31 Januari 2018 ini akan berlangsung selama 1 jam 16 menit. Dengan puncak totalitas akan terjadi pada pukul 20.29 WIB (21.29 WITA, 22.29 WIT). Puncak totalitas itulah fase terbaik bila Anda ingin memotretnya karena Bulan sedang merah-merahnya.
Sumber Referensi : Info Astronomi.Org
Fase dan Tahapan Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018
Warna merah Bulan bisa berbeda-beda di berbagai wilayah. Hal ini tergantung seberapa bersih kondisi atmosfer di wilayah pengamatan. Bila atmosfer kotor atau berdebu akibat letusan gunung berapi, warna merah Bulan bisa lebih pekat dibanding warna merah Bulan di lokasi dengan kondisi atmosfer yang bagus dan cuaca cerah.Merahnya wajah Bulan ini akan terus bertahan hingga pukul 21.07 WIB (22.07 WITA, 23.07 WIT), di mana pada saat itu fase totalitas gerhana akan berakhir. Fase totalitas yang berlangsung cukup lama ini disebabkan karena bayangan Bumi yang besar. Berbeda dengan peristiwa gerhana Matahari total, yang mana Bulan lah yang bertindak dalam menghalangi wajah Matahari, sehingga paling lama berlangsung hanya 7 menit saja akibat Bulan yang diameternya kecil. Saat fase totalitas berakhir, kita bisa melihat bagian bawah Bulan yang akan terang lagi berwarna putih keabu-abuan.Sampai di sini, gerhana Bulan masih belum berakhir. Kita masih akan melihat gerhana Bulan parsial/sebagian yang akan berlangsung hingga pukul 22.11 WIB (23.11 WITA, 00.11 WIT [1 Februari 2018]). Di fase ini, kita akan melihat "gigitan" pada wajah Bulan yang tadinya besar lama kelamaan akan mengecil seiring keluarnya Bulan dari bayangan umbra Bumi.Akhirnya, gerhana pun hanya tinggal gerhana Bulan penumbra, fase di mana Bulan masih berada di bayangan penumbra Bumi. Bulan akan benar-benar keluar dari bayangan penumbra Bumi pada pukul 23.08 WIB (00.08 WITA, 01.08 WIT 1 Februari 2018). Pada waktu itu, Bulan akan kembali seperti sedia kala, dan kita bersiap untuk istirahat setelah lebih dari tiga jam menikmati gerhana.Nah, itulah dia bagaimana proses terjadinya gerhana Bulan total 31 Januari 2018. Seluruh fase gerhana ini bisa kita amati selama cuaca cerah. Bisa pula diamati baik dengan menggunakan teleskop maupun dengan mata telanjang saja. UNDUH:Sebagai panduan pengamatan dua gerhana Bulan total yang terjadi pada 31 Januari dan 28 Juli 2018, silakan unduh buku elektronik panduan gratisnya disini DOWNLOADSumber Referensi : Info Astronomi.Org