Enggang atau rangkong adalah kelompok burung dari suku Bucerotidae yang paruhnya besar, melengkung ke bawah, dan pada beberapa spesies memiliki ketopong atau tonjolan di bagian atasnya. Anggota ordo Coraciiformes ini hidup di daerah hutan hujan tropis atau sabana di Asia, Afrika dan Amerika. Tiga spesies enggang yaitu enggang Sulawesi ekor putih (Penelopides exarhatus), enggang sulawesi ekor hitam (Rhyticeros cassidix) dan enggang sumba (rhyticeros averitti) merupakan hewan endemik Indonesia.
Di beberapa daerah, enggang sering dikaitkan dengan mitologi dan tahayul. Beberapa kelompok masyarakat di pulau Kalimantan mengkonsumsi daging enggang dan mengambil bulunya sebagai hiasan rambut. Adapun masyarakat di Sudan sering menempatkan kepala enggang di atas kepala mereka pada saat berburu. Hal ini dipercaya oleh pemburu dapat mendatangkan hasil buruan yang lebih banyak.
Di beberapa daerah, enggang sering dikaitkan dengan mitologi dan tahayul. Beberapa kelompok masyarakat di pulau Kalimantan mengkonsumsi daging enggang dan mengambil bulunya sebagai hiasan rambut. Adapun masyarakat di Sudan sering menempatkan kepala enggang di atas kepala mereka pada saat berburu. Hal ini dipercaya oleh pemburu dapat mendatangkan hasil buruan yang lebih banyak.
Enggang Sulawesi
Ketopong
Tubuh enggang berukuran sekitar 40-160 cm. Burung ini memiliki kepala lebar, leher kecil, sayap lebar, kaki pendek, dan ekor panjang. Bulunya berwarna cokelat atau hitam dengan kombinasi putih atau abu-abu. Enggang memiliki paruh sangat besar menyerupai tanduk sehingga dinamakan "hornbill" (paruh tanduk). Meskipun paruhnya terlihat besar dan kokoh, namun sebenarnya paruhnya ringan. Paruh enggang digunakan untuk mencari makan, membangun sarang dan mempertahankan diri. Ketopong (casque) pada paruh biasanya berongga. Akan tetapi enggang yang hidup di kalimantan memiliki ketopong yang padat sehingga dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk cindera mata. Umumnya burung jantan memiliki ukuran tubuh lebih besar dari burung betina. Jenis kelamin enggang yang telah dewasa dapat diketahui dari perbedaan warna cula, sayap, paruh dan mata.
Sepasang Enggang sulawsi ekor putih
Enggang mencari buah-buahan di atas pohon
Enggang Sumba
Tembok Lumpur
Enggang membangun sarang dengan cara melubangi pohon-pohon besar. Hampir semua enggang jantan, kecuali kelompok enggang tanah afrika (Bucorvus), melindungi enggang betina dengan membangun tembok lumpur di depan sarangnya. Tembok lumpur tersebut dilengkapi dengan lubang kecil sebagai jalan untuk memberi makan enggang betina beserta anak-anaknya.
Masa Pengasuhan
Perkembangbiakan enggang biasanya terjadi pada musim hujan. Enggang betina bertelur 1-5 butir di dalam sarangnya. Enggang betina tetap tinggal di sarang sampai telur menetas dalam 30-50 hari. Setelah telur menetas, kedua induk enggang akan mengasuh anak-anaknya selama 6 minggu sampai 4 bulan. Pada beberapa spesies, enggang betina turut membantu enggang jantan untuk menyuapi anak-anaknya.
Enggang Pemangsa
Pakan enggang beraneka ragam. Sebagian besar enggang merupakan pemakan buah-buahan, namun beberapa kelompok enggang termasuk karnivora atau omnivora. Enggang tanah Afrika merupakan salah satu contoh enggang karnivora yang memangsa hewan-hewan seperti serangga, kadal, tikus, dan ular. Adapun kelompok enggang yang hidup di sabana umumnya bersifat omnivora. Kelompok enggang pemangsa memiliki kebiasaan yang khusus dalam menaklukan mangsanya. Dengan ujung paruhnya yang kuat, enggang pemangsa dapat mematuk dan mempermainkan mangsanya sampai mati. Hal ini bertujuan untuk melumpuhkan mangsa yang mengandung bisa sepertiular, dan kalajengking.